5 Guru Besar Surati Jokowi Tolak RPP Warga Binaan
Berita

5 Guru Besar Surati Jokowi Tolak RPP Warga Binaan

Bermaksud mengingatkan Presiden bahwa korupsi adalah suatu extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa sehingga penindakannya harus secara khusus.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan (RPP Warga Binaan) menguntungkan koruptor. Hal ini diakatakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho.

"Secara substansi, kami menilai RPP Warga Binaan usulan pemerintah tersebut jelas menguntungkan koruptor berupaya memberikan banyak celah dan peluang agar koruptor lebih cepat keluar dari penjara," katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Senin (5/9).

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya bersama empat guru besar dari sejumlah perguruan tinggi yang tergabung dalam "Guru Besar Antikorupsi" mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang berisi permintaan untuk menolak pengesahan regulasi yang mempermudah pemberian remisi bagi koruptor.

Empat guru besar lainnya terdiri atas Prof. Moh. Mahfud M.D. (Universitas Islam Indonesia), Prof. Rhenald Kasali dan Prof. Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia), serta Prof. Marwan Mas (Universitas Bosowa '45 Makassar).

"Hari ini, surat tersebut kami kirimkan kepada Presiden. Sebenarnya ini mengingatkan kembali kepada Presiden, bahwa korupsi adalah suatu extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa sehingga penindakannya harus secara khusus," jelasnya.

Lebih lanjut, Hibnu mengatakan penindakan secara khusus tersebut sebagai bentuk aspek penjeraan serta bagian dari pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi pada generasi yang mendatang.

Menurut dia, regulasi dalam konteks RPP Warga Binaan menganggap tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana umum, sehingga jika disahkan akan terjadi pengingkaran terhadap kejahatan luar biasa.

"Permasalahannya, apakah korupsi dijadikan tindak pidana biasa? Kan belum," katanya. (Baca Juga: Ratusan Koruptor dapat Remisi, KPK Sesalkan Efek Jera Berkurang)

Ia mengatakan pemerintah tidak perlu sibuk mengurusi masalah penegakan hukum terhadap koruptor yang sebenarnya sudah disepakati dan diterima masyarakat.

Menurut dia, sebenarnya masih banyak pekerjaan yang sekiranya harus didahulukan seperti Rancangan Undang-Undangan (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

"Kita jangan sibuk dengan masalah yang sebenarnya sudah diterima masyarakat, dan sekarang menjadi malah polemik kembali," tegasnya.

Menurut dia, penegakan hukum terhadap koruptor dalam beberapa tahun terakhir terkesan sudah lentur yang diperparah dengan elit politik yang memberikan kelenturan seperti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan yang meminta koruptor tidak dipenjara dengan alasan over capacity.

Sebelumnya
, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, permasalahan remisi tak dapat ditelisik dengan menggunakan kaca mata kuda yang pandangannya kerap lurus ke depan, tanpa memperhatikan ke sisi lain. Padahal pemberian remisi dilakukan pemerintah dengan menelisik berbagai sudut, termasuk semangat pemberantasan korupsi, narkoba maupun terorisme.

Namun, semangat pemberantasan kejahatan extra ordinary crime tidak menjadi satu-satunya sudut pandang. Oleh sebab itu, diperlukan pandangan lain agar memperkaya argumentasi sebelum mengambil kebijakan terhadap persoalan nasib narapidana.

“Melihat persoalan remisi ini sebaiknya tidak hanya menggunakan kaca mata kuda yang pandangannya lurus ke depan dan tanpa memperhatikan sisi pandang lainnya. Seyogianya beberapa sudut pandang juga dipergunakan sekaligus termasuk sudut pandang semangat pemberantasan korupsi, narkoba maupun terorisme,” ujarnya.

Misalnya, aspek sudut pandang konsepsi, prinsip-prinsip pemasyarakatan atau correctional centre yang terdapat dalam UU Pemasyarakatan sejenis di negara lain. Selain itu, prinsip-prinsip sistem peradilan pidana terpadu, khususnya terkait dengan maksimalisasi tuntutan dan vonis hukuman terhadap terdakwa.

“Dengan begitu, remisi tidak dijadikan kesan pemotongan masa hukuman yang tidak memberikan efek jera,” katanya. (Baca Juga: Menkumham Bantah Revisi PP Remisi Demi Ringankan Hukuman Koruptor)

Tags:

Berita Terkait