6 Agenda Reforma Agraria Ini Patut Menjadi Perhatian Capres-Cawapres
Melek Pemilu 2024

6 Agenda Reforma Agraria Ini Patut Menjadi Perhatian Capres-Cawapres

Antara lain memperbaiki kebijakan dengan menghapus dualisme rezim pertanahan, pesisir dan kelautan (hutan dan non-hutan), menjadi sistem pertanahan nasional tunggal sebagaimana prinsip UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Foto: Istimewa
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Foto: Istimewa

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menyelenggarakan debat perdana calon Presiden dan wakil Presiden (Capres-Cawapres), Selasa (12/12/2023). Tema yang diangkat dalam debat pertama itu bertema Pemerintahan, Hukum, Hak Asasi Mansia (HAM), Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik, dan Kerukunan Warga. Kalangan masyarakat sipil mengingatkan beragam isu yang patut dicermati masing-masing kandidat capres-cawapres.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mencatat sedikitnya ada 4 agenda sektor pembaruan agraria yang patut jadi perhatian masing-masing pasangan calon yang diusung partai politik itu. Pertama, meluruskan paradigma, konsep, kebijakan dan praktik menyimpang Reforma Agraria yang selama ini diklaim sudah dijalankan, dari konsepsi ekonomi liberal “asset reform atau/plus akses reform” menjadi land reform yang disempurnakan.

Artinya, proses pemenuhan, pemulihan dan pengakuan hak atas tanah bagi rakyat secara penuh dilakukan bersamaan dan terintegrasi dengan proses penguatan basis ekonomi, produksi, distribusi dan konsumsi rakyat sebagai satu kesatuan operasi reforma agraria yang sejati.

“Capaian akhir dari reforma agraria adalah transformasi sosial di pedesaan dan perkotaan yang berkeadilan sosial-ekologis dan menyejahterakan,” kata Dewi dikonfirmasi, Selasa (12/12/2023).

Baca juga:

Kedua, memperbaiki kebijakan dengan menghapus dualisme rezim pertanahan, pesisir dan kelautan (hutan dan non-hutan), menjadi sistem pertanahan nasional tunggal sebagaimana prinsip UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dewi berpendapat hal itu penting untuk menghilangkan sektoralisme di dalam pemerintahan itu sendiri.

Ketiga, menyusun dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Reforma Agraria. Kemudian menyusun Peraturan Pemerintah (PP) Pelaksanaan Reforma Agraria berdasarkan usulan gerakan reforma agraria sebagai landasan terobosan hukum pelaksanaan reforma agraria secara nasional, utuh dan sistemik untuk sebesar-besarnya kepentingan petani, buruh, tani, masyarakat adat, nelayan, rakyat miskin tak bertanah dan kelompok marjinal di pedesaan dan perkotaan.

Tags:

Berita Terkait