4 Potensi Masalah Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN
Berita

4 Potensi Masalah Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN

​​​​​​​Ini efek domino dari UU KPK baru.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi para pegawai KPK keluar dari gedung pada saat jam pulang kerja. Foto: RES
Ilustrasi para pegawai KPK keluar dari gedung pada saat jam pulang kerja. Foto: RES

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Instruksi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Dengan ditandatangani dan diundangkannya PP ini oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 27 Juli 2020, maka pegawai KPK baik itu tetap atau pegawai tidak tetap telah beralih status sebagai ASN.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengatakan, pihaknya sedang mempelajari dan menganalisis PP 41 Tahun 2020 tersebut dari berbagai aspek, termasuk pengaruhnya bagi independensi. “Terutama dampaknya bagi independensi Pegawai KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di negeri ini. Hasilnya nanti akan kami sampaikan,” ujar Yudi.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai setidaknya ada empat persoalan yang akan muncul akibat peralihan status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara. Pertama, makin terkikisnya independensi KPK, sebab salah satu ciri lembaga negara independen tercermin dari sistem kepegawaiannya yang dikelola secara mandiri. Ini juga merupakan implementasi dari self regulatory body yang ada pada lembaga negara independen.

“Kedua, sulit diharapkan keberaniannya (KPK) dalam menindak pelaku korupsi yang berasal dari lingkup pemerintahan. Ketika hal ini terealisasi seluruh aturan kepegawaian KPK bukan lagi tunduk pada KPK akan tetapi justru pada KemenPanRB yang mana merupakan bagian dari pemerintah,” kata Kurnia dalam poin kedua.

Sementara ketiga penanganan perkara sewaktu-waktu dapat terganggu dengan adanya alih status kepegawaian ini. Hal ini karena ketika pegawai KPK menjadi bagian dari aparatur sipil negara maka kapan saja dapat dipindahkan ke lembaga negara lainnya, sehingga penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani menjadi terganggu.

Kemudian poin keempat, berpotensi mengurangi independensi penyidik karena dengan berlakunya regulasi ini maka setiap penyidik KPK akan berganti status menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan Pasal 7 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa PPNS dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian.

“Itu di bawah penyidik PPNS Brigjen Prasetyo Utomo yang sudah menjadi tersangka. Ini hanya efek domino dari UU KPK baru,” terangnya. (Baca: Dua Profesor Ini Sebut Perma Pemidanaan Perkara Tipikor Batasi Kemandirian Hakim)

Sebagaimana diketahui, dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal (1) angka 7 PP 41/2020 menyebutkan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN. Kemudian angka 8 menyebutkan Pegawai Tetap Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disebut dengan Pegawai Tetap adalah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dan diangkat oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui pengadaan pegawai untuk menjadi Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara pada angka 9 menyebutkan Pegawai Tidak Tetap Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disebut dengan Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dan terikat dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu sesuai dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Ruang lingkup pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai ASN, meliputi: a. Pegawai Tetap; dan b. Pegawai Tidak Tetap,” bunyi Pasal 2. (Baca: MA Terbitkan Peraturan Pedoman Hakim Menghukum Koruptor, Ini Isinya)

Untuk persyaratan pengalihan sendiri ada enam syarat. Pertama berstatus sebagai Pegawai Tetap atau Pegawai Tidak Tetap KPK, kedua setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah. Poin ketiga memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan jabatan.

Kemudian untuk syarat keempat, kelima dan keenam yaitu memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan, memiliki integritas dan moralitas yang baik dan terakhir syarat lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ASN yang ditetapkan dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Untuk proses pengalihannya sendiri melalui beberapa tahapan. Pertama melakukan penyesuaian jabatan-jabatan pada KPK saat ini menjadi jabatan-jabatan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua melakukan identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK saat ini, ketiga memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman Pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki.

Poin keempat melakukan pelaksanaan pengalihan Pegawai KPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 rnenjadi PNS atau PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelima melakukan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan pada Pasal (4) angka 2 menyatakan pelaksanaan pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dilakukan dengan memperhatikan struktur organisasi dan tata kerja di lembaga antirasuah tersebut.

Sedangkan untuk tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi ASN diatur lebih lanjut dengan Peraturan KPK dan dalam penyusunan peraturan KPK itu sendiri melibatkan kementerian/lembaga terkait. Untuk proses pengangkatan sendiri dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan kemudian prosesnya dilakukan setelah struktur organisasi dan tata kerja KPK yang baru ditetapkan.

Tags:

Berita Terkait