5 Hambatan Kebebasan Sipil di Indonesia
Terbaru

5 Hambatan Kebebasan Sipil di Indonesia

Salah satunya mekanisme peradilan, dan birokrasi selama ini cenderung melanggengkan politik impunitas dalam kelembagaan negara.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, politik manipulasi. Herlambang mengatakan pembohongan akibat politik dominan yang mengendalikan media digital cenderung menguat. Pembohongan itu kerap mengalihkan kesemrawutan dalam mengelola negara, mengambinghitamkan kesalahan, dan menormalisasi kesewenang-wenangan.

Kelima, masifnya korupsi dan penjarahan sumberdaya alam. Herlambang melihat korupsi terus terjadi, tak berubah situasinya. Penjarahan sumberdaya tak terkendali akibat politik perijinan administrasi yang meliberalkan dan memudahkan tanpa menghitung dampak sosial dan ekologis.

Deforestasi akibat ekspansi tambang batubara dan sawit mengorbankan warga negara terutama masyarakat hukum adat. Sebaliknya, upaya mencegah korupsi dan eksploitasi sumberdaya alam, justru memperlihatkan risiko tinggi serangan, seperti kasus Novel Baswedan, dan penyingkiran puluhan pegawai KPK.

Dosen Hukum Tata Negara FH UGM itu mengatakan, kelima tantangan itu terkait sistem politik Indonesia yang mendapatkan keuntungan representasi formal ketatanegaraan. Hal itu membentuk kultur dan bahkan struktur kuasa dan relasi barunya yakni ‘embedded oligarch politics’ (politik oligarki yang melekat). Sehingga kartelisasi dalam sistem politiknya, termasuk dalam sistem Pemilu, berulang dan mengonsolidasi secara lebih rapi dan kuat (cartelized political system).

“Hukum, dalam konteks ini, mewujud jadi hegemonik kepentingan rezim, sehingga kritik terhadapnya berhadapan dengan tekanan politik dan kekerasan,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Arief T Surowidjojo, mengaku beruntung karena pernah merasakan 3 rezim pemerintahan mulai dari orde lama, orde baru, dan setelah reformasi. Dari setiap rezim pemerintahan itu salah satu pokok persoalan terkait demokrasi dan HAM yang sering terjadi yakni mengenai kebebasan sipil.

Arief menceritakan pada masa orde lama dan orde baru ruang kebebasan sipil sangat terbatas. Sekalipun terbatas tapi kebebasan sipil kala itu bisa ditemukan melalui media, partisipasi partai politik, mahasiswa dan kalangan intelektual yang menyampaikan pendapat. Berbagai hal itu merupakan upaya merawat kebebasan sipil.

“Beruntung tahun 1998 ada kesempatan untuk menata kembali kebebasan sipil dan konstitusi,” katanya.

Selain itu Arief mengingatkan untuk terus merawat kebebasan sipil. Karena ada keprihatinan terkait kebebasan sipil. Oleh karena itu perjuangan untuk merawat dan menjaga kebebasan sipil harus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan STH Indonesia Jentera dalam merawat kebebasan sipil adalah menggelar konferensi nasional ini.

“Untuk berdiskusi dan merawat bagaimana kebebasan sipil ke depan dimana memang tidak mudah untuk merawat itu,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait