Apa arti dari putusan dalam perkara pidana batal demi hukum? Apakah penyebab putusan batal demi hukum? Siapa pihak yang berhak menyatakan putusan batal demi hukum?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Putusan batal demi hukum adalah putusan yang sejak semula dijatuhkan dianggap tidak pernah ada, tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi. Yang dimaksud batal demi hukum itu adalah sebatas putusan yang dijatuhkan saja.
Untuk menyatakan suatu putusan batal demi hukum benar-benar batal secara formal, maka harus ada pernyataan putusan batal demi hukum dari instansi pengadilan yang lebih tinggi.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. yang pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 15 Februari 2018, yang pertama kali dimutakhirkan pada Selasa, 12 April 2022, dan kedua kali dimutakhirkan oleh Valerie Augustine Budianto, S.H. pada Rabu, 13 April 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai penyebab putusan batal demi hukum, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu makna atau arti putusan batal demi hukum itu sendiri.
Putusan Batal Demi Hukum
Menurut Yahya Harahap, putusan yang batal demi hukum artinya putusan yang dijatuhkan:[1]
dianggap “tidak pernah ada” atau never existed sejak semula;
putusan yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum;
dengan demikian putusan yang batal demi hukum, sejak semula putusan itu dijatuhkan sama sekali tidak memiliki daya eksekusi atau tidak dapat dilaksanakan.
Merujuk pada definisi tersebut, dapat diartikan bahwa putusan yang batal demi hukum adalah putusan yang sejak semula dijatuhkan, (putusan itu) dianggap tidak pernah ada, tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi.
Penyebab Putusan Batal Demi Hukum
Adapun syarat yang harus dimuat dalam sebuah putusan hakim dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAPjo.Putusan MK No. 103/PUU-XIV/2016 yang berbunyi:
Surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat:
kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;
Oleh karena itu, redaksional Pasal 197 ayat (2) KUHAP selengkapnya berubah menjadi:
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, dan j pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Dengan demikian, dapat dipahami penyebab putusan batal demi hukum adalah karena tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, dan j KUHAP. Contoh putusan batal demi hukum misalnya dalam putusan di tingkat pertama tidak mencantumkan kepala putusan yang berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
Oleh karena itu, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, arti batal demi hukum adalah putusan bersangkutan dianggap tidak pernah ada dan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap terdakwa serta jaksa tidak dapat melaksanakannya.
Perlu diingat bahwa yang batal demi hukum hanya terbatas “sepanjang putusan” saja. Kemudian, yang dimaksud Pasal 197 ayat (2) KUHAP putusan batal demi hukum, tidak lebih dari putusan yang dijatuhkan. Yang mengandung cacat dan kekeliruan terbatas pada putusan yang dijatuhkan. Sedang pemeriksaan atau berita acara pemeriksaan tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum.[2]
Karena berita acara pemeriksaan tetap sah dan berharga, pengadilan dapat mempergunakan sebagai landasan untuk menjatuhkan putusan yang sah sesuai dengan yang dikehendaki Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Pendapat ini didasarkan pada rumusan ketentuan Pasal 197 ayat (2) itu sendiri, yang menegaskan bahwa kelalaian pengadilan memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) mengakibatkan “putusan” batal demi hukum.[3]
Jadi, bisa disimpulkan yang dimaksud batal demi hukum adalah sebatas putusan yang dijatuhkan.
Yang Berhak Menyatakan Putusan Batal Demi Hukum
Pernyataan batal demi hukum dilakukan instansi pengadilan yang lebih tinggi. Pendapat ini bertitik tolak dari ajaran yang berpendirian sifat batal demi hukum (van rechtsweenietig) atau null and void tidak murni dan tidak mutlak.[4]
Sekalipun undang-undang merumuskan sesuatu batal demi hukum, namun keadaan batal demi hukum tidak dengan sendirinya terjadi. Untuk itu harus ada pernyataan resmi dari instansi yang lebih tinggi.[5] Hal ini sejalan dengan terbitnya Putusan MK No. 103/PUU-XIV/2016 yang telah disebutkan sebelumnya, yang menyatakan tentang putusan pengadilan tingkat pertama.
Adapun pernyataan putusan batal demi hukum dapat diajukan oleh:[6]
Terdakwa;
Penasihat hukum; dan
Jaksa.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, untuk menyatakan suatu putusan yang batal demi hukum benar-benar resmi batal secara formal, maka harus ada pernyataan putusan batal demi hukum dari instansi pengadilan yang lebih tinggi.
Demikian jawaban dari kami mengenai putusan batal demi hukum, semoga bermanfaat.