4 Penyempurnaan Substansi UU Pengadaan Tanah Melalui UU Cipta Kerja
Utama

4 Penyempurnaan Substansi UU Pengadaan Tanah Melalui UU Cipta Kerja

Meliputi Konsultasi Publik, luas tanah kurang dari 5 hektar, perubahan obyek pengadaan tanah, dan jangka waktu penetapan lokasi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sejumlah narasumber dalam webinar Hukumonline 2021 bertema 'Aspek Hukum dan Implikasi Pengaturan Tanah dalam PP Cipta Kerja', Selasa (29/6/2021). Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam webinar Hukumonline 2021 bertema 'Aspek Hukum dan Implikasi Pengaturan Tanah dalam PP Cipta Kerja', Selasa (29/6/2021). Foto: RES

Pengadaan tanah merupakan salah satu kebijakan strategis yang turut diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Karena itu, substansi UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menjadi salah satu UU yang disempurnakan/direvisi lewat UU Cipta Kerja.

Kepala Biro Hukum Kementerian ATR/BPN, Yagus Suyadi, mencatat sedikitnya 4 ketentuan UU No.2 Tahun 2012 yang disempurnakan melalui UU Cipta Kerja. Pertama, Pasal 19 yang mengatur tentang konsultasi publik. Yagus menjelaskan penyempurnaan yang dilakukan melalui UU Cipta Kerja yakni konsultasi publik terkait rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapat kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak; pengelola barang milik negara/barang milik daerah; dan pengguna barang milik negara/barang milik daerah.

Konsultasi publik itu melibatkan pihak yang berhak; pengelola barang milik negara/barang milik daerah, pengguna barang milik negara/barang milik daerah; dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan terkait atau yang disepakati. Setelah terjalin kesepakatan, dituang dalam bentuk berita acara kesepakatan. Kesepakatan itu menjadi dasar bagi instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan penetapan lokasi kepada Gubernur.

Menurut Yagus, penyempurnaan Pasal 19 itu ditujukan agar hak masyarakat yang terdampak bisa diselesaikan secara tuntas atau clear and clean, sehingga ketika pembangunan dilaksanakan di tempat tersebut tidak ada lagi masyarakat yang menolak. “Dalam ketentuan sebelumnya masih rawan terjadi penolakan masyarakat,” kata Yagus Suyadi dalam webinar Hukumonline 2021 bertema “Aspek Hukum dan Implikasi Pengaturan Tanah dalam PP Cipta Kerja”, Selasa (29/6/2021). (Baca Juga: Beragam Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Pengadaan Tanah)

Kedua, diantara Pasal 19-20 disisipkan sejumlah pasal yang intinya mengatur pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak. Penetapan lokasi dilakukan oleh bupati/walikota. Setelah penetapan lokasi itu, tidak diperlukan lagi syarat seperti kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; pertimbangan teknis; di luar kawasan hutan dan di luar kawasan pertambangan; di luar kawasan gambut/sempadan pantai; dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal).

Ketiga, Pasal 8 disempurnakan, sehingga obyek pengadaan tanah yang masuk dalam kawasan hutan, tanah kas desa, wakaf dan/atau tanah aset pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN atau BUMD, status tanahnya berubah pada saat penetapan lokasi. Keempat, menambah jangka waktu penetapan lokasi sebagaimana diatur Pasal 24. Sebelumnya, jangka waktu penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum diberikan 2 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 tahun.

“Sekarang diperpanjang menjadi 3 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali untuk 1 tahun,” kata dia.

Yagus juga menjelaskan UU Cipta Kerja memberi kemudahan terhadap pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional (PSN). Misalnya, apabila belum terdapat kesesuaian tata ruang, Menteri ATR/BPN melalui Dirjen Tata Ruang bisa memberikan rekomendasi. Pengadaan tanah untuk PSN dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Hukumonline.com

Pelepasan hak atau AJB

Partner Makarim & Taira S, Rahayu Ningsih Hoed, mengatakan pengadaan tanah bisa dilakukan oleh swasta dan pemerintah (instansi yang memerlukan tanah untuk pembangunan kepentingan umum). Paling penting yang harus diperhatikan dalam pengadaan tanah yakni harus memeriksa kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) dengan rencana detail tata ruang (RDTR) yang ditetapkan pemerintah.

“KKPR ini menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang dalam proses perizinan berusaha,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Sebagaimana disebutkan Pasal 5 ayat (1) PP No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, KKPR merupakan salah satu persyaratan dasar perizinan berusaha. Untuk mendapatkan KKPR yakni melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Pengadaan tanah bisa dilakukan melalui pelepasan hak atau melalui AJB. Pasal 1 ayat (9) UU No.2 Tahun 2012 mengatur pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui lembaga pertanahan. Acara pelepasan hak wajib dilakukan dengan surat pernyataan pelepasan hak tersebut dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan sukarela, dinyatakan dalam akta notaris. Pihak yang memerlukan tanah itu dapat mengajukan permohonan hak atas tanah yang baru ke kantor pertanahan setempat.

Hukumonline.com

Selain melalui pelepasan hak, pengadaan tanah dapat dilakukan dengan jual-beli, tukar menukar antar pihak yang berhak dengan pihak yang memerlukan tanah. Proses jual-beli dinyatakan dengan akta yang dibuat oleh PPAT (akta jual-beli/AJB). Kemudian AJB didaftarkan ke kantor pertanahan setempat. Pengalihan hak atas tanah selesai setelah dilakukan pendaftaran tanah dan kantor pertanahan telah mencoret nama pemegang hak awal.

Tags:

Berita Terkait