4 Kata Sandi dalam Kasus Meikarta yang Tengah Diidentifikasi KPK
Berita

4 Kata Sandi dalam Kasus Meikarta yang Tengah Diidentifikasi KPK

Setiap pihak yang terkait kasus Meikarta punya nama sandi atau kode masing-masing.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi penggunaan empat sandi dalam kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.



"Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemkab Bekasi antara lain 'melvin', 'tina taon', 'windu', dan 'penyanyi'," ungkap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif seperti dikutip Antara saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10).

 

Dalam kasus itu, KPK total telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu diduga sebagai pemberi antara lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP) serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

 

Sedangkan diduga sebagai penerima, yaitu Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin (NNY), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

 

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa beberapa pejabat di tingkat dinas Pemkab Bekasi berkomunikasi dalam membahas proyek dengan mengunakan sandi-sandi tersebut.

 

"Beberapa pejabat di tingkat dinas dan juga pihak-pihak terkait yang berkomunikasi dalam membahas proyek ini tidak memakai nama masing-masing, mereka menyapa dan berkomunikasi satu sama dengan yang lain dengan kode masing-masing. Jadi, setiap pihak yang terkait di sini punya nama sandi atau kode masing-masing," ucap Febri.

 

Pihaknya menduga penggunaan sandi-sandi sengaja dilakukan agar saat komunikasi itu terpantau tidak bisa diketahui langsung siapa yang sedang berkomunikasi atau berbicara. "KPK tentu saja punya pengalaman ketika menangani banyak sekali kasus korupsi yang menggunakan sandi-sansi seperti itu," ujar Febri.

 

(Baca Juga: Permainan Bahasa Jadi Petunjuk Menjerat Koruptor)

 

Bupati Bekasi dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

 

"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen 'fee' fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT," ungkap Syarif.

 

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018. Ia menyatakan keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup komplek, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan.

 

"Sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam," papar Syarif.

 

(Baca Juga: KPK: Tersangka Suap Proyek Meikarta Bisa Jadi Justice Collaborator)

 

Seperti diketahui,KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi terkait dengan perizinan proyek Meikarta. "Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari infomasi masyarakat yang diterima KPK hingga dilakukan proses penyelidikan sejak sekitar November 2017,” kata Syarief.

 

Setelah dugaan transaksi antara pihak swasta dan penyelenggara negara terkonfirmasi dengan bukti-bukti awal yang KPK dapatkan, kata Laode Syarif, maka dilakukan kegiatan tangkap tangan di lokasi, yaitu Kabupaten Bekasi dan Surabaya pada Minggu (14/10) siang hingga Senin (15/10) dini hari.

 

Bukan Hal Baru

Sekadar catatan, penggunaan kata sandi dalam praktik korupsi bukanlah hal yang baru. Penulis buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi, Sabir Laluhu telah mengumpulkan kata-kata sandi yang dipakai mulai kasus korupsi tahun 2007 hingga dugaan korupsi pembahasan Ranperda payung hukum reklamasi di Teluk Jakarta.

 

(Baca Juga: Kata Sandi Pelaku Korupsi Gampang Dibuka)

 

Sabir mencontohkan kasus korupsi Wisma Atlet yang melibatkan mantan anggota DPR Angelina P. Sondakh. Dalam proses persidangan, anak buah Muhammad Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang menggunakan sandi 'apel malang' yang merujuk pada uang rupiah, 'apel washington' untuk dollar Amerika, 'pelumas' yang berarti uang dan 'semangka' yaitu permintaan dana.

 

Dalam kasus korupsi, jelas Sabir, terlihat jelas adanya kesepakatan antara pihak pemberi dan penerima. Selain kesepakatan, para pelaku juga mempunyai kesepahaman antara satu dengan yang lain. Misalnya kasus mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Ia menggunakan sandi bahasa Arab dengan lawan Komunikasi karena keduanya sama-sama paham.  Keduanya sepakat, dan ada pula kesepahaman apa yang dimaksudkan.

 

“Jadi ada dua, satu kesepakatan satu lagi kesepahaman. Luthfi Hasan itu kesepahaman," terang Sabir dalam acara bedah bukunya di Gedung KPK (lama), Kuningan beberapa waktu lalu. (ANT)  

 

Tags:

Berita Terkait