25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK
Berita

25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK

Para Pemohon mempertegas uji formil dan inkonstitusionalitas Dewan Pengawas KPK yang dinilai mengganggu independensi KPK.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Di sidang sebelumnya, Wiwin Taswin mendalilkan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 20 UUD Tahun 1945. Menurut Para Pemohon, pengesahan UU KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak sesuai dengan semangat TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan sama sekali tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi dalam penyelenggaraan negara.

 

Para Pemohon juga menilai Perubahan UU KPK cacat formil dalam pembentukannya dan pengambilan keputusan oleh DPR juga tidak memenuhi syarat kuorum. Selain proses pembahasan dan pengesahannya begitu cepat, pembahasan RUU KPK ini tidak memenuhi asas partisipasi publik. Dengan demikian, pembentukan Perubahan UU KPK secara nyata melanggar asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

 

Pemohon juga mendalilkan KPK adalah lembaga negara yang melekat sifat independen, sehingga terdapat jaminan penindakan dan pencegahan korupsi yang dapat dilaksanakan tanpa intervensi pihak manapun. Namun, adanya Perubahan UU KPK yang memunculkan kewenangan Dewan Pengawas yang dinilai mengganggu independensi KPK.   

 

“Keberadaan Dewan Pengawas KPK ini berpotensi mengganggu independensi KPK sendiri dalam melakukan tugas dan fungsinya. Akibatnya penindakan dan pencegahan korupsi tidak maksimal dan (justru) berpotensi menyuburkan korupsi di Indonesia,” dalih Wiwin.

 

Untuk itu, dalam petium permohonannya, Para Pemohon meminta agar Majelis MK menyatakan berlakunya Perubahan UU KPK secara formil tidak memenuhi prosedur dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU No. 12 Tahun 2011 dan harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. 

 

Pengujian Perubahan UU KPK ini juga dimohonkan 190 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia diantaranya Muhammad Raditio Jati Utomo; Deddy Rizaldy Arwin Gommo; Putrida Sihombing; dkk. Kuasa Hukum Para Pemohon Zico Leonard Djagardo Simajuntak menilai pembentukkan Revisi UU KPK ini mengabaikan prinsip yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur prinsip keterbukaan.

 

Proses pembahasan Revisi UU KPK ini tidak ada partisipasi masyarakat dengan cara konsultasi publik seperti yang diatur Pasal 188 ayat (1-3) Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai proses penyiapan RUU, pembahasan RUU dan pengesahan menjadi UU, hingga pelaksanaan UU.

Tags:

Berita Terkait