4 Sebab Peredaran Obat Ilegal Masih Marak
Berita

4 Sebab Peredaran Obat Ilegal Masih Marak

Aksi pembongkaran adanya obat ilegal oleh Bareskrim Mabes Polri dan dan Badan POM patut diapresiasi. Namun, YLKI menilai aksi semacam ini belum mampu membuat para pelaku jera, bahkan cenderung mengulang perbuatannya.

Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Polisi diminta tegas terhadap pengedar obat ilegal. Ilustrator: BAS
Polisi diminta tegas terhadap pengedar obat ilegal. Ilustrator: BAS
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut prihatin dengan maraknya peredaran obat-obat ilegal di tengah masyarakat. Ketua harian YLKI, Tulus Abadi, berpendapat penegakan hukum terhadap pelaku obat ilegal masih sebatas dari sisi hilir, sehingga belum mampu membuat jera si pelaku.

Tulus mengatakan, aksi pembongkaran adanya obat ilegal oleh Bareskrim Mabes Polri dan dan Badan POM patut diapresiasi. Namun dalam pantauan YLKI aksi semacam ini belum mampu membuat para pelaku jera, bahkan cenderung mengulang perbuatannya. “Hal ini disebabkan karena empath al,” ujar Tulus.

Pertama, hukumannya masih ringan. Menurut Tulus, rata-rata vonis yang dijatuhkan kepada pelaku obat ilegal tergolong ringan, yakni hanya hukuman percobaan. Kedua, Polri dan Badan POM hanya mampu membongkar dari sisi hilir. “Belum pada sisi hulu. Pelaku-pelaku utama belum mampu dicokok,” katanya.

Ketiga, Badan POM juga masih reaksioner dalam melakukan pengawasan. Tulus mengatakan, sejauh ini BPOM belum mampu melakukan pengawasan intensif di pusat-pusat pelaku obat illegal, sehingga peredaran obat ilegal masih sering terjadi.

Keempat, Polisi dan Badan POM juga harus aktif melakukan inspeksi dan melakukan penegakan hukum bukan hanya pada pasar konvensional. Tulus berpendapat, saat ini pihak penegak hukum juga harus menyasar pasar online untuk melakukan inspeksi. Hal ini disebabkan menjamurnya bisnis online di tengah masyarakat.

Untuk diketahui, pada 2 September lalu, Tim Gabungan Badan POM bekerja sama dengan Direktorat V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, berhasil menemukan 5 gudang produksi dan distribusi obat ilegal di Komplek Pergudangan Surya Balaraja blok E-19, F-36, H-16, H-24 dan I-19, Jl. Raya Serang KM 28 Balaraja Banten. Operasi ini dikembangkan dari adanya penyalahgunaan obat Carnophen hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tahun 2014 Badan POM berhasil mengungkap penyalur bahan baku Carnophen ilegal di Jakarta, dan di tahun 2015 Polri berhasil mengungkap salah satu pelaku terbesar produksi dan distribusi obat Carnophen di wilayah Kalimantan Selatan.

Dari 5 gudang produksi dan distribusi obat ilegal di Balaraja Banten tersebut berhasil ditemukan alat-alat produksi obat ilegal seperti mixer, mesin pencetak tablet, mesin penyalut/coating, mesin stripping, dan mesin filling. Selain itu juga ditemukan bahan baku obat, produk ruahan, bahan kemasan, maupun produk jadi obat dan obat tradisional siap edar yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp30 miliar.

“Temuan didominasi oleh obat yang sering disalahgunakan untuk menimbulkan efek halusinasi”, ungkap Penny K. Lukito, Kepala Badan POM. (Baca Juga: Wapres JK Minta BPOM Perketat Pengawasan Peredaran Obat)

Trihexyphenydyl dan Heximer merupakan obat anti parkinson yang bila digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan mempengaruhi aktivitas mental dan perilaku yang cenderung negatif. Temuan lain adalah obat analgetika/anti nyeri Tramadol yang jika disalahgunakan dapat menimbulkan efek halusinasi. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, Trihexyphenydyl dan Tramadol termasuk dalam golongan Obat-Obat Tertentu (OOT) yang penyalahgunaannya dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Karena efek negatifnya, maka golongan OOT hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.

Industri farmasi yang menggunakan bahan baku OOT hanya boleh menggunakannya untuk keperluan produksinya sendiri dan tidak boleh memindahtangankan bahan OOT kepada pihak lain, walaupun dalam satu grup, kecuali ada izin khusus dari Kepala Badan POM. Carnophen dan Somadryl juga ditemukan dalam gudang tersebut.

Kedua obat ini merupakan obat nyeri otot yang memiliki kandungan bahan aktif Carisoprodol, yang jika sering digunakan dapat menimbulkan efek halusinasi. Karenanya, Badan POM telah membatalkan izin edar obat yang hanya mengandung Carisoprodol sejak tahun 2013 melalui Keputusan Kepala Badan POM No.HK.04.1.35.06.13.3535 tentang Pembatalan Izin Edar Karisoprodol Tunggal. Selain itu, ditemukan Dextrometorphan yang merupakan obat antitusif/obat batuk yang sering disalahgunakan karena dapat menimbulkan efek halusinasi. Dextromethorphan dalam bentuk sediaan tunggal juga sudah dilarang peredarannya oleh Badan POM sejak tahun 2013.

“Selain obat, Tim juga menemukan obat tradisonal merek Pa’e, African Black Ant, New Anrat, Gemuk Sehat, dan Nangen Zengzhangsu dalam jumlah besar”, jelas Penny. “Produk tersebut merupakan produk tanpa izin edar/mencantumkan nomor izin edar fiktif, dan telah masuk dalam daftar public warning Badan POM karena mengandung bahan kimia obat Sildenafil Sitrat yang disalahgunakan sebagai penambah stamina pria/obat kuat,” lanjutnya.

Modus pelaku kejahatan ini adalah memproduksi obat yang sudah dibatalkan nomor izin edarnya, memalsukan obat yang telah memiliki izin edar, serta mencampur bahan kimia obat dalam obat tradisional. “Tindakan memproduksi dan mendistribusikan produk ilegal melanggar Pasal 196 dan/atau Pasal 197 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar,” jelas Penny.

Tags:

Berita Terkait