3 Alasan Mendesak Perlunya Studi Hukum Makin Interdisipliner
Terbaru

3 Alasan Mendesak Perlunya Studi Hukum Makin Interdisipliner

Kampus-kampus hukum di Asia Tenggara lainnya lebih banyak mengajarkan studi hukum interdisipliner. Diduga karena lebih responsif terhadap industrialisasi, globalisasi, dan disrupsi teknologi.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iman Prihandono menegaskan pengajaran hukum yang interdisiplin sudah mendesak. “Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia, kita ketinggalan dalam hukum interdispliner,” kata Dosen Hukum Internasional ini kepada Hukumonline, Kamis (17/6/2022).

Riset Iman Prihandono berjudul Interdisciplinary Teaching in Law: Study on Indonesian Law Schools yang terbit dalam jurnal internasional membuktikan hal itu. Interdisipliner yang dimaksud adalah adanya interaksi pendekatan dari dua atau lebih disipilin ilmu. Pendekatan yang beragam itu digunakan untuk menelaah topik atau isu utama yang menjadi objek studi. Dengan kata lain, objek studi dikaji dengan beragam sudut pandang itu.

Iman membagi dua kategori mata kuliah interdispliner dalam kurikulum hukum di Indonesia. Pertama, mata kuliah interdispliner secara umum (ID). Kedua, mata kuliah interdispliner yang mendukung kebutuhan dunia industri 4.0 (ID 4.0). Sampel riset diambil dari kampus hukum Indonesia dalam peringkat hukum dunia QS World University Rankings tahun 2019. Kampus-kampus ini juga mewakili tiga area utama kepulauan Indonesia yaitu bagian barat (Sumatra dan Jawa), bagian tengah (Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara), dan bagian timur (Maluku).

“Hasilnya, semakin ke timur mata kuliah interdispliner semakin tidak kelihatan dalam kurikulum hukum,” katanya.

Baca Juga:

Ia menyebut perubahan sosial perlu disikapi dengan sebanding oleh dunia hukum. Selain mengembangkan keilmuan, hukum sebagai kaidah yang menertibkan tatanan masyarakat seharusnya responsif atas perubahan sosial yang terjadi. Perubahan itu termasuk kebutuhan atas kaedah hukum yang tepat mengatur kehidupan di era industri 4.0.

Hukumonline.com

Iman juga berharap ada kerja sama antarfakultas hukum se-Indonesia untuk melihat masalah ini lebih serius. Hal itu karena fakultas hukum adalah sumber utama penghasil praktisi dan penegak hukum andal yang dibutuhkan Indonesia. “Kemajuan pengajarannya pun harus merata, jangan hanya lebih baik secara terpusat di fakultas hukum area tertentu,” kata Iman yang juga menjabat Sekretaris Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia.

Riset Iman membandingkan dengan mata kuliah interdispliner yang diajarkan fakultas hukum lain di negara-negara Asia Tenggara. Ia mengambil sampel Thammasat University, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Singapore Management University (SMU), Malaysia Multimedia University (MMU), National University of Singapore (NUS), University of Malaya (UM), dan University of Philippines in Diliman (UP Diliman). Terlihat perbedaan cukup mencolok dalam komposisi dan persentase terhadap kurikulum kampus hukum Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait