5 Prinsip Penerapan Good Corporate Governance
Utama

5 Prinsip Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan Good Corporate Governance bukan merupakan aturan hukum yang mengikat, melainkan etika yang menjadi acuan bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis secara baik.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Senior Partner dari Guido Hidayanto & Partners, Mohamad Kadri. Foto: WIL
Senior Partner dari Guido Hidayanto & Partners, Mohamad Kadri. Foto: WIL

Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia, khususnya pada perusahaan BUMN dimulai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM/PBUMN/2000 tentang Pengembangan praktik GCG dalam perusahaan persero.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No:PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN menyatakan bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN.

GCG memiliki arti mengarahkan dan mengendalikan organisasi dengan baik sesuai dengan keinginan stakeholder. Di antara keinginan tersebut adalah keamanan harta atau agar manajemen tidak korupsi dalam memberikan pelayanan.

Baca Juga:

Senior Partner dari Guido Hidayanto & Partners, Mohamad Kadri, mengungkapkan untuk terhindar dari tindak pidana korporasi maka perlu penguatan di sektor GCG.

“Prinsip Business Judgement Rules (BJR) dan GCG sebagai pedoman pengawasan dan pemeriksaan merupakan kunci untuk terhindar dari tindak pidana korporasi seperi korupsi. BJR menjadi kunci pembela jika dikemudian hari terjadi kasus tindak pidana korupsi,” ungkapnya  pada Webinar Hukumonline bertajuk Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam Aktivitas pada Bisnis Perusahaan, Kamis (21/7).

Ia melanjutkan, hadirnya GCG akan membantu perusahaan untuk mencapai keuntungan-keuntungan. “GCG akan bermanfaat untuk perusahaan yang dalam hal ini merupakan sebagai inventif manajemen untuk perusahaan dalam mencapai tujuan,” ucapnya.

Di dalam kesempatan tersebut, Kadri juga memaparkan lima prinsip GCG yang terdapat di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Prinsip ini menjadi salah satu pedoman dan acuan bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis secara baik.

“UUPT telah menerapkan prinsip-prinsip GCG secara implisit di dalam UU PT, ada lima prinsipnya yaitu keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian, kewajaran dan kesetaraan,” ujarnya.

Pertama, prinsip keterbukaan. Hal ini tertuang di dalam Pasal 66 (1)&(2), Pasal 67(1), Pasal 69 (3), dan Pasal 100 (1) b, yang didalamnya dijelaskan kewajiban anggota direksi mengisi pengungkapan informasi perseroan dalam bentuk laporan tahunan dan dapat diperiksa oleh pemegang saham dan ketidakpatuhan akan berujung pada sanksi.

Lalu, pada Pasal 68 (1), menjelaskan kewajiban bagi anggota direksi untuk meminta akuntan publik mengaudit laporan keuangan bagi perseroan yang memenuhi kriteria tertentu

Kedua, akuntabilitas. Pada Pasal 92(1) dan Pasal 97 dijelaskan, Fiduciary Duties bagi anggota direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan secara beritikad baik dan penuh tanggung jawab dengan konsekuensi pertanggungjawaban pribadi atas kerugian perseroan apabila lalai.

Dalam Pasal 108 (1) dan Pasal (114), berisikan Fiduciary Duties bagi dewan komisaris dalam melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan perseroan secara beritikad baik dengan konsekuensi pertanggungjawaban pribadi atas kerugian perseroan apabila lalai

Ketiga, pertanggungjawaban. Pada Pasal 74 dijelaskan, kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perseroan dan pada Pasal 138 dijabarkan bahwa, pemeriksaan terhadap perseroan apabila terdapat dugaan bahwa perseroan atau anggota direksi atau dewan komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga.

Keempat, kemandirian. Pasal 36 menjelaskan, larangan kepemilikan saham silang, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beberapa pengecualian. Dan pada Pasal 85 (4) menjelaskan larangan bagi anggota direksi, dewan komisaris dan karyawan perseroan untuk menjadi kuasa pemegang saham dalam RUPS terkait pemungutan suara.

Kelima, kewajaran dan kesetaraan. Dalam Pasal 102 (1) dan Pasal 89 (1) dijelaskan, hak untuk ikut serta dalam memutuskan hal-hal penting bagi perseroan, seperti dalam hal merger dan akuisisi, serta penjualan atau pembelian harta tetap perseroan melalui persetujuan mayoritas pemegang saham.

Selanjutnya di dalam Pasal 84 (1) dan Pasal 85 (1) menjelaskan pemberian satu hak suara tiap saham, kecuali ditentukan lain oleh anggaran dasar dengan hak bagi pemegang saham atau kuasanya untuk menghindari RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.

Kadri juga menyinggung konsep yang ada di dalam GCG sebagai penunjang prinsip yang telah ada. “Di dalam konsepnya, GCG memiliki empat elemen penting dalam berlangsungnya GCG, pertama sistem hubungan serta tanggung jawab yang didefinisikan oleh struktur dan proses RASCI, yaitu responsible, accountable, supportive, consulted, dan  informed,” ucapnya.

“Kemudian, elemen yang kedua adalah mengatur kepentingan yang berbeda antara organ korporat. Ketiga, semua pihak terlibat dalam pengarah dan pengendalian perusahaan, dan yang terakhir adalah mengatur peningkatan nilai pemegang saham dalam jangka panjang untuk semua pemegang saham,” jelasnya.

Penerapan prinsip GCG ini dipercaya sebagai praktik yang baik di dalam sistem ekonomi pasar untuk mendorong persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. GCG juga diarahkan sebagai bentuk untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Tags:

Berita Terkait