Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Nekat Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Ini Konsekuensinya

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Nekat Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Ini Konsekuensinya

Nekat Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Ini Konsekuensinya
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Nekat Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Ini Konsekuensinya

PERTANYAAN

Saya ada karyawan terinfeksi hepatitis B, saat ini perusahaan akan mengambil keputusan untuk memberhentikan karena penyakit tersebut. Jika demikian, apakah PHK yang dilakukan berakibat perusahaan harus membayar sisa kontrak?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dengan alasan pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.

    Jadi, pengusaha tidak dibenarkan untuk mem-PHK pekerja yang sakit atau yang dalam hal ini terinfeksi penyakit Hepatitis B. Konsekuensinya, jika pengusaha tetap mem-PHK karyawan yang bersangkutan, PHK batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakannya kembali.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pengusaha Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Haruskah Membayar Sisa Kontrak? yang dibuat oleh Togar Julio Parhusip, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 21 Agustus 2017.

    KLINIK TERKAIT

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

     

    Status Hukum Pekerja Kontrak

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, kami mengasumsikan bahwa Anda adalah seorang pengusaha yang memiliki karyawan dengan status pekerja kontrak atau pekerja dengan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”) yang terinfeksi penyakit Hepatitis B.

    Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur mengenai perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja yang mana terdapat 2 jenis perjanjian yaitu:[1]

    1. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”), dan
    2. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).

    Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja mendefinisikan PKWT sebagai:

    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/ Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

     

    Larangan PHK karena Sakit

    Terkait dengan kebijakan perusahaan Anda yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) terhadap karyawan yang terinfeksi penyakit Hepatitis B, sebaiknya Anda mencermati ketentuan Pasal 81 angka UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

    1. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
    1. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;

    Jika seorang pekerja di-PHK karena sakit, alasan PHK karena sakit ini sesungguhnya tidak dapat dibenarkan. Konsekuensi PHK karena pekerja sakit diuraikan pada Pasal 81 angka UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:

    Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

    Dengan adanya ketentuan larangan PHK karena sakit dan konsekuensinya di atas, pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja yang sedang sakit dan jika PHK tetap dilakukan harus mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.

    Di lain sisi, jika pengusaha bersikeras tidak mempekerjakan pekerja setelah batal demi hukum-nya alasan PHK tersebut, pengusaha tetap wajib membayar upah pekerja. Sebab, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa jika pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, pengusaha wajib membayar upah pekerja.[2] Bahkan pekerja yang sakit sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan tetap berhak menerima upah dari pengusaha.[3]

     

    Hak Pekerja Kontrak yang Di-PHK

    Tak hanya itu, apabila pengusaha bersikeras akan melakukan PHK terhadap pekerja kontrak atau pekerja PKWT, ini berkonsekuensi Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yakni sebagai berikut:

    Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

    Selain ganti rugi sebagaimana disebutkan sebelumnya, pekerja kontrak berhak menerima uang kompensasi dengan bunyi ketentuan selengkapnya pada Pasal 17 PP 35/2021:

    Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh.

    Berdasarkan penjelasan di atas, seharusnya Anda tidak melakukan PHK terhadap karyawan yang terinfeksi penyakit Hepatitis B.

    Baca juga: Hak Pekerja yang di-PHK di Tengah Masa Kontrak

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;  
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    [1] Pasal 81 angka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [2] Pasal 93 ayat (2) huruf f UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan

    Tags

    hukumonline
    google

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!