10 Alasan Komnas HAM RUU Cipta Kerja Layak Dihentikan
Utama

10 Alasan Komnas HAM RUU Cipta Kerja Layak Dihentikan

RUU Cipta Kerja seolah menjadi UU superior atas UU lainnya, sehingga dapat menimbulkan kekacauan tatanan dan ketidakpastian hukum. DPR mengklaim pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, dan transparan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

“RUU Cipta Kerja menghapus Komisi Penilai Amdal dan mengubah konsep pertanggungjawaban mutlak, sehingga mengurangi tanggung jawab korporasi dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta berpotensi terjadinya alih tanggung jawab kepada individu.”

Ketujuh, relaksasi atas tata ruang dan wilayah demi kepentingan strategis nasional yang dilakukan tanpa memerlukan persetujuan atau rekomendasi dari institusi/lembaga yang mengawasi kebijakan tata ruang dan wilayah. Hal ini membahayakan keserasian dan daya dukung lingkungan hidup.

Delapan, pemunduran atas upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kepemilikan tanah melalui perubahan UU No.2 Tahun 2012 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. RUU Cipta Kerja memperluas obyek (pengadaan tanah) yang masuk kategori kepentingan umum, padahal tidak terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak. Penggusuran paksa atas nama pembangunan semakin marak karena prosedur penitipan uang ganti kerugian (konsinyasi) ke pengadilan dibuat lebih mudah.

Sembilan, berpotensi terjadi pemunduran atas upaya pemenuhan hak atas pangan dan ketimpangan akses serta kepemilikan sumber daya alam terutama tanah antara masyarakat dengan perusahaan (korporasi). Hal ini diantaranya terkait penghapusan kewajiban pembangunan kebun plasma untuk masyarakat minimal 20 persen dari luasan izin HGU; pembentukan Bank Tanah yang akan menjadikan lahan sekedar kepentingan komoditas ekonomi dengan luasan pengelolaan tanah yang tidak dibatasi dan jangka waktu hak yang diberikan selama 90 tahun.

Sepuluh, politik penghukuman dalam RUU Cipta Kerja bernuansa diskriminatif karena lebih menjamin kepentingan sekelompok orang/kelompok pelaku usaha/korporasi, sehingga menciderai hak atas persamaan di depan hukum. Hal ini terkait perubahan ketentuan penghukuman dari sanksi pidana penjara menjadi sanksi administras denda untuk pelanggaran awal, dimana sanksi pidana penjara berlaku apabila sanksi administrasi denda tidak dibayarkan.

“Hal ini diberlakukan atas hukum lingkungan; penataan ruang; bangunan gedung; pangan; serta monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,” katanya.

DPR menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak dilakukan secara sembarangan. Namun, pembahasan RUU usulan pemerintah ini dilakukan secara cermat, hati-hati, dan transparan meskipun masih dibahas di tengah masa reses. “Pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan,” ujar Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Bagi Puan, terpenting pembahasan RUU Cipta Kerja tetap mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional. Tak hanya untuk saat ini, tapi untuk masa yang akan datang. Dia mengatakan cara tersebut dilakukan agar RUU Cipta Kerja yang dihasilkan nantinya memiliki legitimasi yang kuat dalam menjaga kepentingan negara kesatuan republik Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut banyak kalangan dari dunia usaha yang menunggu terbitnya RUU Cipta Kerja. Dia juga mengapresiasi Apindo yang telah aktif bersama serikat buruh menyepakati sejumlah hal dalam RUU Cipta Kerja. Masukan tersebut akan dibahas dalam panja RUU Cipta Kerja di DPR.

“Pembahasan RUU Cipta Kerja sudah 75 persen. Pembahasan dilanjutkan karena ini ditunggu investor,” kata Airlangga dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Apindo 2020, Kamis (13/8/2020).

Tags:

Berita Terkait