4 Faktor Terbesar Penyebab Perceraian di Pengadilan Agama
Utama

4 Faktor Terbesar Penyebab Perceraian di Pengadilan Agama

Dalam kasus KDRT dan istrinya menggugat ke pengadilan, pengadilan dapat membebankan mantan suami untuk memberikan nafkah iddah (berupa uang atau benda) dan mut'ah (nafkah uang dalam jangka waktu tertentu) meskipun tidak dituntut dalam gugatan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Dalam kasus KDRT dan istrinya menggugat ke pengadilan, pengadilan dapat membebankan mantan suami untuk memberikan nafkah iddah (berupa uang atau benda) dan mut'ah (nafkah uang dalam jangka waktu tertentu) meskipun tidak dituntut dalam gugatan. Sebelumnya, Pengadilan Agama masih memberlakukan prinsip-prinsip dalam kitab fikih klasik dimana jika istri yang mengajukan gugatan cerai, maka istri tidak boleh menggugat nafkah.

Akan tetapi, ada beberapa yurisprudensi sekarang dan berdasarkan Surat Edaran MA hasil pleno kamar, sepanjang istri tidak nusyuz (durhaka terhadap suami); tidak meninggalkan kewajibannya atau perselisihan dan pertengkaran itu disebabkan bukan kesalahan istri, maka suami dapat dibebani untuk membayar nafkah iddah ataupun mut'ah meski tidak dituntut istri dalam gugatannya.

“Karena biasanya dalam praktek, si istri yang menderita atau mengalami KDRT biasanya ingin cepat-cepat diputuskan perkawinannya dan tidak nuntut macam-macam. Yang penting dia bercerai, pisah dari suaminya. Tapi dalam praktik kita, dan sudah ada SEMA Hasil Pleno Kamar membolehkan hakim dapat membebankan nafkah-nafkah tadi terhadap suami tersebut,” kata dia.

Ia melanjutkan akibat hukum lain dari perkara perceraian disebabkan oleh KDRT ialah suami yang melakukan KDRT tidak diberikan hak hadhanah atau hak pemeliharaan anak. Bila KDRT terbukti dalam persidangan, terlepas dari suami menggugat atau melakukan gugatan rekonvensi (gugatan balik) untuk ikut mengasuh anak, hak tersebut tetap tidak akan diberikan kepadanya.

“Meskipun si suami melakukan KDRT terhadap istri dan pengadilan memberi hak pemeliharaan hak kepada istri, tetapi selalu dalam amar putusan kita perintahkan kepada pemegang hak hadhanah untuk memberi kesempatan kepada pihak lain (suaminya) untuk bertemu anaknya. Jadi tidak boleh menghalang-halangi anak tersebut bertemu dengan ayahnya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait