4 Catatan ICW atas Anjloknya IPK Indonesia
Terbaru

4 Catatan ICW atas Anjloknya IPK Indonesia

Seperti pelemahan pemberantasan korupsi melalui revisi UU KPK, hingga gagal menciptakan kepastian hukum untuk menjamin gelaran pesta demokrasi dengan mengedepankan nilai-nilai integritas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Peneliti divisi korpsi politik ICW, Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa
Peneliti divisi korpsi politik ICW, Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa

Narasi penguatan pemberantasan korupsi yang digadang-gadang pemerintah Joko Widodo-Ma’ruf Amin  jauh panggang dari api. Alih-alih membaik, nasib pemberantasan korupsi bagi kalangan pegiat anti korupsi malah mengalami kemunduran. Buktinya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022 tersungkur 4 poin dari ranking 38 menjadi 34.

Peneliti divisi korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedari 2004 hingga 2022, pelak korupsi berasal dari lingkup politik.  Mulai anggota legislatif dan kepala daerah menempati posisi pnca dengan total 521 orang.

Ini menandakan, program pencegahan maupun penindakan yang diusung pemangku kepentingan gagal total,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (10/2/2023).

Baca juga:

Skor CPI Turun, Pekerjaan Berat Pemberantasan Korupsi

Penurunan Persepsi Korupsi 2022, Terburuk Sepanjang Era Reformasi

Menurutnya, ICW setidaknya berupaya mengurai sejumlah persoalan korupsi politik yang berakibat jebloknya IPK Indonesia di periode 2022. Setidaknya ada 4 catatan ICW terhadap terpuruknya IPK  periode 2022. Pertama, KPK yang selama ini gembar-gembor memberantas korupsi politik malah dilemahkan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin melalui perubahan UU No.30 Tahun 2022tentang KPK.

Tak hanya itu, presiden pun dinilai membiarkan sejumlah figur ‘bermasalah’ memimpin lembaga anti rasuah. Kendati pun ada yang ditindak seperti eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara dan mantan Menteri Kelautan  dan Perikanan Edhy Prabowo, namun penuntasan perkara itu masih menemui jalan buntu.

“Jadi wajar saja jika responden yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penilaian IPK menaruh rasa pesimis terhadap pembenahan sektor politik,” imbuhnya.

Kedua, sikap pemerintah melalui sejumlah menteri di kabinet cenderung cenderung permisif terhadap kejahatan korupsi.  Seperti adanya komentar dari Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut B Pandjaitan soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan kalimat destruktif.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait