15 Isu yang Menimbulkan Sengketa Kontrak di Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Utama

15 Isu yang Menimbulkan Sengketa Kontrak di Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pelaku usaha diminta untuk mengedepankan komunikasi dalam sengketa kontrak, terutama yang bersifat administrasi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Hukumonline menggelar webinar bertema Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa yang Harus Dipahami Pelaku Usaha, Kamis (22/10). Foto: RES
Hukumonline menggelar webinar bertema Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa yang Harus Dipahami Pelaku Usaha, Kamis (22/10). Foto: RES

Pengadaan barang dan jasa harus didasarkan pada kontrak. Namun, tak sedikit kontrak yang berkahir dengan sengketa karena adanya kesalahpahaman antar para pihak yang berkontrak. Agar tak terjebak dalam sengketa tersebut, para pihak harus memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat memunculkan sengketa dalam proses penyusunannya.

Menurut Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Patria Susantosa, terdapat 15 isu penyusunan kontrak yang selama ini kerap menimbulkan sengketa atau menjadi permasalahan di kemudian hari. Ke-15 isu tersebut adalah rancangan kontrak tidak dianggap sebagai instrumen yang menentukan minat, strategi penawaran penyedia, dan “market sounding” sehingga sering tidak dianggap penting; pemilihan Jenis Kontrak yang Tidak Tepat; tidak cermat membuat rancangan kontrak, copy/paste kontrak sebelumnya tanpa penyesuaian; ruang lingkup pekerjaan kurang jelas; rancangan kontrak tidak “market friendly” atau sesuai dengan bisnis model; ketentuan serah terima parsial atau toal tidak jelas; dan mekanisme pembayaran: uang Muka, termin, akhir, lintas tahun, terlambat.

Kemudian terkait milestone dan perhitungan prestasi; kriteria dan mekanisme kahar; ketentuan subkontrak; ketentuan adendum kontrak; pemutusan kontrak; sanksi/denda keterlambatan (sebagian/seluruhnya); penyesuaian harga, dan material on Site. Pada kebanyakan kasus, lanjut Patria, 15 isu tersebut berpotensi memunculkan kesalahan persepsi antar dua pihak yang berkontrak. Dua pihak memandang kontrak dengan perspektif berbeda. (Baca Juga: Perlunya Keberpihakan Pada Konsumen Produk Halal di Aturan Turunan UU Cipta Kerja)

“Misalnya rumusan kontrak tidak didefenisikan dengan jelas dan multi tafsir. Memang sering terjadi. Kontrak tidak detail, tidak lengkap, atau berpotensi multi tafsir,” katanya dalam Webinar Hukumonline dengan tajuk “Aspek Hukum Dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang harus Dipahami Pelaku Usaha,” Kamis (22/10).

Atas dasar itu pula Patria mengingatkan kepada pelaku usaha untuk terlebih dahulu memahami produk hukum PBJ, sebelum menyusun kontrak. Pelaku usaha juga harus memahami dokumen pemilihan dan kontrak, serta mengkritisi spek, HPS dan rancangan kontrak pada saat pemberian penjelasan.

Dalam konteks pemberian penjelasan, pelaku usaha harus memastikan sudah memahami dan melemparkan pertanyaan terkait pengadaan yang dimaksud. Hal ini penting mengingat proses pemberian penjelasan memiliki batas waktu hingga pengadaan barang dan jasa dilaksanakan. Jika pengadaan sudah dilaksanakan, pelaku usaha tidak memiliki ruang untuk kembali bertanya soal pengadaan.

“Jika ada pertanyan, kalau misal waktu sudah terlewat untuk QnA, apakah masih boleh nanya. Sebagai dari pihak pengadaan sesi QnA akan distop, waktu selesai. Kecuali kalau pertanyaan itu memang belum dijawab, atau ada kesalahan dokumen dari panitia, itu biasanya bisa diamandemen. Tapi kalau untuk nego ulang harga itu tidak bisa,” jelasnya.

Kemudian pelaku usaha harus melakukan sanggah jika ada masalah seperti evaluasi ulang, rebid, tender ulang atau gagal, melakukan pengaduan dan konsultasike APIP jika sanggah tidak ditanggapi, memaksimalkan rapat persiapan penunjukan penyedia dan rapat pelaksanaan kontrak, komunikasi pada saat pengendalian kontrak, melakukan justifikasi dan penyiapan dokumen pendukung dalam setiap proses, dan memanfaatkan LPS.

Jika terdapat keputusan yang keliru, pelaku usaha bisa mengambil langkah gugatan Perdata/TUN, dan tentu melakukan best effort dengan mentaati ketentuan, etika dan prinsip pengadaan mencapai tujuan pengadaan

Senior Counsel pada Hermawan Juniarto & Partners, Derryan Rahmat Putra, mengatakan terdapat dua jenis kontrak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan Pasal 27 Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Hukumonline.com

Pertama, kontrak pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya. Kontrak ini terdiri dari lumpsum, kontrak payung, gabungan lumpsum dan harga satuan, terima jadi (turnkey), dan harga satuan. Dan kedua adalah kontrak pengadaan jasa konsultasi yang terdiri dari lumpsum, kontrak payung, dan waktu penugasan. Adapun kedua jenis kontrak ini memiliki ciri masing-masing.

Derryan mengingatkan kepada seluruh pihak yang berkontrak dalam pengadaan barang dan jasa untuk tidak langsung membawa perkara ke ranah litigasi ataupun arbitrase. Terutama untuk kesalahan atau kekeliruan dalam kontrak yang bersifat administrasi.

“Jangan sampai karena kesalahan yang sifatnya administrasi dan bisa diselesaikan, contoh judul perjanjian tidak sesuai dengan substansi, kita harus coba menggalakkan, maksudnya jangan sedikit-sedikit llitigasi misalkan pengadilan atau arbitrase. Jadi penyelesaian hal semacam ini bisa mengarah ke arah komunikasi antara kedua belah pihak, supaya secara substansi kontrak bisa dijalankan,” katanya.

Jika merujuk kepada Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, lanjut Derryan, penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan penyedia dalam pelaksanaan kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak seperti mediasi dan konsolidasi, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan, sesuai dengan Pasal 85 ayat (1) Perpres 16/2018 dan Pasal 3 Peraturan LKPP 18/2018.

Namun, Derryan mengingatkan bahwa terdapat pengecualian terhadap sengketa kontrak pengadaan berdasarkan Pasal 4 Peraturan LKPP 18/2018, diantaranya sengketa yang berasal dari kontrak pengadaan yang sedang dilakukan penyidikan oleh pihak yang berwajib; dan/atau sengketa yang pernah atau sedang disidangkan di Pengadilan dan/atau Lembaga Arbitrase lainnya.

Kemudian terkait mitigasi risiko dalam kontrak pengadaan barang dan jasa, terdapat tiga kategori risiko yang harus diperhatikan para pihak. Pertama, terkait perencanaan dan persiapan. Terdapat beberapa risiko seperti ekspektasi waktu atau biaya yang tidak realistis; ketidaksesuaian tata kelola pengadaan/kontrak yang ada; keterbatasan akses terhadap data/informasi yang diperlukan; keterlambatan proses persetujuan; dan ketidaktepatan memilih metode/pendekatan yang digunakan. Adapun mitigasi risikonya adalah dengan melakukan analisis mendalam pada setiap aspek untuk memastikan rencana tercapai dengan maksimal.

Kedua, risiko pelaksana pengadaan (pemilihan penyedia). Risiko yang mungkin timbul terkait hal ini adalah perubahan lingkup, kriteria dan/atau spesifikasi; ketidaksesuaian prosedur dan/atau tahapan; pengelolaan risiko yang tidak tepat; dan hasil pengadaan tidak mencerminkan nilai yang seharusnya.

Adapun mitigasi risikonya adalah dengann meminta pendapat para ahli hukum kontrak untuk menghindari adanya perbedaan persepsi tentang kontrak di antara PPK dengan Penyedia; memberikan pembekalan teknis kepada pekerja untuk menghindari tidak tercapainya kualitas dan volume pekerjaan yang disepakati dalam kontrak; dan mencantumkan spesifikasi barang dengan jelas dan lengkap dalam dokumen pemilihan dan lempiran kontrak.

Ketiga, kategori risiko dalam pelaksanaan kontrak. Risiko yang mungkin muncul adalah penyelesaian pekerjaan terlambat dari jadwal yang telah disepakati; penjaminan Bank; kualitas dan volume hasil pekerjaan kurang dari yang seharusnya; perubahan lingkup/teknologi yang tidak direncanakan; ketidaksesuaian klausul dalam Kontrak; perbedaan persepsi atas isi kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia; dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan penipuan (fraud).

Adapun mitigasi risiko yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengawasan yang ketat dan terstruktur untuk memastikan penyediaan barang yang sesuai dari Penyedia, serta memberikan sosialisasi kepada stakeholder terkait untuk menghindari ketidakpahaman terhadap barang/pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Tags:

Berita Terkait