Bolehkah Upah Karyawan Dipotong dengan Alasan untuk THR?
Bacaan 4 Menit
PERTANYAAN
Apakah perusahaan diperbolehkan memotong upah pekerja dalam perhitungan upah perbulan dengan alasan untuk THR? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 4 Menit
Apakah perusahaan diperbolehkan memotong upah pekerja dalam perhitungan upah perbulan dengan alasan untuk THR? Terima kasih.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seperti yang sudah kami jelaskan dalam artikel-artikel sebelumnya, Tunjangan Hari Raya (“THR”) adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain, demikian yang disebut dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (“Permenaker 4/1994”).
Pemberian THR itu sifatnya adalah wajib bagi pengusaha. Hal ini disebut dalam Pasal 2 ayat (1) Permenaker 4/1994 yang mengatakan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami mengacu pada perhitungan besaran THR yang terdapat dalam Pasal 3 Permenaker 4/1994:
(1) Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
b. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1(satu) bulan upah.
(2) Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.
(3) Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Ini artinya, besaran THR itu dihitung berdasarkan masa kerja karyawan dan didasarkan pula pada upah. Oleh karena itu, apabila pengusaha memotong upah karyawan karena alasan THR, hal itu secara aturan tidak dibenarkan karena THR dan upah adalah dua hal yang berbeda dan keduanya merupakan hak karyawan yang wajib dibayar pengusaha.
Jika memang pengusaha dalam pertanyaan Anda kondisi perusahaannya tidak mampu membayar THR, maka berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Permenaker 4/1994 dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya jumlah THR kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Tentunya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan akan menetapkan besarnya jumlah THR, setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.
Namun, jika pengusaha tetap memotong upah karyawan karena alasan THR, langkah hukum yang dapat karyawan lakukan adalah wajib menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat terlebih dahulu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”), yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit. Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perundingan ini harus dilaksanakan paling lambat 30 hari berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PPHI. Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan [Pasal 4 ayat (1) UU PPHI].
Nantinya, karyawan dan pengusaha ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih untuk penyelesaian perselisihan hak salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Gaji Dibayar Tidak Sesuai Kontrak.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?