4 Catatan Elsam Terkait Perpres Pemanfaatan NIK/NPWP untuk Layanan Publik
Terbaru

4 Catatan Elsam Terkait Perpres Pemanfaatan NIK/NPWP untuk Layanan Publik

Pemanfaatan identitas kependudukan sebagai alat identifikasi dan otentifikasi dalam pemberian layanan publik perlu mengacu prinsip dan standar perlindungan data pribadi yang kuat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menerbitkan Perpres No.83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan NIK dan/atau NPWP dalam Pelayanan Publik. Direktur Eksekutif Elsam, Wahyud Djafar, mengatakan beleid itu mengatur penggunaan Nomor Induk  Kependudukan (NIK) dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai syarat wajib untuk mengakses layanan publik.

UU No.24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur penggunaan data kependudukan sebagai syarat untuk mengakses pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pengalokasian anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Wahyudi melihat UU Administrasi Kependudukan belum lengkap mengatur mekanisme pelindungan data pribadi. Padahal saat ini NIK digunakan sebagai prasyarat sekaligus alat identifikasi dan otentifikasi utama untuk mengakses berbagai layanan baik di sektor publik maupun swasta. Setidaknya ada 3 tantangan dalam pemanfaatan NIK sebagai syarat dalam pelayanan publik meliputi aspek individu, pemrosesan, dan teknologi indentifikasinya.

Pertama, pada aspek individu, penggunaan NIK sebagai syarat mengakses layanan publik rentan mendiskriminasi dan mengeksklusi individu dengan identitas terstigma seperti minoritas seksual, agama, masyarakat adat, perempuan pekerja seks, dan lainnya dari fasilitas pelayanan publik. Kedua, aspek pemrosesan, pemanfaatan NIK tanpa diawali dengan regulasi pelindungan data pribadi yang menyeluruh akan berpotensi menimbulkan malfungsi otentikasi, ketidakakuratan, dan pemrosesan berlebihan yang melahirkan kerentanan baru bagi penduduk.

Ketiga, aspek teknologi, sepanjang pemrosesan data kependudukan Wahyudi mencatat telah terjadi beberapa kali kasus kebocoran dan pencurian data. Oleh karena itu, perlu penguatan keamanan sistem identifikasi sebagai prakondisi pemanfaatan NIK.

“Pemanfaatan identitas kependudukan, khususnya NIK, sebagai alat identifikasi dan otentikasi dalam pemberian layanan publik atau sosial lainnya, perlu mengacu pada prinsip dan standar perlindungan yang kuat, berpijak pada prinsip-prinsip pendekatan berbasis manusia (human-centricapproach),” kata Wahyudi Djafar ketika dikonfirmasi, Jumat (1/10/2021).

Wahyudi menyebut sejumlah prinsip yang harus diperhatikan yakni inklusi, privasi, keamanan, tata kelola yang baik, dan akuntabilitas. Elsam merekomendasikan sedikitnya 4 hal yang perlu dilakukan. Pertama, Presiden RI mengevaluasi kembali implementasi Perpres No.83 Tahun 2021 dengan memperhatikan asas kebutuhan (necessary) dan proporsionalitas (proportionality) terhadap pemanfaatan data NIK dan/atau NPWP sebagai data pribadi.

Kedua, Presiden RI harus menyiapkan standar pengamanan (safeguard) dalam pelaksanaan Perpres No.83 Tahun 2021 dengan mengacu pada prinsip-prinsip inklusi, privasi, keamanan, tata kelola yang baik, dan akuntabilitas. Ketiga, Presiden RI perlu mendorong percepatan pengesahan RUU Pelindungan Data Pribadi sesuai dengan prinsip umum pelindungan hak atas privasi, termasuk memastikan hadirnya sebuah otoritas pelindungan data, dan ke depan untuk menjamin efektivitas penegakan legislasi ini.

Keempat, Ombudsman sebagai lembaga pengawas dalam pelayanan publik perlu memastikan kepatuhan terhadap seluruh prinsip pelindungan data pribadi sebagai bagian tak terpisahkan dari standar pelayanan publik. Ombudsman juga penting untuk menyediakan mekanisme pengaduan dan pemulihan jika terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraannya.

Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, mengajak masyarakat membiasakan menghapal Nomor Induk Kependudukan atau NIK. Menurutnya, pemerintah mendorong era satu data dengan NIK sebagai basisnya. Penerapannya akan dilakukan ke seluruh pelayanan publik, sehingga ke depan menggunakan NIK sebagai kunci aksesnya dalam pelayanan publik.

"Ini adalah satu tahapan yang kita desain agar semua masyarakat mulai peduli dengan yang namanya Single Identity Number. Single identity number itu yang diterjemahkan menjadi NIK yakni satu nomor tunggal bersifat unik, dibuat satu kali dan berlaku seumur hidup," kata Zudan sebagamana dikutip laman dukcapil.kemendagri.go.id.

Menurut Zudan, ketentuan menggunakan NIK untuk pelayanan publik ini sudah ada dalam Perpres No.62 Tahun 2019. Sejak 2015, ada 30 lembaga yang sudah bekerja sama, tapi sekarang naik menjadi 3.904 lembaga. Karena itu dia berpesan agar masyarakat mengingat NIK.

"Berobat ke rumah sakit ingat NIK, mengurus SIM inget NIK, mengurus kartu prakerja inget NIK, bantuan sosial ingat NIK. Itu NIK-nya memang harus diingat. Ini memang ada proses membiasakan mengingat NIK dan nama. Kalau dulu kan hanya mengingat nama. Tapi nama banyak yang sama, sekarang hanya mengingat NIK," katanya. 

Tags:

Berita Terkait