5 Catatan Menyederhanakan Izin Investasi Melalui Omnibus Law
Berita

5 Catatan Menyederhanakan Izin Investasi Melalui Omnibus Law

Terdapat regulasi-regulasi yang tumpang tindih tersebar dalam berbagai peraturan. UU Omnibus Law dianggap jadi jalan keluar. Namun, terdapat berbagai hal penting yang harus diperhatikan sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah sedang menyusun pembentukan Undang-Undang (UU) Omnibus Law sebagai salah satu cara menyederhanakan perizinan investasi yang selama ini tumpang tindih. Konsep UU Omnibus Law ini akan mengamandemen berbagai peraturan yang tersebar kemudian disusun dalam satu peraturan.

 

Penyusunan Omnibus Law pada sektor perizinan investasi ini bukan hal mudah. Pasalnya, terdapat banyak peraturan perizinan investasi yang tersebar dalam berbagai UU. Sehingga, pemerintah harus jeli menyusunnya agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum pada publik.

 

Pakar Hukum Tata Negara dan Dosen FH Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan, memberikan lima catatan kepada pemerintah agar tepat menyusun UU Omnibus Law ini. Persoalan pertama, Jimmy menyatakan secara praktik terdapat dua pola dalam UU Omnibus Law, yaitu peninjauan terhadap UU serta pengaturan materi baru dan mencabut aturan-aturan terkait. Berdasarkan dua pola tersebut, pembentuk undang-undang memilih salah satu.

 

Kedua, dia menilai UU Omnibus Law ini akan efektif bila dibuat berdasarkan pada suatu tema yang sama, misalnya pemerintahan daerah, agraria, pajak dan sebagainya. Konsep ini pernah diterapkan seperti yang dilakukan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Pasal 409 UU Pemda mencabut dan menyatakan tidak berlakunya dua undang-undang secara keseluruhan dan ketentuan-ketentuan dalam dua UU lain.

 

Menurutnya, penekanan pada tema yang sama dimaksudkan agar memahami konteks desain politik hokum yang berkembang dalam undang-undang yang berkaitan dengan mendasarkan pada konstitusi.

 

Ketiga, penyusun regulasi harus melakukan pengkajian mendalam terhadap landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari ketentuan dalam undang-undang yang hendak dicabut atau dievaluasi. “Sebab jangan sampai filosofi dari undang-undang yang baru justru bertentangan dengan konstitusi,” jelas Jimmy kepada hukumonline, Minggu (13/10).

 

Keempat, perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membentuk Undang-Undang Omnibus Law. Hal ini dimaksudkan agar mengontrol kebijakan dalam undang undang omnibus nantinya, yang tidak serta merta mengambil satu kebijakan pemerintah, namun berpotensi merugikan masyarakat.

 

Kelima, pembentuk undang-undang harus cermat dalam mencabut semua UU yang berkaitan. Sebab jika tidak cermat, Jimmy mengkhawatirkan akan muncul perdebatan dalam implementasi aturan nantinya.

 

Hal itu sebagaimana yang terjadi dalam UU Pemda, yang mengalihkan semua kewenangan pengelolaan pertambangan ke Pemerintah Daerah Provinsi, dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

(Baca: RUU Perpajakan Dinilai Solusi Tumbuhkan Ekonomi dan Dunia Usaha)

 

Akan tetapi, UU Pemda tidak mencabut Pasal 8 ayat (1) huruf a, b dan c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota. Tentunya, perdebatan dalam implementasi semakin panjang bila menggunakan asas lexspesialis derogate legi generalis(aturan yang khusus mengenyampingkan aturan yang umum).

 

Sebelumya, pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan akan menerapkan Omnibus Law dan mengurangi perizinan guna dorong iklim investasi.

 

Pasalnya, keselarasan regulasi dan insentif sangat dibutuhkan oleh industri properti, agar industri ini bisa bangkit dan tumbuh menjadi lokomotif yang mendorong roda perputaran ekonomi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, saat ini iklim investasi di Indonesia masih terhambat, utamanya soal perizinan. Maka dari itu, Pemerintah menindaklanjuti dengan meninjau kembali sejumlah aturan.

 

Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil mengungkapkan skema penyatuan sejumlah aturan atau omnibus law bakal memperluas iklim investasi pada sektor properti. “Omnibus Law adalah iklim menciptakan investasi lebih baik, kita akan lihat iklim investasi yang selama ini menjadi masalah dan itu akan dicari solusinya termasuk properti dan investasi yang lain,” ujar Sofyan, September lalu.

 

Sofyan menjelaskan iklim investasi Indonesia masih tidak terlalu menarik dalam persaingan global. Hal itu terlihat dari adanya 31 perusahaan besar asal Tiongkok yang ekspansi ke berbagai negara, tapi tidak melirik pasar di Tanah Air dan malah masuk ke negara tetangga.

 

Salah satu cara pemerintah untuk menarik investasi dengan penerbitan omnibus law yang dianggap bisa menjadi terobosan untuk melikuidasi syarat perizinan usaha yang ada di berbagai undang-undang sektoral.

 

Pemerintah melalui, Kementerian ATR/BPN akan melakukan perubahan paradigma dengan mengurangi perizinan dan menerapkan standar, hal ini akan mempermudah perkembangan industri properti.

 

Dengan berkurangnya jumlah perizinan, pemerintah akan memperbanyak jumlah inspektur atau pengawas untuk menjaga agar pembangunan tetap sesuai dengan standar yang diberlakukan pemerintah.

 

“Kalau standar tidak dijalankan, nanti inspektur bangunan yang akan melakukan penertiban dengan tindak keras, bongkar gedung, bahkan bisa masuk pidana jika menggangu keselamatan umum,” tegas Sofyan.

 

Tags:

Berita Terkait