4 Unit Usaha Asing Dinilai Langgar Ketentuan Perpajakan
Berita

4 Unit Usaha Asing Dinilai Langgar Ketentuan Perpajakan

Tiga diantaranya unit usaha Google, Facebook, dan Tweeter.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menemukan bukti kuat empat unit usaha (berbentuk Perseroan Terbatas, Representative Office, atau orang pribadi) yang seharusnya masuk dalam kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT), namun tidak mendaftarkan unit usaha tersebut sebagai BUT.

“Atas hal tersebut, Ditjen Pajak akan melaksanakan pemeriksaan lebih dalam mengenai kewajiban perpajakan dari unit-unit usaha tersebut,” hal ini disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, dalam rilis yang diterima hukumonline, Rabu (6/4).

Dalam kaitan ini, kata Mekar, Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (KPP Badora) Kanwil DJP Jakarta Khusus, telah menetapkan unit usaha Google, Facebook dan Twitter sebagai BU. Selanjutnya, Ditjen Pajak akan melakukan penelitian serta pemeriksaan atas kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diperoleh Indonesia dari BUT tersebut.

Selain itu, KPP Badora telah menetapkan satu badan yang kedudukannya tidak bebas, di mana menjalankan usaha sebagai agen pemasaran jasa kesehatan/perawatan dari Rumah Sakit di Luar Negeri, namun perusahaan tersebut dengan sengaja tidak melaporkan usahanya sebagai BUT untuk menghidari penghasilan kantor pusat di luar negeri ditarik menjadi penghasilan di negeri sumber, dalam hal ini penghasilan yang diperoleh di Indonesia (force of attraction rule).

Mekar mengatakan, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar merupakan target pasar yang sangat baik bagi Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) untuk menjalankan usaha dan memperoleh penghasilan di Indonesia. “Pemerintah Indonesia melalui Ditjen Pajak bekerja sama dengan instansi-instansi terkait akan lebih waspada dalam mengawasi pengenaan pajak dari berbagai jenis usaha tersebut,” kata Mekar.

Dijelaskan Mekar, pemajakan terhadap WPLN dapat dibedakan kepada mereka yang memperoleh atau menerima penghasilan dari: (1) menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia (WP PMA); (2) mengoperasikan anak perusahaan di Indonesia, atau (3) WPLN yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui BUT.

BUT atau Permanent Establishment (PE) sesuai Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

BUT dapat berupa: (a) tempat kedudukan management; (b) cabang perusahaan; (c) kantor perwakilan; (d) gedung kantor; (e) pabrik; (f) bengkel; (g) gudang; (h) ruang untuk promosi & penjualan; (i) pertambangan dan penggalian sumber alam; (j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; (k) perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan; (l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

(m) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; (n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; (o) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan (p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menyelengarakan kegiatan usaha melalui internet.

"Ditjen Pajak akan terus melaksanakan penelitian, pembinaan dan pengawasan untuk memastikan para pelaku usaha membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku,” tandas Mekar.

Tags:

Berita Terkait