3 Rekomendasi PSHK untuk Perbaiki Kebebasan Masyarakat Sipil
Utama

3 Rekomendasi PSHK untuk Perbaiki Kebebasan Masyarakat Sipil

Meliputi kategori kebebasan berkumpul dan berserikat; kebebasan berpendapat dan berekspresi; dan pelindungan pembela HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Penyempitan terhadap ruang kebebasan sipil itu juga bisa dilihat dari ancaman terhadap pembela HAM. RIzky mencatat KUHP dan UU ITE sering digunakan menjerat pembela HAM. Walau ada SK KMA No.36 Tahun 2013 tentang Anti SLAPP yang melindungi kerja-kerja pembela HAM dan lingkungan hidup, tapi aturan itu tidak dirujuk lembaga lain di luar lembaga peradilan.

“SK KMA itu belum optimal mencegah kriminalisasi dan yudisial harrasment melalui proses pengadilan terhadap aktivis HAM dan lingkungan hidup,” ujarnya.

Untuk membenahi kondisi kebebasan ruang sipil di Indonesia, Rizky merekomendasikan pemerintah dan DPR untuk melakukan sedikitnya 3 hal. Pertama, mengenai kategori kebebasan berkumpul dan berserikat, berbagai peraturan dan kebijakan yang mengatur pembatasan hak harus dicabut. Merevisi beberapa UU terkait kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Mengubah pendekatan dalam relasi antara negara dan masyarakat sipil dari politik dan keamanan menjadi pemenuhan hak warga negara.

Kedua, terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi, sejumlah pasal KUHP, UU ITE, UU Pornografi terkait pengaturan makar, kesusilaan, penghinaan, dan pencemaran nama baik perlu diubah. UU PNPS terkait penodaan agama perlu dicabut. Serta memperjelas rumusan dan batasan dalam pasal-pasal terkait kebebasan akademik.

Ketiga, untuk perlindungan pembela HAM, Rizky mengusulkan agar produk legislasi yang memberikan ancaman terhadap kerja-kerja pembela HAM untuk segera direvisi seperti UU ITE, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Terakhir, pemerintah perlu melengkapi perangkat teknis baik regulasi dan fasilitas di tingkat kementerian/lembaga yang dapat memastikan perlindungan pembela HAM dan lingkungan hidup.

Tren kebebasan akademik menurun

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman, mengatakan kebebasan akademik dijamin konstitusi. Kebebasan akademik juga ditegaskan dalam komentar umum No.13 Komisi HAM PBB yang menekankan pentingnya otonomi institusi akademik. Kebebeasan akademik tak hanya milik dosen dan peneliti tapi juga mahasiswa.

“Sayangnya UU Pendidikan Tinggi membatasi mimbar kebebasan akademik itu hanya untuk dosen,” kata Herlambang dalam kesempatan yang sama. 

Ia menerangkan kebebasan akademik juga tertuang dalam Prinsip-Prinsip Kebebasan Akademik Surabaya yang memuat 5 prinsip antara lain kekebasan akademik adalah kebebasan yang bersifat fundamental dalam rangka mengembangkan otonomi institusi akademik. Insan akademis adalah mereka yang melakukan aktivitas di ranah akademik, memiliki kebebasan penuh dalam mengembangkan pengabdian masyarakat, pendidikan, penelitian, serta mempublikasikan hasilnya sesuai kaidah keilmuan.

"Indeks kebebasan akademik di tingkat global mengalami tren penurunan. Salah satu sebab karena menguatnya otoritarianisme di berbagai negara."

Tags:

Berita Terkait