2018, MA Terbitkan 9 Kebijakan Pedoman Penanganan Perkara
Laptah MA 2018:

2018, MA Terbitkan 9 Kebijakan Pedoman Penanganan Perkara

Mulai aplikasi e-court, larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka status DPO, hasil rapat pleno kamar, tata cara pengajuan PK putusan pengadilan pajak, pedoman pemidanaan perkara korupsi, hingga standardisasi pembuatan surat keterangan administratif di pengadilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali saat penyampaian Laporan Tahunan MA Tahun 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (27/2). Foto: RES
Ketua MA M. Hatta Ali saat penyampaian Laporan Tahunan MA Tahun 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (27/2). Foto: RES

Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali telah menyampaikan Laporan Tahunan (Laptah) MA Tahun 2018 dengan tema “Era Baru Peradilan Modern Berbasis Teknologi Informasi”. Dalam pidatonya, Ketua MA lebih banyak memaparkan program kerja dan kebijakan MA tahun 2018 yang diarahkan pada pemanfaatan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugas peradilan terutama pedoman penanganan perkara demi percepatan pelayanan peradilan.      

 

Dalam Laptah MA 2018, beberapa capaian yang disampaikan, khususnya pembaharuan kebijakan teknis pedoman penanganan perkara di pengadilan dalam bentuk Peraturan MA (Perma), Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA), Surat Edaran (SEMA). Salah satunya, MA telah menerbitkan Perma No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik atau lazim disebut aplikasi electronic court (e-court).   

 

Aplikasi e-court ini sudah diterapkan di semua peradilan umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN), kecuali 85 pengadilan yang baru dibentuk Oktober 2018 lalu. “Ini mengubah praktik pelayanan perkara di pengadilan, sehingga mendekati praktik pelayanan pengadilan di negara maju,” ujar Hatta di sidang pleno khusus penyampaian Laporan Tahunan MA 2018, Rabu (27/2/2019) lalu. Baca Juga: Usung Tema Peradilan Modern, MA Luncurkan Laptah 2018

 

Berikut ini beberapa kebijakan MA Tahun 2018 yang berhubungan dengan pedoman penanganan perkara di pengadilan:

 

  1. Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka Status DPO

MA menerbitkan Surat Edaran (SEMA) No. 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang dalam Statur Daftar Pencarian Orang (DPO). Penerbitan SEMA ini sebagai respons MA terhadap beberapa kasus permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka dalam status DPO di sejumlah pengadilan. Dalam SEMA ini, MA berpendirian bahwa permohonan praperadilan baik yang diajukan langsung oleh tersangka dalam status DPO maupun yang dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya harus dinyatakan tidak dapat diterima. (Baca Juga: Pro dan Kontra SEMA Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi DPO)

 

  1. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Beracara di Pengadilan

MA menerbitkan Perma No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik (e-court). Lahirnya PERMA ini menjadi momentum bersejarah era teknologi informasi dalam layanan peradilan modern. Tiga fitur utama e-court yaitu pendaftaran perkara, pendaftaran panjar biaya perkara, dan penyampaian pemberitahuan dan pemanggilan persidangan pihak berperkara secara elektronik. Perma ini memungkinkan pihak berperkara bersidang dengan menyampaikan jawaban, replik, duplik secara eleltronik.

 

Kebijakan ini mengubah praktik pelayanan administrasi perkara dan persidangan di pengadilan menjadi lebih modern yang juga mendorong terwujudnya integritas peradilan (judicial integrity). Tentunya, Perma ini akan meminimalkan interaksi antara aparatur peradilan dan pihak yang berperkara, sehingga menutup celah terjadinya pelanggaran/penyimpangan hukum dan etika. (Baca Juga: plikasi E-Court Demi Peradilan Cepat dan Biaya Ringan)

 

  1. Penyusunan Yurisprudensi MA dan Rumusan Kaidah Hukum dalam Putusan Penting

MA menerbitkan SK Ketua MA No. 14/KMA/SKI2018 tanggal 19 Januari 2018 tentang  Program Penyusunan Yurisprudensi MA dengan membentuk tim pokja. Tujuannya, mendorong konsistensi putusan dan kesatuan penerapan hukum. Tim pokja ini telah berhasil menyusun sebuah draf rumusan yurisprudensi MA yang memuat kaidah-kaidah hukum dari setiap kamar perkara di MA. Setiap rumusan kaidah hukum tersebut disertai informasi putusan-putusan yang mengikutinya.

 

Dengan format ini, pembangunan pendapat hukum MA menuju konsistensi menjadi lebih terlihat dan lebih mudah dipahami para hakim dan komunitas hukum lain. Rumusan kaidah hukum tersebut dipublikasikan baik melalui media cetak maupun media digital pada Direktorat Putusan MA, sehingga mudah diakses oleh hakim dan masyarakat luas. Penyusunan yurisprudensi secara sinergi disusun juga klasifikasi putusan yang kegiatannya telah dimulai sejak tahun 2017.

 

  1. Penyusunan Rencana Kerja Advokasi Pengurangan Arus Perkara ke MA dan Pembentukan Tim Seleksi Perkara

MA menerbitkan SK Ketua MA No. 74/KMA/SK/III/2018 tanggal 29 Maret 2018 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Advokasi Pengurangan Arus Perkara ke MA. Pengurangan arus perkara ke MA menjadi salah satu agenda pembaruan fungsi teknis peradilan dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035 dengan nomenklatur program “pembatasan perkara kasasi dan peninjauan kembali.” Pokja ini telah mengindentifikasi dan mengurangi peraturan perundang-undangan yang berpotensi mengurangi arus perkara dari aspek formil di setiap kamar perkara. Untuk mendukung program pengurangan arus perkara ini telah dibentuk Sub Tim Seleksi Perkara.

 

Selain mengidentifikasi tantangan eksternal dalam pengendalian arus perkara ke MA, Pokja Arus perkara ini juga mengidentifikasi tantangan yang bersumber dari internal MA untuk dibenahi terlebih dahulu. Salah satu pembenahan internal saat ini yakni pembentukan tim seleksi perkara MA yang diharapkan dapat membantu para Hakim Agung menelaah perkara secara lebih substansial dari sistem penelaahan yang dijalankan oleh Direktorat Pranata dan Tata Laksana di masing-masing Direktorat Jenderal Badan Peradilan MA.

 

  1. Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan melalui Hasil Rapat Pleno Kamar

Rapat pleno kamar merupakan salah satu intrumen menjaga kesatuan penerapan hukum dan konsistensi putusan. Salah satu agenda yang dibahas dalam rapat pleno kamar ialah permasalahan hukum (questions of law) yang mengemuka pada setiap kamar. Hasilnya, rumusan hukum yang akan menjadi pedoman dalam penanganan perkara setiap kamar di MA. (Baca Juga: Mengintip Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2018)

 

MA telah melaksanakan rapat pleno kamar pada 1-3 Novemberi 2018 di Bandung. Rapat pleno kamar ini merupakan penyelenggaraan yang ketujuh sejak MA menerapkan sistem kamar pada bulan Oktober 2011. Hasil rumusan hukum pleno kamar tahun 2018 telah diberlakukan sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan yang dituangkan dalam SEMA No. 3 Tahun 2018. Jadi, hingga tahun 2018, telah terbit 7 SEMA yang memberlakukan rumusan hukum hasil rapat pleno kamar sebagai berikut:

 

Hukumonline.com

 

        6. Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan

MA telah menerbitkan Perma No. 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. Lahirnya Perma ini, akibat adanya Pasal 76 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memberi kewenangan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadili sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif. UU tersebut tidak diatur secara terperinci, sehingga kekosongan hukum terkait penyelesaian upaya administratif dilengkapi dengan berlakunya Perma No. 6 Tahun 2018 tersebut.

 

        7. Tata Cara Pengajuan Permohonan PK Putusan Pengadilan Pajak

MA menerbitkan Perma No. 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Perma ini menggantikan Perma No. 3 Tahun 2002 yang dinilai masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan dalam proses pemeriksaan permohonan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan pengadilan pajak di MA.

 

Beberapa ketentuan baru yang diatur dalam Perma ini. Pertama, permohonan PK terhadap putusan pengadilan pajak hanya dapat diajukan dengan diantar langsung. Hal ini menganulir ketentuan dalam Perma No. 3 Tahun 2002 yang memungkinkan pemohon PK mengajukan melalui kantor pengadilan tata usaha negara atau kantor pengadilan negeri tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon.

 

Kedua, tenggang waktu permohonan PK ialah 3 bulan sejak ditemukan kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti tertulis baru. Hal ini menganulir ketentuan Perma No. 3 Tahun 2002 yang menetapkan tenggang waktu selama 90 hari kerja.

 

Ketiga, pengajuan PK dengan alasan ditemukan bukti tertulis baru harus disertai surat pernyataan bukti baru tertulis yakni surat pernyataan yang dibuat oleh pemohon yang berisi keterangan tentang hal-hal yang terkait dengan bukti tertulis baru. Keempat, perubahan susunan bundle A dan bundle B. Kelengkapan bundle B sudah mengakomodir dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No. 1 Tahun 2014.

 

        8. Pedoman Pemidanaan Perkara Tindak Pidana Korupsi

MA telah menerbitkan SK Ketua MA No. 189/KMA/SK/IX2018 tanggal 27 September 2018 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pemidanaan pada Perkara Tindak Pidana Korupsi. Penyusunan kebijakan ini sebagai respons MA terhadap fenomena disparitas pemidanaan dalam tindak pidana korupsi. Pedoman ini diharapkan dapat menciptakan suatu kesatuan hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi dan meningkatkan kompetensi hakim pengadilan tindak pidana korupsi.

 

Salah satu pendekatan penyusunan pedoman pemidanaan ini ialah model pengalaman terbaik (best practices) yang diimplementasikan pengadilan-pengadilan di Amerika. Dengan dukungan Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) dan dukungan pendanaan dari USAID-CEGAH, tim telah melakukan studi banding dengan pengalaman terbaik dari pelaksanaan pemidanaan yang dilakukan di Amerika Serikat. Akhir Tahun 2018, kelompok kerja sudah menyusun rancangan awal pedoman pemidanaan tindak pidana korupsi. Rancangan ini akan dibahas lebih mendalam bersama kelompok pakar dan seluruh anggota kelompok kerja.

 

        9. Surat Keterangan Pengadilan sebagai Syarat Jabatan Publik

Sebelumnya, MA telah menerbitkan SEMA No. 3 Tahun 2016 tentang Permohonan Surat Keterangan bagi Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pengadilan. Namun, subjek pemohon surat keterangan tersebut diperluas melalui SEMA No. No. 2 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SEMA No. 3 Tahun 2016 terhadap semua jenis keterangan. Karena itu, tidak hanya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, tetapi juga semua jabatan publik dan jabatan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

SEMA No. 3 Tahun 2016 ialah standardisasi bagi pengadilan dalam menerbitkan keterangan suatu keadaan hukum tertentu dari seorang calon pejabat publik dengan merujuk pada informasi yang valid pada buku register pengadilan dengan format standar sebagai berikut:

 

Hukumonline.com

Selain itu, SEMA No. 2 Tahun 2018 mengatur jangka waktu penyelesaian permohonan surat keterangan paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima oleh pengadilan dan terhadap penerbitan surat keterangan tersebut tidak dipungut biaya. 

Tags:

Berita Terkait