4 Jenis Aset Tindak Pidana dapat Dirampas Menurut RUU Perampasan Aset
Terbaru

4 Jenis Aset Tindak Pidana dapat Dirampas Menurut RUU Perampasan Aset

Antara lain aset hasil tindak pidana atau aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana, hingga aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana bakal memasuki babak baru di DPR. Berbagai pihak mendukung pemerintah dan DPR untuk segera membahas RUU tersebut baik dari kalangan masyarakat sipil dan anggota parlemen. DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset pada Kamis (o4/05/2023) lalu. Pemerintah disebut telah mengirimkan draf RUU kepada DPR.

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana setidaknya mengatur 6 jenis aset tindak pidana yang dapat dirampas. Pertama, aset hasil tindak pidana atau aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana. Termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau Korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut.

Kedua, aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana. Ketiga, aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara. Keempat, aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Selain keempat jenis aset tersebut, Pasal 5 ayat (2) mengatur aset lain yang dapat dirampas. Meliputi aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan Aset Tindak Pidana yang diperoleh sejak berlakunya UU ini. Selain itu aset yang merupakan benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana.

“Atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana,” begitu bunyi sebagian kutipan Pasal 5 ayat (2) huruf b draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang diperoleh Hukumonline.

Baca juga:

Lebih lanjut RUU memuat ketentuan yang menyebut aset tindak pidana yang dapat dirampas terdiri atas aset yang bernilai paling sedikit Rp100 juta dan aset yang terkait dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih. Perubahan nilai minimum aset diatur kemudian dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam proses perampasan aset itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain tersangka atau terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya, atau terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Perampasan aset juga dapat dilakukan terhadap aset yang perkara pidananya tidak dapat disidangkan atau terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan di kemudian hari ternyata diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas.

Dalam melakukan perampasan aset tindak pidana, RUU mengatur beberapa aturan. Misalnya perampasan aset tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana. Perampasan aset ini tidak menghapus kewenangan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Ketika dilakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana, aset tindak pidana yang telah dinyatakan dirampas negara tidak dapat dimintakan untuk dirampas kembali.

Kemudian, jika penuntutan terhadap pelaku tindak pidana menyangkut aset yang sama dengan objek permohonan perampasan aset, maka pemeriksaan permohonan perampasan aset ditunda sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelaku tindak pidana.

“Dalam hal putusan terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) menyatakan aset tersebut dirampas negara, pemeriksaan perkara permohonan perampasan aset dihentikan,” demikian kutipan Pasal 4 ayat (2) RUU.

Tags:

Berita Terkait