5 Poin Konsensus ASEAN, Solusi Atasi Krisis di Myanmar
Utama

5 Poin Konsensus ASEAN, Solusi Atasi Krisis di Myanmar

Implementasi 5 poin konsensus ASEAN sangat penting untuk kesejahteraan Myanmar dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber dalam webinar yang diselenggarakan Hukumonline bertajuk 'Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar', Kamis (17/6/2021).  Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam webinar yang diselenggarakan Hukumonline bertajuk 'Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar', Kamis (17/6/2021). Foto: RES

Kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sipil Myanmar sejak 1 Februari 2021 silam berujung krisis yang sampai sekarang belum berakhir. Pada banyak wilayah di Myanmar terjadi bentrokan antara aparat dengan masyarakat sipil yang menolak kudeta militer yang cukup banyak korban jiwa di negara tersebut.   

Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jaelani mengatakan situasi di Myanmar awal tahun ini sangat tidak terduga. ASEAN selaku organisasi di kawasan telah melakukan berbagai langkah/upaya untuk mencari solusi terbaik. Tapi situasi yang berkembang saat ini semakin suram dan jumlah korban terus meningkat.

Abdul menegaskan ASEAN harus mempertimbangkan langkah terbaik untuk menyelesaikan krisis di Myanmar. Untuk itu, Junta militer Myanmar harus didorong untuk melaksanakan 5 poin Konsensus ASEAN. Pertama, kekerasan harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri. Kedua, segera memulai dialog antara semua pihak untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat.

Ketiga, utusan khusus ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan. Kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait. Menurutnya, agar 5 poin itu dapat dilaksanakan junta militer Myanmar, ASEAN harus mampu bertindak/bergerak bersama.

“5 poin konsensus ASEAN itu satu-satunya jalan keluar dan merupakan keharusan untuk diimplementasikan demi kesejahteraan masyarakat Myanmar dan keamanan di kawasan (Asia Tenggara, red),” kata Abdul Kadir Jaelani dalam webinar yang diselenggarakan Hukumonline bertajuk ”Encouraging ASEAN Community to Promote Peace in Myanmar", Kamis (17/6/2021). (Baca Juga: Hukumonline Gelar Webinar Internasional Mendorong Perdamaian di Myanmar)

Menurutnya, ASEAN harus mempercepat penunjukan dan pengiriman utusan khusus ASEAN ke Myanmar. Di sisi lain, Junta militer harus menghormati konsensus ASEAN itu dan memberikan akses masuk kepada utusan khusus agar dapat bertemu dengan semua pihak yang terlibat termasuk tahanan politik. Negara anggota ASEAN juga bisa menggunakan cara menjalin hubungan diplomatik untuk meraih dukungan (lembaga, red) internasional lain guna mendorong terciptanya solusi damai di Myanmar.

“Paling penting 5 poin konsensus ASEAN itu harus dilaksanakan secara transparan,” pintanya.

Hukumonline.com

Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jaelani.

Chief Content Officer Hukumonline, Amrie Hakim, mengatakan webinar ini merupakan lanjutan dari kegiatan serupa April 2021 lalu yang membahas persoalan krisis di Myanmar. “Ini komitmen kami terhadap isu, dan dukungan untuk Myanmar,” ujarnya.

Amrie melihat peran ASEAN sangat penting untuk menyelesaikan persoalan konflik yang dihadapi rakyat Myanmar. Dalam webinar tersebut, pandangan dari para narasumber diharapkan dapat memperkaya perspektif terhadap konflik yang selama ini terjadi di Myanmar.

Berharap dukungan konkrit

Founder and Chairperson of Advisory Board Progressive Voice (Myanmar), Khin Ohmar mengatakan situasi di Myanmar semakin mengerikan. Kudeta militer kali ini membuka lembaran baru sejarah kelam perlawanan masyarakat sipil di Myanmar. Junta militer terus menyerang kelompok pro demokrasi. Terhitung sampai Juni 2021 korban tewas lebih dari 800 orang termasuk anak-anak dan lanjut usia. Penculikan, penyanderaan, dan pemenjaraan yang dilakukan militer terus meningkat. “Ini menunjukkan militer bertindak seperti geng kriminal,” sebutnya.

Hukumonline.com

Ohmar menegaskan rakyat Myanmar menginginkan pemerintahan yang demokratis. Persoalannya kalangan militer atau Tatmadaw di Myanmar tidak mau memberikan kekuasaan ke tangan rakyat. Hal tersebut membangunkan rakyat Myanmar sadar bahwa tidak ada transisi menuju pemerintahan yang demokratis di bawah todongan senjata. “Sekarang rakyat Myanmar berjuang keras untuk meraih kehidupan demokrasi,” kata Ohmar dalam kesempatan yang sama.

Demonstrasi rakyat terjadi setiap hari dan pembangkangan sipil terus bergulir di Myanmar. Ohmar menilai saat ini junta militer bingung bagaimana mengendalikan rakyat, padahal semua upaya termasuk aksi kekerasan sudah dilakukan. Karena itu, dia melihat rakyat Myanmar sangat berharap ada dukungan dan bantuan konkrit dari komunitas internasional. Tapi sayangnya tidak ada bantuan yang diberikan baik oleh ASEAN maupun PBB. Bahkan ada pandangan yang berkembang di kalangan rakyat agar Myanmar keluar dari keanggotaan ASEAN.

“Rakyat Myanmar semakin menyadari tidak ada (komunitas internasional, red) yang menolong mereka dari kebrutalan militer,” ungkapnya.

Masyarakat Myanmar berharap pimpinan/petinggi ASEAN mendukung dan mengakui Pemerintah Persatuan Nasional Republik Persatuan Myanmar (NUG). Sebab, NUG mendapat legitimasi kuat dari kalangan masyarakat sipil di Myanmar yang menentang kebrutalan junta militer.

Dia mengaku prihatin karena Sekjen ASEAN hanya bertemu dengan junta militer, tapi tidak bertemu dengan NUG sebagai perwakilan masyarakat Myanmar. Ohmar menilai tindakan yang dilakukan militer saat ini karena tindakan yang mereka lakukan pada masa lalu tidak pernah dimintai pertanggungjawaban.

Menurut Ohmar, junta militer sangat percaya ASEAN akan mendukung mereka (Myanmar). Karena itu, ASEAN, terutama Indonesia diharapkan mampu menunjukan kepemimpinannya untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Ohmar melihat ASEAN belum mengambil langkah konkrit untuk membantu menyelesaikan krisis Myanmar. Misalnya, perusahaan dari berbagai negara di ASEAN masih menjalankan hubungan bisnis dengan pemerintah junta militer, termasuk perusahaan yang dimiliki oligarki asal Indonesia.

Hukumonline.com

Founder and Chairperson of Advisory Board Progressive Voice, Khin Ohmar.

Ohmar meminta agar ASEAN perlu mengambil langkah/kebijakan agar perusahaan yang berasal dari negara anggota menghentikan kegiatan bisnisnya di Myanmar. Selain menghentikan kegiatan bisnis, Ohmar menambahkan komunitas internasional perlu melakukan embargo senjata terhadap Myanmar. “Rakyat Myanmar juga berharap masalah ini dibawa ke Dewan Keamanan PBB dan Mahkamah Internasional.”

Tags:

Berita Terkait