3 Isu Hukum Bisnis yang Patut Dipantau di Awal 2020
Berita

3 Isu Hukum Bisnis yang Patut Dipantau di Awal 2020

​​​​​​​Terdapat sejumlah kebijakan dan persoalan hukum bisnis memiliki pengaruh besar bagi publik. 

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Awal tahun 2020 masyarakat sudah diramaikan dengan pemberitaan seputar bencana banjir dan bencana alam di sejumlah daerah. Tidak hanya kerugian harta tapi juga kehilangan nyawa karena bencana alam tersebut harus diterima masyarakat. Bencana ini tentunya mengguncang hati para korban dan masyarakat yang harus menyaksikan saudaranya menderita.

 

Memasuki periode ini juga terdapat berbagai pemberitaan dari sisi hukum bisnis yang perlu mendapat perhatian publik. Setidaknya, isu-isu yang hukumonline rangkum ini diperkirakan terus menjadi pembahasan para pemangku kepentingan seperti pemerintah dan pelaku usaha. Terdapat tiga isu yang dapat dirangkum antara lain:

 

  1. Skandal Jiwasraya

Kasus perusahaan asuransi pelat merah PT Asuransi Jiwasraya Persero tidak kunjung usai. Regulator dianggap tidak serius dan saling lempar tanggung jawab menangani persoalan ini. Bahkan, orang dalam Istana dikabarkan terlibat dalam persoalan tersebut.

 

Kronologis kasus ini berawal dari kegagalan bayar polis Jiwasraya kepada nasabah dan bank sebagai mitra penjual produk senilai Rp802 miliar yang jatuh tempo pada 2018. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi Rp 12,4 triliun hingga akhir Desember 2019.

 

Kesalahan tata kelola bahkan fraud terjadi pada perusahaan tersebut. Berbagai upaya penyelamatan dilakukan salah satunya dengan mengganti direksi perusahaan tersebut. Tiga kali direksi berganti kinerja positif Jiwasraya belum juga tampak.

 

Kini, persoalan Jiwasraya mendapat perhatian dari parlemen. Sejumlah fraksi-fraksi DPR mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk menyelamatkan Jiwasraya.

 

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan secara informal saat ini sudah ada tiga fraksi yang mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). "Kalau secara informasi, mungkin baru 2-3 fraksi (usulkan pembentukan Pansus Jiwasraya), namun nanti kita lihat secara formalnya," kata Dasco seperti dikutip dari Antara, Senin (30/12).

 

Dasco mengatakan salah satu fraksi yang mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya tersebut adalah Fraksi Partai Gerindra. Namun dirinya enggan mengungkapkan dua fraksi lainnya. Dia menjelaskan, penyampaian usulan pembentukan Pansus Jiwasraya dilakukan ketika masa sidang, sedangkan saat ini DPR sedang masa reses hingga 10 Januari 2020.

 

Menurut dia, dalam masa sidang mendatang Pimpinan DPR akan melaksanakan Rapat Pimpinan (Rapim), dan dalam rapat tersebut akan terlihat secara formal fraksi apa saja yang mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya.

 

"Ini ada tata kelola keuangan di bawah Komisi XI, lalu akuntabilitas keuangan dibawa ke Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan ada Komisi VI sehingga nanti tiga unsur tersebut perlu digabungkan dan mekansime penggabungan itu ada di Pansus," ujarnya.

 

Dasco menjelaskan, Komisi XI dan Komisi VI DPR RI sudah meminta membuat surat untuk mengadakan audit secara khusus terhadap Jiwasraya. Menurut dia, kemungkinan dalam Rapim DPR di masa sidang mendatang, Komisi XI dan Komisi VI akan mengusulkan secara resmi pembentukan Pansus Jiwasraya.

 

"Kalau nanti sudah didalami, baru kita tahu uang larinya ke mana dan untuk apa. Jadi sebaiknya berbagai polemik tidak perlu berkembang karena akan memanaskan suasana," katanya.

 

Menurut dia, permasalahan Jiwasraya harus segera dicarikan solusinya karena yang menjadi korban adalah para nasabah yang banyak kehilangan uangnya

.

Baca:

 

  1. Omnibus Law

Kelanjutan penyusunan sejumlah Undang Undang Omnibus Law patut ditunggu. Sehubungan dengan bisnis, pemerintah mengusulkan beberapa UU Omnibus Law yaitu UU Pemberdayaan UMKM Cipta, UU Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. Pemerintah bersama DPR sepakat mempercepat pembasahan tersebut untuk mengesahkannya menjadi UU. Hal ini tidak lazim karena pembahasan RUU untuk menjadi UU biasanya memerlukan waktu lama.

 

Pemerintah juga telah membocorkan kepada publik mengenai sejumlah isi RUU tersebut. Intinya, pemerintah menginginkan kemudahan investasi dan memberikan sejumlah pengurangan pajak kepada pelaku usaha melalui UU Omnibus Law.

 

Pro kontra kehadiran UU Omnibus Law ini tentunya mengundang perdebatan. Pembahasan UU yang dikebut dikhawatirkan menimbulkan permasalahan hukum. Presiden Joko Widodo sudah mewanti-wanti agar tidak ada pasal titipan dalam UU Omnibus Law tersebut. Dia meminta agar RUU Omnibus Law benar-benar dicek untuk menghindari ‘tumpangan’ pasal-pasal yang tidak relevan.

 

“Saya tidak ingin RUU ini hanya menjadi tempat menampung keinginan-keinginan Kementerian dan Lembaga, ndak. Jangan sampai hanya menampung, menampung, menampung keinginan tetapi tidak masuk kepada visi besar yang sudah bolak-balik saya sampaikan,” kata Presiden Jokowi seperti dilansir situs Setkab, Jumat (27/12).

 

Atas kondisi tersebut, patut ditunggu bagaimana efek kehadiran UU Omnibus Law terhadap dunia bisnis. Apakah kehadirannya memberi efek positif atau malah sebaliknya?

 

  1. Fintech Ilegal dan Investasi Bodong

Semakin tumbuh suburnya industri keuangan digital berbanding lurus dengan jumlah entitas financial technology peer to peer lending atau pinjaman online. Nyatanya, tidak semua fintech tersebut berstasus legal atau berizin. Fintech ilegal pun makin menjamur menawarkan pinjaman dana kepada masyarakat.

 

Bahkan, OJK melalui Satgas Waspada Investasi mencatat jumlah fintech ilegal terus bertambah dengan kembali menemukan sebanyak 125 entitas ilegal. Sehingga, total fintech ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi mencapai 1.898 entitas hingga 2019.

 

Permasalahan fintech ilegal ini tentunya masih menjadi perhatian publik karena belum terdapat perangkat regulasi yang dapat mengatur dan menindak secara tegas keberadaan fintech ilegal. Regulator pun mengakui kesulitan menindak fintech ilegal karena keberadaannya sulit dilacak. Bahkan, entitas ilegal ini meski telah diblokir masih dapat dengan mudah membentuk entitas fintech ilegal baru.

 

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing menyatakan keberadaan entitas fintech ilegal ini berbahaya karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.

 

Lebih jauh, Satgas mengharapkan peran serta masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan pinjaman dengan menghindari fintech yang tidak terdaftar di OJK. Masyarakat juga harus cek dan ricek sebelum melakukan pinjaman online.

Tags:

Berita Terkait