144 Organisasi Masyarakat Desak KPU Tetap Masukkan LPSDK ke Peraturan KPU
Terbaru

144 Organisasi Masyarakat Desak KPU Tetap Masukkan LPSDK ke Peraturan KPU

Penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) berpotensi melemahkan semangat antikorupsi.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Perwakilan aliansi masyarakat yang mengatasnamakan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, Sita Supomo, Valentina Sagala dan Judhi Kristantini, menggelar jumpa pers di KPU. Foto: WIL
Perwakilan aliansi masyarakat yang mengatasnamakan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, Sita Supomo, Valentina Sagala dan Judhi Kristantini, menggelar jumpa pers di KPU. Foto: WIL

Aliansi masyarakat yang mengatasnamakan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap memasukkan instrumen Laporan Penerimaan Sumbanga Dana Kampanye (LPSDK) di dalam Peraturan KPU.

Atas hal tersebut, aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mendesak KPU untuk mewujudkan 7 hal yang menjadi sikap dari aliansi masyarakat ini. 

Pemilu berintegritas mensyaratkan penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas sesuai 11 prinsip berdasarkan Pasal 3 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien.

Penyelenggara Pemilu sebagai regulator mempunyai tanggung jawab menerbitkan kebijakan yang memberi kepastian tersedianya instrumen bagi peserta pemilu untuk menyusun laporan dana kampanye secara transparan dan akuntabel sesuai prinsip good governance.

Baca juga:

“Laporan dana kampanye merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pemilu untuk menghasilkan pemerintahan bersih yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar Sita Supomo selaku perwakilan aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas pada siaran pers, Selasa (6/6).

Saat ini telah ada 144 organisasi yang tersebar dari Aceh hingga Papua yang mendukung untuk adanya akuntabilitas dan integritas di dalam Pemilu. Aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mewakili 144 organisasi ini yang sama-sama memiliki kegelisahan dan kekhawatiran karena adanya putusan KPU mengenai penghapusan kewajiban LPSDK.

“Kami dan 144 organisasi ini adalah lembaga yang bergerak di bidang akuntabilitas dan transparansi khususnya pada kelompok rentan di antaranya perempuan, anak, lansia, disabilitas, komunitas adat dan lainnya. Penghapusan (LPSDK) ini bagi kami adalah ancaman dan kemunduran terhadap upaya panjang yang telah kami lakukan dalam akuntabilitas dan transparansi yang mana itu menjadi dasar nilai yang penting dalam politik dan demokrasi kita,” ujar Judhi Kristianti yang juga perwakilan aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas.

Laporan Transparency International Indonesia (TII) tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami tantangan serius dalam upaya melawan korupsi. Indeks Persepsi Korupsi berada di skor 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 dari negara yang disurvei. 

Skor tersebut merupakan penurunan paling drastis sepanjang pengukuran indeks yang dilakukan di Indonesia. Hal itu terjadi karena respons terhadap praktik korupsi cenderung lambat bahkan memburuk akibat tidak adanya terobosan kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk praktik korupsi politik. 

TII merekomendasikan antara lain agar pemangku kebijakan mempunyai komitmen antikorupsi, memperkuat check and balances, dan memenuhi hak masyarakat atas informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban. 

“Tentunya ini tidak hanya menjadi kegelisahan kami saja, tetapi kita semua masyarakat Indonesia di mana perbaikannya kami meminta komitmen antikorupsi secara menyeluruh kepada pemangku kebijakan termasuk KPU, di mana kita berharap kita bisa belajar dan lembaga pemerintah menjadi role model untuk integritas termasuk akuntabilitas dan transparansi,” imbuhnya.

Sebelumnya, aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, telah mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh KPU dengan menetapkan kewajiban LPSDK pada Pemilu 2019 lalu.

Namun, wacana KPU untuk menghapuskan LPSDK kepada peserta Pemilu di 2024 mendatang membuat aliansi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas khawatir bahwa ini sebuah pertanda kemunduran dari proses pendidikan sebagai bangsa terhadap akuntabilitas dan transparansi.

“Berkenaan dengan hal tersebut, KPU sebagai regulator Pemilu seharusnya mempunyai komitmen menyediakan instrumen kerja bagi peserta pemilu untuk terus meningkatkan derajat akuntabilitas laporan dana kampanye,” tutupnya.

Penghapusan kewajiban peserta Pemilu 2024 menyusun dan melaporkan LPSDK, jelas berpotensi merugikan pemilih, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya, seperti pemilih pemula, lansia, disabilitas, komunitas adat, serta melemahkan semangat antikorupsi.

Tags:

Berita Terkait