3 Pesan Busyro Muqoddas untuk Pimpinan 43 Kampus Hukum Muhammadiyah se-Indonesia
Utama

3 Pesan Busyro Muqoddas untuk Pimpinan 43 Kampus Hukum Muhammadiyah se-Indonesia

Mulai dari peran pembaruan, orientasi pendidikan, hingga kontribusi kebangsaan. Busyro menilai Fordek Hukum PTM mempunyai tanggung jawab moral, intelektual, dan akademik untuk bekontribusi menghadirkan solusi.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas. Foto: Dokumen Hukumonline
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas. Foto: Dokumen Hukumonline

Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, menyampaikan pesan untuk para pimpinan 43 Kampus Hukum Muhammadiyah se-Indonesia. Mereka tergabung dalam Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia (Fordek Hukum PTM) yang akan dilantik pada Kamis, 25 Agustus 2022 mendatang.

Busyro dikenal luas sebagai tokoh hukum nasional dengan kiprah aktivis hukum, ilmuwan hukum, sekaligus pimpinan di lembaga negara penunjang sistem hukum. Tugas Busyro di Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat ini antara lain berkoordinasi intensif dengan Fordek Hukum PTM untuk mewujudkan kemanfaatan bagi dunia hukum Indonesia.

Pertama, Busyro mengingatkan Fordek Hukum PTM harus menjadi gerakan tajdid (pembaruan, red.) dalam dunia hukum Indonesia. Hal itu karena Fordek Hukum PTM berada di bawah institusi Muhammadiyah. “Konsekuensinya, Fordek Hukum PTM itu terikat dengan visi dan misi Muhammadiyah,” kata Busyro kepada Hukumonline, Senin (15/8/2022). Ia menjelaskan Muhammadiyah berwatak gerakan dakwah dengan karakter tajdid. Tajdid itu dibangun dengan dua pilar utama yaitu gerakan purifikasi sekaligus gerakan dinamisasi.

“Dalam konteks Fordek Hukum PTM, pengelolaan kurikulum, SDM, dan struktur kelembagaan terikat dengan visi, misi, dan orientasi yang dijiwai serta diwarnai gerakan tajdid Muhammadiyah tadi,” kata Ketua Komisi Yudisial pertama itu kepada Hukumonline. Busyro juga pernah menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2010–2011. Ia juga tercatat pernah cukup lama menjadi akademisi di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Baca Juga:

Kedua, kampus-kampus hukum di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah jangan sampai mengejar kepentingan komersial. Ia mewanti-wanti agar kampus-kampus hukum Muhammadiyah tidak menghasilkan yuris yang sekadar “tukang” dan berorientasi pasar.

“Semua perguruan tinggi Muhammadiyah, termasuk Fakultas Hukum dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, itu bukan mesin industri pencetak sarjana. Bukan sama sekali. Apalagi kalau sarjana dengan orientasi pasar, orientasi tukang. Kalau sarjana dengan orientasi pasar dan tukang itu akan menjadi sarjana yang transaksional, akan menjadi pembenar segala hal,” kata Busyro. Ia berharap Fordek Hukum PTM jauh dari kecenderungan pandangan komersial dalam mendidik calon-calon yuris lulusannya.

Ketiga, Fordek Hukum PTM lebih aktif merespons masalah kebangsaan yang semakin banyak. Langkah pertama yang diusulkannya membuat risalah ideologi hukum Muhammadiyah yang menyatukan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kebangsaan. “Ideologi hukum itu intinya apa, yaitu integrasi antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kebangsaan,” kata Busyro.

Ia menyampaikan kegelisahan atas sikap lembaga pendidikan tinggi terhadap masalah kebangsaan. “Perguruan tinggi negeri ataupun swasta secara kelembagaan berada di posisi statis dan tidak responsif, mengalami krisis kepekaan sosial dan kepekaan kemanusiaan. Fordek Hukum PTM perlu melakukan koreksi,” pinta Busyro.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu menyebut berbagai kebijakan publik dan legislasi yang ia nilai bermasalah serta koruptif. “Contoh-contohnya undang-undang Minerba, undang-undang Cipta Kerja, undang-undang Revisi KPK, undang-undang IKN, lalu nafsu politik untuk memasukkan pasal-pasal penghinaan Presiden warisan Belanda dulu ke dalam revisi KUHP, lalu diporak-porandakannya filsafat pendidikan oleh Mendikbud yang baru ini, lalu disatukannya lembaga-lembaga riset yang harusnya independen ke dalam BRIN, dan seterusnya,” kritiknya.

Busyro menegaskan Fordek Hukum PTM mempunyai tanggung jawab moral, intelektual, dan akademik untuk bekontribusi menghadirkan solusi. Ia melihat krisis demokrasi di Indonesia terjadi akibat perilaku koruptif di DPR dan Pemerintah. Krisis itu lalu menyebabkan banyak korban dari sisi kemanusiaan dan sumber daya alam.

“Itu semuanya harusnya dibaca dengan intuisi dan akal budi yang tajam oleh Dekan-Dekan Fakultas Hukum dan STIH itu. Nah sekarang ini berdasarkan fakta dan gejala yang saya sebut, momentum yang sangat tepat besok di Kudus itu,” kata Busyro mengakhiri pesannya.

Fordek Hukum PTM periode 2022-2024 akan dipimpin oleh Tongat, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Ada lima bidang dalam susunan kepengurusan Fordek Hukum PTM yang masing-masing dipimpin oleh Dekan-Dekan di jaringan kampus hukum PTM.

“Fordek Hukum PTM ini punya misi kebangsaan untuk berperan merespon kebijakan publik. Kami memberi masukan dan catatan kritis kepada pemerintah soal isu kebangsaan,” kata Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia (Fordek Hukum PTM), Tongat. 

Ada Lima bidang dalam susunan kepengurusan Fordek Hukum PTM. Pertama, Bidang Organisasi dan Kelembagaan yang akan dipimpin Kelik Wardiono, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kedua, Bidang Penjaminan Mutu dan Pengembangan Kurikulum akan dipimpin oleh Asri Wijayanti, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Ketiga, Bidang Kerja Sama dan Hubungan Antar Lembaga akan dipimpin oleh Rizanizarli, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh. Keempat, Bidang Penelitian dan Publikasi Ilmiah akan dipimpin oleh Iwan Satriawan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kelima, Bidang Pengabdian dan Advokasi yang akan dipimpin oleh Hilman Syahrial Haq Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram.

Tags:

Berita Terkait