6 Masalah Krusial dalam Perkom Baru KPPU yang Perlu Direvisi
Utama

6 Masalah Krusial dalam Perkom Baru KPPU yang Perlu Direvisi

Perbaikan tersebut hendaknya tak hanya dikaji sepihak oleh KPPU, melainkan mesti melibatkan banyak pihak, khususnya stakeholder yang langsung terdampak.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Hal itu penting disorot pula oleh KPPU mengingat adanya kejelasan tersebut sangat substansial untuk menghindari dugaan/tuduhan yang berubah-ubah dari investigator terhadap terlapor selama proses pemeriksaan, sehingga kerap mengganggu kepentingan terlapor. Berkaca pada sidang pidana/perdata, katanya, bahkan orang tak bisa merubah surat dakwaan atau gugatan bilamana tergugat atau terdakwa telah memberikan tanggapan.

 

“Jadi kalau dari awal tuduhannya sudah tak jelas, mestinya bisa ditolak LDPnya. Jangan sampai perkara terus berkembang di proses pemeriksaan sehingga tuduhannya pun menjadi berubah-ubah. Ini jelas sangat mengganggu kepentingan pembelaan,” tukasnya.

 

  1. Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (PP)

Pada Pasal 38 Perkom baru, digariskan 3 hal yang menjadi hasil dari suatu pemeriksaan perdahuluan, yakni berupa Penetapan Majelis Komisi mengenai perubahan perilaku; Simpulan majelis komisi untuk melakukan Pemeriksaan lanjutan; atau simpulan Majelis Komisi untuk melakukan musyawarah untuk mengambil keputusan. Mestinya, katanya, soal pengujian terkait kompetensi KPPU untuk menguji juga perlu dimuat sebagai hasil PP.

 

Tambahan masukan lain, harusnya hasil PP juga dimasukkan sebagai langkah pemeriksaan untuk menguji apakah LDP sudah disusun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak. Dalam artian, PP juga untuk menguji keabsahan LDP.

 

“Nah kalau kalkulasi soal ini sudah terpenuhi, baru akan dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara, masuk ke Pemeriksaan Lanjutan,” tukasnya.

 

  1. Harus Ada Sarana Upaya Hukum Atas Putusan Verstek

Dalam hukum dan pengadilan, kealpaan tentu bisa saja terjadi. Termasuk bila terjadi kekeliruan dalam pemanggilan sehingga mengakibatkan seseorang tanpa perlawanan dijatuhi hukuman bersalah melalui putusan verstek. Untuk itu, penting adanya sarana upaya hukum perlawanan bilamana pihak yang dihukum tak menerima putusan setelah mengetahuinya.

 

Upaya hukum itu, disebut Asep tak tepat bila yang digunakan adalah mekanisme keberatan. Pasalnya, di tingkat keberatan saat ini tak dapat diajukan bukti baru selain melalui sarana pemeriksaan tambahan. Dalam hukum acara perdata saja, katanya, terdapat upaya perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek yang diajukan dan diperiksa oleh pihak yang mengeluarkan putusan.

Tags:

Berita Terkait