5 Penyidik Ini Berwenang Mengusut Aset Tindak Pidana
Terbaru

5 Penyidik Ini Berwenang Mengusut Aset Tindak Pidana

Dalam melakukan penelusuran, penyidik dapat melakukan kerja sama dengan lembaga yang melaksanakan analisis transaksi keuangan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam waktu dekat DPR bersama pemerintah bakal membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana. RUU ini dinilai penting sebagai bagian dari sistem peradilan tindak pidana. Ada banyak ketentuan yang diatur dalam RUU ini antara lain soal hukum acara perampasan aset. RUU Mengatur penelusuran aset yang dapat dirampas dilakukan oleh penyidik sesuai kewenangannya.

Ada 5 penyidik yang berwenang menelusuri aset yang dapat dirampas yakni pejabat Polri, pejabat Kejaksaan, pejabat KPK, pejabat BNN, dan pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Penyidik dalam melakukan penelusuran berwernang meminta dokumen kepada setiap orang, instgansi pemerintah, atau instansi terkait.

“Dalam melakukan penelusuran, penyidik dapat melakukan kerja sama dengan lembaga yang melaksanakan analisis transaksi keuangan,” begitu bunyi Pasal 8 ayat (4) RUU Perampasan Aset.

Baca juga:

Ketika penyidik meminta dokumen, RUU mengatur setiap orang, instansi pemerintah, atau instansi terkait lain wajib memberikan dokumen kepada penyidik. Pemberian dokumen itu dilakukan dengan pembuatan berita acara penyerahan dokumen yang diteken penyidik, orang, pejabat yang berwenang dari instansi pemerintah atau pejabat yang berwenang dari instansi terkait dan 2 orang saksi.

Setiap orang, instansi pemerintah, atau instansi terkait lain dilarang memberitahukan kepadda pihak lain baik langsung maupun tidak langsung dan dengan cara apapun mengenai permintaan dan pemberian dokumen. Pemberian dokumen itu dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerahasiaan.

Setelah pemberian dokumen kepada penyidik, setiap orang, instansi pemerintah, atau instansi terkait lain wajib menyimpan surat permintaan dokumen, fotokopi dokumen yang diserahkan. Serta berita acara penyerahan dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RUU memberikan perlindungan hukum terhadap pihak yang memberikan informasi dengan beritikad baik. Pasal 10 menyebutkan, “Setiap Orang, instansi pemerintah, atau instansi terkait lain yang memberikan informasi dengan beriktikad baik tidak dapat digugat secara perdata, tata usaha negara, atau dituntut secara pidana”.

Lebih lanjut, RUU mengamanatkan untuk kepentingan penelusuran, lembaga yang melaksanakan analisis transaksi keuangan dapat melakukan penghentian transaksi. Dalam melakukan penghentian transaksi, lembaga yang melaksanakan analisis transaksi keuangan dapat meminta penghentian transaksi kepada lembaga yang berwenang. Penghentian transaksi dilaksanakan paling lama 5 hari setelah surat permintaan Penghentian transaksi diterima.

Kemudian, untuk kepentingan penelusuran, penghentian itu dapat diperpanjang paling lama 15 hari setelah surat permintaan perpanjangan penghentian transaksi diterima. Dalam hal jangka waktu penghentian transaksi berakhir, penghentian transaksi dinyatakan berakhir demi hukum.

Lembaga yang bewenang sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) RUU wajib menyampaikan berita acara penghentian transaksi paling  lama 1 hari setelah penghentian transaksi dilaksanakan kepada lembaga yang melaksanakan analisis transaksi keuangan. Terakhir, lembaga yang melaksanakan analisis keuangan menyerahkan penanganan aset yang dilakukan penghentian transaksi kepada penyidik untuk dilakukan pemblokiran.

Anggota Komisi III Arsul Sani belum dapat mengomentari lebih dalam materi muatan RUU Perampasan Aset. Sebab masing-masing fraksi partai di DPR sedang menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) mengingat RUU tersebut menjadi usul insiatif pemerintah. Menurutnya, pembuatan DIM membutuhkan waktu kurang lebih dua sampai tiga bulan. Sebab masing-masing fraksi meminta masukan dari berbagai kalangan masyarakat, akademisi dan pemangku kepentingan lainnya.

RUU Perampasan Aset mulai diusulkan Psat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan pada 2008 silam. Kemudian pada 2022, RUU tersebut resmi masuk daftar Prolegnas Prioritas 2023. Panjangnya waktu yang dilalui RUU Perampasan Aset untuk masuk daftar Prolegnas Prioritas bukan karena adanya penolakan dari DPR, tapi bergantung dari masukan banyak pihak. Dengan demikian untuk mendapatkan kepastian hkum, pembahasan RUU Perampasan Aset membutuhkan kehati-hatian dan tidak dapat dikebut dalam waktu singkat.

“Siap melakukan pembahasan. Namun kalau dikaitkan ini harus cepat, kalau nggak jadi sekian minggu, atau sekian bulan, ini tidak bisa begitu, tidak kemudian dikebut,” pungkas politisi Partai Persatuan Pembangunan itu di Komplek Gedung Parlemen Rabu (10/5/2023) pekan lalu.

Tags:

Berita Terkait