2018, MA ‘Cetak’ 5 Putusan Terpilih
Laptah MA 2018:

2018, MA ‘Cetak’ 5 Putusan Terpilih

Berbeda dengan tahun 2016 dan 2017, MA hanya menetapkan 5 putusan terpilih selama 2018.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali saat penyampaian Laporan Tahunan MA Tahun 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (27/2). Foto: RES
Ketua MA M. Hatta Ali saat penyampaian Laporan Tahunan MA Tahun 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (27/2). Foto: RES

Dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) Tahun 2018 tercatat ada beberapa putusan terpilih (landmark decisions) dari ribuan perkara yang telah diputuskan melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali (PK). Putusan landmark decisions ini biasanya mengandung kaidah hukum baru dan dipandang bermanfaat bagi perkembangan hukum di masa yang akan datang.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, MA memuat sejumlah putusan penting (landmark decision) dalam setiap laporan tahunannya. Pada tahun 2016 dan 2017, MA mengeluarkan 11 landmark decisions dan 12 landmark decisions. Namun, sepanjang tahun 2018, MA hanya menentukan 5 putusan terpilih yang terdiri dari putusan perkara perdata, pidana, agama, militer dan TUN. Bagaimana inti sari dari 5 putusan itu? Simak putusan berikut ini:

 

  1. Sisa Bagi Hasil Belum Terbayar Tetap Dianggap Wanprestasi

Putusan peninjauan kembali (PK) No. 534 PK/Pdt/2018 tertanggal 10 Agustus 2018 diputus Soltoni Mohdally sebagai Ketua beranggotakan H. Panji Widagdo dan Sudrajad Dimyati. Putusan peninjauan kembali (PK) ini diajukan Abd. Rahim Wellang (pemohon) selaku penerima hasil kerja (fee) melawan PT Citra Silika Mallawa (CSM/termohon) sebuah perusahaan pertambangan nikel ore. Keduanya terikat perjanjian hasil kerja (fee) tertanggal 1 Maret 2012. Isi perjanjiannya antara penggugat (Rahim) dan tergugat (CSM) setuju untuk memberikan hasil kerja secara lunas dan tunai kepada penggugat sebesar 0,75 dollar USD Per Metric Ton atas setiap pengapalan dan atau ekspor nikel ore yang telah dilaksanakan para tergugat.

 

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 jo 1233 KUHPerdata kedua belah pihak telah mengikatkan diri satu sama lain dalam kesepakatan yang lahir berdasarkan perjanjian. Sehingga, perjanjian hasil kerja (fee) dianggap berlaku sebagai UU yang mengikat bagi kedua belah pihak. Namun, para tergugat belum membayar sisa tagihan dari total penjualan nikel ore sebesar 1.450.965,3 dollar USD. Dengan tidak dibayarkan sisa tagihan menyebabkan penggugat menderita kerugian. Karena itu, perbuatan tergugat (tetap) dapat dinyatakan sebagai perbuatan wanprestasi (cidera janji) sesuai Pasal 1238 KUHPerdata.

 

Untuk itu, dalam Putusan PK No. 534 PK/Pdt/2018, MA mengabulkan gugatan pemohon untuk sebagian dan menyatakan perjanjian hasil kerja (fee) tersebut sah menurut hukum. Serta, menyatakan para tergugat berhutang kepada penggugat sebesar 1.450.965,3 dollar USD dan menghukum para tergugat untuk membayar sesuai dengan kurs mata uang rupiah.

 

Pertimbangannya, novum yang diajukan pemohon PK bersifat menentukan karena meskipun secara formil H. Tauphan Ansar Nur saat perjanjian ini dilaksanakan oleh PT Citra Silika Mallawa telah membayar meski baru sebagian. Karena perjanjian tersebut telah terlaksana dengan dilakukan penambangan dan pengoperasian biji nikel ore oleh PT Citra Silika Mallawa dan melakukan pembayaran atas sebagian fee yang diperjanjikan adalah adil bila pihak tergugat melanjutkan membayar seluruh fee yang diperjanjikan yang menjadi hak penggugat. Sebab, PT Citra Silika Mallawa harus dianggap telah membenarkan dan menyetujui perjanjian tersebut.

 

  1. MA Tetapkan Pidana Tambahan Pencabutan Hak Politik 5 Tahun

Putusan No. 2729 K/PID.SUS/2016 diputus oleh Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis beranggotakan Krisna Harahap dan Syamsul Rakan Chaniago. Dalam putusan ini, MA menolak permohonan kasasi terdakwa Hj. Dewi Aryaliniza alias Dewi Yasin Limpo terdakwa I. Putusan kasasi ini memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor pada PT Jakarta dan PN Jakarta Pusat.

 

Dalam Putusan PN Jakarta Pusat, terdakwa Hj. Dewi Aryaliniza dan Bambang Wahyuhadi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan menjatuhkan pidana penjara 8 tahun dan kepada terdakwa II Bambang Wahyuhadi dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda masing-masing 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 6 bulan.

 

Dalam Putusan PT Jakarta, hukuman terdakwa I Hj. Dewi Ayaliniza ditambah hukuman pidana tambahan dengan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik atau jabatan politis selama 3 tahun dihitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok. Namun, dalam Putusan Kasasi No. 2729 K/PID.SUS/2016 hukuman tambahan terdakwa I Hj. Dewi Ayaliniza berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dinaikan menjadi selama 5 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

 

Sebelumnya, Terdakwa Hj. Dewi Aryaliniza Anggota DPR Periode 2014-2019 dan  terdakwa II Bambang Wahyudi selaku tenaga ahli bersma Rinelda Bandaso pada 20 Agustus 2015 menerima pemberian hadian berupa uang tunai sejumlah 177.700 Dollar Singapura dari Setiady Jusuf dan Irenies Adil agar terdakwa I dapat mengupayakan anggaran dari Pemerintah Pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.

 

  1. Pembagian Waris Beda Agama dengan Wasiat Wajibah

Dalam Putusan No. 331 K/Ag/2018, MA menolak permohonan kasasi yang diajukan Victor Sitorus Bin L. Sitorus. Perkara ini diputuskan Majelis yang diketuai Purwosusilo beranggotakan Edi Riadi dan Yasardin. Awalnya, telah terjadi pernikahan Dr. Anita Nasution dengan Victor Sitorus secara Islam. Pernikahan keduanya tidak menghasilkan anak.  

 

Pada 26 Agustus 2008, Dr. Anita Nasution meninggal dunia di Guanzou Cina dan meninggalkan suami dan empat saudara kandung yakni Arman Nasution, Irwani Nasution, Arlan Nasution, dan Iryani Nasution. Namun, setelah Anita meninggal, Victor Sitorus telah kembali ke agama Nasrani.

 

Sebelumnya, keempat adik kandung Anita tersebut meminta Victor Sitorus agar harta-harta tersebut diselesaikan pembagiannya dengan musyawarah. Namun, Victor tidak bersedia. Atas dasar itu, keempat adik kandung Anita menggugat Victor agar pengadilan membagi harta peninggalan Anita sesuai ketentuan hukum waris Islam yang didasarkan faraidh.

 

Bagi keempat saudara Anita, pindah agama ke Nasrani menjadi penghalang bagi Victor mendapatkan harta waris atau harta bersama dari pernikahannya dengan Anita. Harta tersebut berupa rumah dan dua bidang tanah.

 

Meski putusan kasasi ini MA menolak permohonan Victor dan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten No. 78/Pdt.G/2017/PTA.Btn tangga 21 Agustus 2017. Namun, Majelis menganggap sepantasnya pemohon kasasi yang beragama nonmuslim diberi bagian harta warisan dalam bentuk wasiat wajibah sebesar ¼ dari harta peninggalan pewaris. Wasiat wajibah adalah wasiat yang tidak dipengaruhi oleh yang meninggal dunia.

 

Pertimbangan Majelis, dengan memperhatikan hubungan antara pemohon kasasi dengan pewaris selama semasa hidupnya cukup baik dan harmonis. Bahkan, pemohon kasasi telah mendampingi pewaris selaku istri baik suka maupun duka, merawat dengan setia dan selalu mendampingin sampai berobat hingga ke Cina.

 

  1. TNI Simpan Sisa Amunisi Bukan Pelanggaran

Dalam Putusan No. 343 K/Mil/2016, MA mengabulkan permohonan kasasi terdakwa Yudo Sudaryanto dan membatalkan Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta No. 78-K/PMT-II/BDG/AD/VII/2016 dan mengubah putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta No. 36-K/PM.II-08/AD/II/2016. Perkara ini diputus oleh Timur P. Manurung sebagai ketua majelis beranggotakan Burhan Dahlan dan T. Gayus Lumbuun.  

 

Dalam Putusan Kasasi ini, MA membebaskan terdakwa Yudo Sudaryanto dari dakwaan kepemilikan senjata api berupa 9 butir amunisi (peluru) dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah menyalahgunakan narkotika golongan I bagi sendiri. Karenanya, terdakwa dipidana penjara selama satu tahun dan dipecat dari dinas militer.

 

Dalam pertimbangan Mahkamah, prajurit TNI sebagai alat pertahanan negara mempunyai tugas pokok menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara dituntut untuk mengunakan senjata api. Di lingkungan TNI, senjata api diperlakukan bagai “istri pertama”. Untuk mencapai kualitas predikat mahir mengunakan senjata api, setiap prajurit diberikan bekal pokok amunisi yang digunakan untuk latihan menembak yang harus dihabiskan.

 

Terhadap amunisi yang tersisa (tidak habis) yang digunakan seorang prajurit TNI dalam suatu latihan dalam jumlah yang relatif sedikit dan dibawa prajurit tersebut, dengan berbagai pertimbangan merupakan pelanggaran aturan kesatuan, kecuali amunisi tersebut digunakan untuk suatu kejahatan. Karena itu, dapat disimpulkan perbuatan terdakwa yang menyimpan 9 butir amnusi sisa latihan bukan merupakan pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (1) UU No. 12.Drt/1951 tentang   

 

Sebelumnya, dalam Putusan PN Militer Jakarta terdakwa dijatuhi pidana penjara selama satu tahun dan pemecatan dari dinas militer. Namun, dalam putusan ini, terdakwa dianggap terbukti tanpa hak memiliki senjata api berupa 9 butir amunisi dan menyalahgunakan narkortika. Namun, dalam Putusan PT Militer II Jakarta, hukuman terdakwa diperberat selama satu tahun dan tujuh bulan dan dipecat dari dinas Militer. (Baca Juga: Ini 11 Putusan MA Berstatus Landmark Decisions Tahun 2016)

 

Dalam kasus ini, terdakwa Yudo Sudaryanto prajurit TNI AD berpangkat Prada ditangkap oleh polisi dan diduga melakukan tindak pidana penyalangunaan narkotika, dan ditemukan barang bukti berupa 9 butir amunisi. Selain itu, ditemukan satu kotak bungkus rokok Mild berisi klip plastic kecil yang berisikan Kristal bening yang diduga narkotika jenis sabu-sabu seberat 0,50 gram dan satu unit hp merek Acer.

 

  1. Penerbitan SK Kemenkumham Harus Verifikasi Manual

Dalam Putusan No. 232 K/TUN/2018, MA mengabulkan gugatan 17 arbiter. Majelis MA pimpinan H. Supandi beranggotakan H. Yodi Martono dan Wahyunadi ini membatalkan SK Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-0064837.AH.01.07.Tahun 2016 tanggal 20 Juni 2016 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang beralamat di Sovereign Plaza.  

 

Majelis kasasi berpendapat PT TUN DKI Jakarta telah keliru dan salah dalam menerapkan hukum. Menurut Majelis, dalam menerbitkan objek sengketa seharusnya Kemenkumham tidak hanya berpedoman pada Sistem Administrasi Badan Hukum, tetapi juga harus melakukan verifikasi manual (fakta sosial). Tindakan tersebut terkait kelompok masyarakat atau badan hukum yang sudah berdiri sebelumnya. Dalam hal ini, BANI Mampang.  

 

Selama ini BANI adalah lembaga yang telah diakui keberadaannya dan kiprahnya sebagai lembaga independen yang bergerak di bidang penyelesaian alternatif sengketa di luar pengadilan, yang telah dikenal oleh masyarakat secara nasional maupun internasional.

 

Dengan demikian, tindakan Tergugat (Menkumham) dalam menerbitkan objek sengketa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Pasal 10 ayat (1) huruf d dan f UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta Asas kecermatan dan Asas Keterbukaan sebagai Asas-Asas Umum Pemerintah Yang Baik.

 

Berdasarkan pertimbangan itu, menurut Majelis MA terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya. Dengan demikian, majelis kasasi membatalkan putusan PT TUN DKI Jakarta No. 265/B/2017/PT.TUN/JKT tertanggal 21 November 2017. (Baca Juga: Kontradiksi Putusan Sengketa Kepengurusan BANI)

Tags:

Berita Terkait