6 Rekomendasi Komnas Perempuan Soal Pernyataan Presiden Tentang Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

6 Rekomendasi Komnas Perempuan Soal Pernyataan Presiden Tentang Pelanggaran HAM Berat

Pemerintah perlu memastikan tindak lanjut nyata untuk pemulihan korban, rekonsiliasi warga dan mencegah keberulangan, serta untuk terus mendorong penyelesaian yudisial guna memutus impunitas.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Foto: Istimewa
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Foto: Istimewa

Berbagai pihak menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengakui dan menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan selain mengapresiasi, lembaganya juga menegaskan kepada pemerintah untuk memastikan tindak lanjut nyata terkait pemulihan korban, rekonsiliasi warga dan mencegah keberulangan.

“Serta terus mendorong penyelesaian yudisial guna memutus impunitas,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dikonfirmasi, Selasa (17/1/2023).

Dalam melakukan tindak lanjut, Andy mengingatkan pemerintah untuk memberi perhatian khusus pada kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan, terutama korban kekerasan seksual. Ringkasan eksekutif Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (Tim PPHAM) memuat pengakuan tentang perkosaan dan kekerasan seksual lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tindakan pelanggaran HAM berat.

Baca Juga:

Komnas Perempuan mencatat sejumlah perempuan korban telah menjadi lansia dan penyandang disabilitas dan tanpa dukungan dari pihak manapun. Oleh karena itu, pendataan terpilah para korban pelanggaran HAM masa lalu termasuk perempuan dan lansia, perlu dilakukan sebagai langkah konkret awal pemenuhan hak-hak korban.

Andy menyebut lembaganya mengenali sejumlah perempuan korban kekerasan seksual dalam pelanggaran HAM Berat, seperti dalam kasus Tragedi Mei 1998, masih takut dan enggan untuk diidentifikasi. Karenanya dibutuhkan proses penguatan pada jaminan pelindungan dan dukungan bagi saksi dan korban, maupun komunitas terdampak dengan pendekatan formal maupun kultural, sehingga tidak hanya terbatas pada lembaga yang berwenang untuk itu.

Untuk mengenali lebih dalam mengenai kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan korban, pemerintah dapat mengacu pada laporan pemantauan Komnas Perempuan terkait pelanggaran HAM berat. Pemantauan ini menyasar pada perempuan korban baik langsung maupun tidak langsung diantaranya mengenai perkosaan dan kekerasan seksual lainnya, stigmatisasi, penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial ekonomi dan perampasan properti, serta dampak penderitaan atas penculikan dan penghilangan paksa anggota keluarganya.

Ia menekankan pemerintah perlu melibatkan komunitas korban seperti perempuan penyintas dengan pendekatan partisipasi substantif dalam menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM. Selama lebih dua dekade, Komnas Perempuan bekerja bersama komunitas korban, khususnya perempuan penyintas, untuk menguatkan akses pemulihan dan membangun memorialisasi/memorabilia dengan dukungan dari pemerintah-pemerintah daerah.

Hasil pemantauan dan refleksi kerja bersama ini juga telah disampaikan kepada berbagai otoritas nasional dan daerah dalam bentuk rekomendasi kebijakan. Pada isu penghilangan paksa dalam pelanggaran HAM berat, Komnas Perempuan juga telah menyerahkan kertas posisi terkait perspektif gender dalam tindak penghilangan paksa kepada DPR RI dan pemerintah. 

Komnas Perempuan memberikan perhatian khusus atas pernyataan Presiden mengenai upaya non yudisial yang tidak menegasikan penyelesaian yudisial. Amanat pernyataan tersebut perlu ditindaklanjuti secara konkret oleh pemerintah dengan mendorong proses pengungkapan kebenaran, yang akan berkontribusi pada pemenuhan hak korban, memutus impunitas dan kunci penting untuk menjamin peristiwa yang sama tidak berulang. 

Komnas Perempuan merekomendasikan sedikitnya 6 hal terkait tindak lanjut kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana rekomendasi Tim PPHAM. Pertama, Menkopulhukam memastikan adanya perhatian khusus pada kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan korban, khususnya yang terkait kasus kekerasan seksual, dalam pelaksanaan tindak lanjut pernyataan Presiden RI mengenai pengakuan dan penyesalan 12 peristiwa pelanggaran HAM Berat maupun dalam peristiwa pelanggaran HAM Berat yang lainnya.

Kedua, Menkopolhukam memastikan pelibatan substantif dari komunitas korban terutama perempuan penyintas, lembaga nasional HAM - termasuk Komnas Perempuan, akademisi, peneliti dan berbagai pihak relevan lainnya dalam pelaksanaan tindak lanjut. Terutama dan tidak terbatas pada pemulihan, penulisan ulang sejarah, pembangunan memorabilia, pendidikan publik dan pelembagaan dan instrumentasi HAM.

Ketiga, pemerintah perlu mempercepat proses pemulihan korban, termasuk melalui kerja sama dengan LPSK untuk pendataan terpilah para korban pelanggaran HAM Berat di masa lalu dan keluarganya. Dengan perhatian khusus pada perempuan, lansia, disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.

Keempat, Menkopolhukam didorong untuk mengupayakan pengungkapan kebenaran pada ke-12 peristiwa pelanggaran HAM Berat tersebut di atas dan berbagai tindak peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pemenuhan hak korban, memutus impunitas dan memastikan peristiwa serupa tidak berulang.

Kelima, DPR RI mengawal reformasi sektor keamanan dan meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa dalam kerangka upaya memutus keberulangan. Keenam, masyarakat sipil dan media massa agar mengawal implementasi rekomendasi Tim PPHAM untuk penyelesaian 12 kasus pelanggaran HAM yang berat dengan berperspektif korban dan gender.

Tags:

Berita Terkait