2 Ketua Pengadilan Ini Dukung Perjuangan Kesejahteraan Hakim Indonesia
Utama

2 Ketua Pengadilan Ini Dukung Perjuangan Kesejahteraan Hakim Indonesia

Dengan gerakan ini, para hakim berharap pemerintah segera merespons tuntutan mereka demi menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan profesional.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ketua Pengadilan Agama Cirebon Achmad Cholil dan Ketua Pengadilan Agama Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Yusuf Bakri. Foto: Istimewa
Ketua Pengadilan Agama Cirebon Achmad Cholil dan Ketua Pengadilan Agama Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Yusuf Bakri. Foto: Istimewa

Ketua Pengadilan Agama Cirebon Achmad Cholil secara tegas mendukung Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia sebagai bentuk protes untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan kehormatan lembaga peradilan. Gerakan ini adalah komitmen bersama seluruh hakim yang menuntut perhatian lebih dari pemerintah terhadap kesejahteraan mereka yang selama bertahun-tahun belum menjadi prioritas.

"Hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum, namun kesejahteraan mereka sering terabaikan. Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan yang diatur dalam PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung, sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini," ujar Achmad Cholil saat dikonfirmasi, Jum’at (4/10/2024).

Baca Juga:

Dia mengungkapkan selama lebih dari satu dekade, tidak ada penyesuaian gaji hakim meskipun inflasi terus terjadi. Ini tentu berdampak pada daya beli hakim yang semakin menurun. Hal ini tentu dapat meningkatkan kerentanan terhadap potensi praktik korupsi di pengadilan.  

Padahal jauh sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 telah mengamanatkan peninjauan ulang penggajian hakim, namun hingga kini belum ada tindakan nyata dari pemerintah.

Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia ini, lanjut Cholil, akan dilaksanakan mulai 7 hingga 11 Oktober 2024 oleh ribuan hakim di seluruh Indonesia. Beberapa hakim juga akan melakukan aksi simbolik di Jakarta, bertemu dengan lembaga terkait, dan tokoh nasional guna menyuarakan tuntutan mereka.

“Ini langkah mendesak untuk memperjuangkan hak-hak konstitusional hakim. Kami menuntut tidak hanya pemenuhan kesejahteraan jangka pendek, tetapi juga kemerdekaan anggaran peradilan sebagai bagian dari independensi lembaga peradilan," tambah Cholil.

Cholil - yang pernah mengancam akan melakukan aksi protes seorang diri di KJRI saat menjalani pendidikan di Melbourne Law School, Australia pada tahun 2012 silam - menekankan bahwa kesejahteraan hakim bukan sekadar tuntutan pribadi, tetapi bagian dari upaya menjaga wibawa penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

“Dengan gerakan ini, para hakim berharap pemerintah segera merespons tuntutan mereka demi menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan profesional.”  

Sudah memperjuangkan

Terpisah, Ketua Pengadilan Agama Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Yusuf Bakri, MA dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) sudah memperjuangkan hak keuangan Hakim melalui beberapa kali mengajukan usul perubahan PP 94/2012 sejak tahun 2019. Setelah melalui berbagai kajian yang digawangi Biro Perencanaan MA, akhirnya draft perubahan PP 94/2012 tuntas. Usulan pun dilayangkan.

“Berbagai pertemuan di Kemenpan dan Kemenkeu sudah digelar. Namun, tetap tidak ada hasil. 2 tahun terakhir ini, IKAHI pun terbilang sangat serius memperjuangkan revisi PP 94/2012. Bahkan Munas IKAHI merekomendasikan agar hal tersebut menjadi konsen utama IKAHI,” ujar Andi Muhammad Yusuf Bakri.

PP IKAHI sudah membentuk tim yang sangat intens menyusun ulang draft perubahan PP 94/2012, lalu kembali menggelar serangkaian pertemuan dan pembahasan bersama Kemenpan dan Kemenkeu. Sayangnya, hingga 12 tahun usia PP 94/2012 dan jelang berakhirnya 2 periode pemerintahan Presiden Jokowi, apa yang diharapkan para hakim tetap tidak kunjung terwujud.

“Hakim-Hakim sepertinya sudah tidak sanggup membiarkan pemerintah memberi hak keuangan yang lebih rendah kepada Hakim dibanding PNS yang baru saja diangkat. Ini sepertinya sudah keterlaluan,” ujarnya miris.  

Menurutnya, jabatan yang seharusnya di-design berwibawa dan terhormat, kenyataannya diperlakukan tidak adil dan tidak terhormat. Ribuan Hakim itu berharap agar mereka cukup dihadapkan pada ujian menjaga integritas dan profesionalitas di tengah tumpukan pekerjaan dan banyaknya godaan untuk berlaku culas.

“Mereka berharap agar hal itu tidak ditambah lagi dengan ujian kesabaran menerima perlakuan yang tidak menempatkan jabatannya dalam kedudukan tidak terhormat. Selamat berjuang Hakim Indonesia...!”

Sebelumnya, dalam siaran persnya yang diterima Hukumonline, Sabtu (28/9/2024), Solidaritas Hakim Indonesia menuliskan lima poin besar mengenai perjuangan kesejahteraan, independensi, dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia. Persoalan utama yang mendorong Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia terkait minimnya kesejahteraan hakim sebagaimana tertuang dalam PP No. 94 Tahun 2012.

Sebab, selama 12 tahun gaji dan tunjangan tidak mengalami kenaikan di tengah tingkat inflasi dan lonjakan harga kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Sejak 2019, berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut.

Ada tiga skema aksi cuti bersama. Pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas. Kedua, hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta. Ketiga, bagi hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis akan didorong mengosongkan jadwal sidang selama tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024, namun tetap menjaga hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan.

Tags:

Berita Terkait