4 Poin Penting untuk Kalangan HRD Perusahaan Pasca Persetujuan Perppu Cipta Kerja
Terbaru

4 Poin Penting untuk Kalangan HRD Perusahaan Pasca Persetujuan Perppu Cipta Kerja

Kalangan HRD dan General Affair di perusahaan agar mengantisipasi perubahan aturan ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Perppu.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Senior Associate Soemadipradja & Taher, Dimas Koencoro Noegroho . Foto: Ady
Senior Associate Soemadipradja & Taher, Dimas Koencoro Noegroho . Foto: Ady

DPR resmi menyetujui Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dalam rapat paripurna Rabu (21/03/2023) lalu. Secara umum substansi materi muatan yang tertuang dalam Perppu tak jauh berbeda dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lantas seperti apa implementasi di sektor ketenagakerjaan?.

Senior Associate Soemadipradja & Taher, Dimas Koencoro Noegroho mengatakan, pada prinsipnya Perppu No.2 Tahun 2022 berlaku sejak diundangkan yakni 30 Desember 2022. Perppu mengatur beberapa hal baru dalam klaster ketenagakerjaan antara lain praktik alih daya atau outsourcing di mana pemerintah menetapkan sebagian jenis pekerjaan outsourcing yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Kemudian, terkait penetapan upah minimum kabupaten/kota dan formula penghitungan upah minimum dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. “Perppu Cipta Kerja ini untuk bidang ketenagakerjaan intinya hanya mengubah 2 hal yakni soal outsourcing dan penetapan upah minimum,” ujar Dimas dalam acara Gathering Asosiasi HR-GA Karawang bertema ‘Strategi Praktis HRD GA Mengimplementasikan Ketentuan bidang Ketenagakerjaan Pasca Disahkannya Perppu CK Menjadi UU’ yang diselenggarakan hukumonline, Jumat (31/03/2023).

Baca juga:

Kendati Perppu mencabut UU 11/2020, tapi peraturan pelaksananya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan isi Perppu. Dimas mencatat, setidaknya ada 3 peraturan pelaksana UU 11/2020 klaster ketenagakerjaan. Pertama, PP No.34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Kedua, PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketiga, PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Ada juga PP No.37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Pelaku hubungan industrial, terutama kalangan pengusaha perlu melakukan upaya guna mengantisipasi terkait perubahan peraturan ketenagakerjaan pasca disetujuinya Perppu 2/2022 oleh DPR. Oleh karena itu, Dimas menyarankan kepada kalangan Human Resource Departement (HRD) atau SDM dan General Affair (GA) di perusahaan untuk mengantisipasi perubahan aturan ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Perppu. Sedikitnya ada 4 hal yang perlu dilakukan.

Pertama, melakukan penyesuaian dokumen ketenagakerjaan seperti Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan berbagai ketentuan ketenagakerjaan yang telah diubah Perppu Cipta Kerja. Mengingat substansi Perppu sebagian besar sama seperti UU11/2020, Dimas yakin sebagian besar perusahaan sudah melakukan penyesuaian itu.

Kedua, ada beberapa isu yang patut dicermati seperti kompensasi pembayaran uang penggantian hak dimana tidak ada lagi komponen 15 persen yang terdiri dari penggantian perumahan serta pengobatan. Dimas mengatakan pada praktiknya ini tidak mudah dilakukan perusahaan karena dampaknya adalah mengurangi kompensasi pesangon yang diterima pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Tapi perusahaan juga ingin menyesuaikan peraturan yang berlaku di perusahaan dengan UU yang sekarang berlaku.

“Poin ini yang kadang menimbulkan masalah di perusahaan,” ujarnya.

Ketiga, mencantumkan pelanggaran yang bersifat mendesak. Dimas menjelaskan MK telah mencabut ketentuan Pasal 158 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur PHK terhadap pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran berat. Akibatnya sebelum melakukan PHK dengan alasan tersebut harus ada putusan pidana terlebih dulu. Ketentuan itu kemudian diatur dalam Pasal 52 PP 35/2021, di mana pelanggaran bersifat mendesak dapat diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Keempat, perusahaan perlu mengatur tentang uang pisah dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Menurut Dimas hal itu penting untuk diatur dalam peraturan di perusahaan agar tidak menimbulkan perbedaan pendapat antara perusahaan dengan pekerja/buruh.

Tags:

Berita Terkait