4 Pernyataan Sikap Sub Pokja Civic Space C20 Indonesia untuk Pimpinan G20
Terbaru

4 Pernyataan Sikap Sub Pokja Civic Space C20 Indonesia untuk Pimpinan G20

Diantaranya mengecam keras tindakan pengamanan berlebihan aparat kepolisian Indonesia terhadap masyarakat sipil berikut kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat untuk menyukseskan puncak acara G20; hingga merespons kualitas ruang sipil global yang semakin menyusut.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Dalam beberapa hari ini Indonesia menjadi sorotan dunia karena sebagai pemimpin presidensi penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Masyarakat sipil yang tergabung dalam Sub Pokja Civic Space C20 mencatat forum G20 tahun ini terancam gagal menghasilkan komunike sebagaimana dihasilkan tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu anggota Sub Pokja Civic Space C20 Indonesia dari PSHK, Auditya Saputra, menjelaskan komunike adalah dokumen yang mewakili komitmen bersama para pimpinan ekonomi terbesar dunia itu. Utamanya mengenai situasi perdamaian dunia hari ini. “Sub Pokja Civic Space menyayangkan kegagalan tersebut,” kata Auditya Saputra saat dikonfirmasi, Selasa (15/11/2022).

Auditya menjelaskan gagasan mengenai perlindungan dan perluasan ruang sipil telah diadopsi dan baru kali ini isu tersebut menjadi bagian dari struktur kerja C20. Tapi bukan berarti isu civic space dalam presidensi Indonesia di G20 ini tanpa tantangan. Sub Pokja Civic Space C20 setidaknya memiliki 3 catatan.

Baca Juga:

Pertama, memastikan keberlanjutan isu civic space dalam presidensi berikutnya di India, Brazil, dan selanjutnya di Afrika Selatan dalam struktur C20. Inisiatif masyarakat sipil Indonesia dengan latar ruang sipil yang penuh tantangan namun berhasil melahirkan Sub-Pokja Civic Space.

Hal itu memberi pesan penting kepada India, Brasil, dan Afrika Selatan sebagai suksesor G20 berikutnya bahwa C20 sebagai penyambung aspirasi masyarakat sipil global, harus mempunyai sikap independen dan berani mengambil inisiatif tanpa perlu menunggu atau menginduk pada kemauan politik pemerintah dalam agenda prioritas G20.

“Isu-isu penting seperti kebebasan sipil, disabilitas, gender perlu diberi porsi afirmatif, sehingga intervensi C20 terhadap G20 dapat terus menjejak ke depan, alih-alih memposisikan diri sepenuhnya sebagai stempel kebijakan pemerintah,” ujar Auditya.

Tags:

Berita Terkait