10 Tahun Terkatung, RI Tuntut Tanggung Jawab Australia atas Kasus Montara
Berita

10 Tahun Terkatung, RI Tuntut Tanggung Jawab Australia atas Kasus Montara

Australia tak bisa menampik status negaranya yang juga telah meratifikasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
id.wikipedia.org
id.wikipedia.org

Sepuluh tahun sudah kasus ledakan anjungan minyak Montara di Laut Timor perairan Australia dan Indonesia terkatung-katung tanpa kejelasan. Tepatnya pada 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd (PTTEP-AA) meledak. Kemudian, pada 9 November 2009 kebocoran dapat di atasi.

 

Namun, selama rentang waktu tersebut, kebocoran telah menimbulkan pencemaran yang melintasi wilayah perairan Indonesia, tepatnya di sekitar wilayah perairan Laut Timor. Akibatnya, warga khususnya nelayan yang tinggal di sekitar perairan laut timor menderita kerugian baik moril dan materiil.

 

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2009 melansir, 29 hari setelah ledakan, tumpahan minyak menyebar ke arah barat, berada sekitar 110 km pesisir Namodale, Rote Ndao dan 121 km Oetune, Kupang, NTT. Citra satelit Terra-MODIS pada 28 September 2009 mendeteksi tumpahan minyak kembali mendekati perairan Indonesia dengan jarak paling dekat, sekitar 47 km dari pesisir Rabe, Kupang dan 65 km dari Batuidu, Rute Ndao, NTT.

 

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan kendati sempat dibentuk nota kesepahaman (MoU) pada 2010 lalu oleh Dubes Australia, Greg Moriarry dan Freddy Numberi, sayangnya MoU tersebut tak pernah ditindaklanjuti. Kini, katanya, pemerintah sedang berupaya untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah Australia. Pasalnya, Pemerintah Australia bersikukuh bahwa kesalahan tersebut terletak pada swasta, sehingga tak ada kaitannya dengan pertanggungjawaban Negara.

 

Sementara itu, Purbawa menegaskan bahwa Australia jelas tak bisa menampik status negaranya yang juga telah meratifikasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, sehingga Negara tetap harus bertanggungjawab atas segala aktivitas yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran di wilayah maritime Negaranya maupun Negara lain yang terdampak.

 

“Jelas di article 194 bahwa state (Negara) terlibat disini. Jadi jangan bilang lagi kalau itu hanya tanggungjawab swasta, pemerintah Negara juga harus bertanggungjawab,” katanya dalam jumpa pers, Kamis (11/4).

 

Merespons itu, sejak Agustus 2018 lalu Menko Maritim telah membentuk Task Force Montara untuk mempercepat penyelesaian kasus tumpahan minyak Montara tersebut. Tim Task Force ini, katanya, akan diberangkatkan ke Canberra untuk melakukan pertemuan dengan pihak terkait di Australia.

 

“Kami akan duduk bersama menyelesaikan kasus Montara 2009 ini dalam sebuah suasana persahabatan yang erat antara Indonesia dan Australia, kira-kira 20 hingga 27 April ini,” ungkapnya.

 

(Baca Juga: Pemerintah Ajukan Kasus Montara ke PN Jakpus)

 

Tak hanya itu, ia menyebut pihaknya juga telah mengirimkan surat ke Sekretariat Kabinet (Setkab) untuk diumumkan kepada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) agar mengedepankan isu Montara ini setiap akan menjalin kerjasama dengan Australia. Harapannya, tak ada kerjasama yang terjalin tanpa mengindahkan isu Montara.

 

Tak berakhir pada masalah pencemaran akibat tumpahan minyak, ia juga mengatakan bahwa akibat bubuk kimia beracun, Dispersant jenis Corexit 9872 A yang digunakan AMSA (Australia Maritime Safety Authority) untuk menenggelamkan sisa tumpahan minyak Montara ke dalam dasar Laut Timor, akibatnya dalam 1 kali 24 jam banyak sekali ikan besar dan kecil mati termasuk di kawasan Indonesia.

 

Sebelumnya dilansir dari Antara, Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Pencemaran Laut Timor Ferdi Tanoni menyebutkan ada empat pihak yang sesungguhnya terlibat dan bertanggungjawab atas tragedi tumpahan minyak dari ledakan kilang minyak Montara ke Laut Timor pada Agustus 2009.

 

"Keempat pihak tersebut masing-masing PTTEP (PTT Exploration and Production), perusahaan migas dari Norwegia dan Amerika Serikat serta Pemerintah Australia," kata Tanoni.

 

Atas dasar bukti tersebut, pihaknya telah mengirimkan surat langsung kepada Presiden Amerika Serikat Donald J Trump guna meminta bantuannya dalam penyelesaian kasus yang maha dahsyat tersebut di Laut Timor. Tumpahan minyak Montara di Laut Timor ini telah menghancurkan kehidupan para petani rumput laut yang menyebar di 13 kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Timur, serta merusak ekositem laut dan menimbulkan berbagai penyakit aneh sampai membawa kematian bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir.

 

Masyarakat korban pencemaran Montara dari Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang pun melayangkan gugatan "class action" ke Pengadilan Federal Australia menuntut ganti rugi sebesar 635 dolar Australia kepada PTT Exploration and Production.

 

Tanoni juga mengatakan jauh sebelum Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan penyelesaian kasus Montara di luar pengadilan, pihaknya sudah tujuh kali melakukannya sejak 2011 sampai Agustus 2016, namun ditolak PTTEP sehingga pihaknya bersama rakyat korban terpaksa mengajukan gugatan ke Pengadilan Federal Australia.

 

Tunggu Hasil Gugatan di Australia

Sekedar informasi, sebelum masyarakat korban pencemaran Montara dari Kab. Rote Ndao dan Kabupaten Kupang melayangkan gugatan class action, Pemerintah RI sebetulnya sudah mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melawan PTTEP, namun gugatan itu akhirnya dicabut sejak Februari 2018 lalu.

 

Kini, Purbaya menyebut masih menahan masuknya gugatan di dalam negeri sebelum gugatan di Pengadilan federal Australia diselesaikan. Alasannya, pemerintah perlu mendukung gugatan yang sekarang sedang berlangsung di Australia untuk menghindari terjadinya kekacauan akibat adanya 2 gugatan yang sama dalam 1 waktu di 2 negara.

 

Jika gugatan di Australia menang, katanya, maka itu bisa dijadikan bukti untuk memperkuat gugatan pemerintah di dalam Negeri. Sementara di dalam Negeri, persiapan pengajuan gugatan juga sambil dilakukan penguatan.

 

Sample diperbanyak, rupanya sample yang selama ini di tes masih sedikit. Yang penting jangan sampai tindakan kita melemahkan tuntutan yang sedan berjalan di Australia” katanya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait