4 Langkah Bagi Perbankan dalam Hadapi Risiko Krisis Akibat Covid-19
Berita

4 Langkah Bagi Perbankan dalam Hadapi Risiko Krisis Akibat Covid-19

Tekanan Covid-19 bagi perbankan akan terasa dalam beberapa bulan ke depan. Mitigasi risiko jadi kunci penting hadapi tekanan tersebut agar terhindar dari krisis.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kondisi perekonomian nasional menghadapi risiko krisis di tengah ketidakpastian akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dalam dua bulan terakhir. Efek pandemi ini akan berpengaruh negatif terhadap kekuatan industri jasa keuangan khususnya perbankan ke depannya. Terkurasnya dana perbankan dan risiko kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) menjadi aspek-aspek yang wajib diperhatikan dalam pengelolaan mitigasi risiko perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana, mengatakan kondisi perbankan saat ini masih dalam keadaan stabil meskipun ada risiko tekanan di depan. Menurutnya, mitigasi risiko menjadi perhatian penting bagi bank saat ini. Dia menjelaskan berbagai sektor industri yang merupakan debitur-debitur perbankan terimbas pandemi Covid-19 sehingga mengurangi kemampuan membayar utang.

“Bank mulai mitigasi risiko dan pemantauan dampak-dampak selanjutnya seperti apa. Kalau DPK (dana pihak ketiga) landai, bank sudah nyalakan prinsip kehati-hatian. Bersyukur saat ini, NPL gross masih terjaga dan ada sedikit penurunan dibanding Februari dari 2,79. Namun, kami pahami bahwa buffer permodalan turun dibandingkan Februari,” jelas Heru, Jumat (15/5).

Dia menjelaskan setidaknya terdapat empat langkah bagi perbankan dan industri jasa keuangan, lainnya menghadapi risiko krisis akibat Covid-19. Pertama, perbankan harus mampu mengidentifikasi dampak Covid-19 terhadap sektor riil, pertumbuhan ekonomi, kinerja debitur dan aspek lainnya yang memengaruhi kesehatan perbankan. Kemudian, perbankan juga harus menyususn berbagai skenario dampak Covid 19 terhadap perekonomian dan efek rembetan pada kinerja perbankan.

Kedua, perbankan harus memitigasi risiko kredit dan kecukupan likuiditas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memahami sektor ekonomi dan debitur terdampak beserta kinerjanya. Perbankan juga harus aktifkan sistem peringatan dini dan menyusun skenario restrustrukturisasi serta upaya penyelamatan debitur.

Ketiga, perbankan harus melaksanakan stress test kecukupan modal dan likuiditas. Sehingga, perbankan harus melakukan analisis skenario terhadap kebutuhan dan ketersediaan modal terkait dengan peningkatan risiko kredit. Kemudian, perlu dilakukan identifikasi gap likuiditas dan uji berbagai strategi tersebut.

Keempat, perbankan juga harus mengoptimalisasi pengelolaan portfolio dengan mengidentifikasi portfofolio yang rentan terpengaruh dan terdampak. Kemudian, perbankan juga harus optimalisasi alokasi modal dan ketersediaan likuiditas dan terapkan berbagai skenario krisis.

Heru menambahkan pihaknya telah menerbitkan relaksasi yang dapat mengurangi tekanan bagi bank yang diatur dalam Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Dia mengatakan aturan tersebut bertujuan antara lain untuk memberikan ruang bagi debitur-debitur yang berkinerja bagus, namun menurun kinerjanya karena terdampak Covid-19 untuk dibantu perbankan melalui restrukturisasi kreditnya. Dengan restrukturisasi, debitur dapat memiliki ruang bernapas dan bank dapat secara proaktif membantu debitur-debitur yang dalam kondisi bagus menata arus kasnya.

Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Direktur BRI, Sunarso, menyatakan kondisi saat ini jauh lebih berisiko dibandingkan krisis-krisis sebelumnya. Dia menjelaskan hampir seluruh sektor terpengaruh akibat pandemi Covid-19. (Baca: Menyoal Rencana Penunjukan Bank Himbara Sebagai Bank Jangkar)

Dia mengatakan efek Covid-19 bagi perbankan baru akan terasa dalam beberapa bulan ke depan. Meski demikian, dia menyatakan manajemen risiko perbankan nasional saat ini sudah siap menghadapi tekanan tersebut.

Selain itu, Sunarso juga menjelaskan sehubungan POJK 11/2020 tersebut telah melakukan langkah-langkah berupa pemetaan nasabah terdampak, menetapkan kategori nasabah, dan menetapkan skema relaksasi yang dibutuhkan. Kemudian, Himbara juga telah melakukan Restrukturisasi kepada nasabah terdampak sesuai kategori.

Dia menyampaikan realisasi restrukturisasi kredit atas debitur terdampak Covid-19 oleh Himbara sampai dengan periode 30 April 2020 adalah 1.718.507 debitur dengan total baki debet sebesar Rp 223,16 triliun. Namun, Sunarso menjelaskan masih ada multitafsir di masyarakat mengenai restrukturisasi tersebut.

“Mesti diklarifikasi soal pernyataan ada pembebasan kredit. Sesungguhnya kebijakan pemerintah itu sesungguh menunda pembayaranbukan pembebasan. Penundaan ini memberi tekanan likuiditas juga karena bank tidak boleh menunda pembayaran bunga deposito kepada deposan,” jelas Sunarso.

 

Tags:

Berita Terkait