Cicilan Utang Kurang Dibayar, Bisakah Bank Melelang Obyek Agunan?
Bacaan 5 Menit
PERTANYAAN
Apakah pihak bank bisa melelang agunan sedangkan kami masih membayar cicilan walaupun kurang?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 5 Menit
Apakah pihak bank bisa melelang agunan sedangkan kami masih membayar cicilan walaupun kurang?
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Saya turut prihatin dengan permasalahan yang Anda hadapi dan berharap permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Sebelum menjawab pertanyaan pokok Anda, pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa ada beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan pemberian pinjaman oleh Bank kepada orang yang meminjam dana (Debitur).
Pertama adalah ketentuan legi generali-nya yang terdapat dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), tentang Pinjam Meminjam terjemahan Prof. R. Subekti), yang selengkapnya akan kami kutip sebagai berikut:
“Pinjam-Meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Selanjutnya ada juga ketentuan mengenai pinjaman (Kredit) yang diberikan oleh Bank, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Butir 16 Undang-Undang No.7 Tahun 1992tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (“UU Perbankan”), yang berbunyi:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Selain itu, dalam konteks pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa agunan yang Anda maksud adalah berupa benda tidak bergerak yang dimiliki dengan dasar Hak Milik, Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Negara, yang dalam koridor Hukum Jaminan, tunduk pada ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) yang merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dari Pasal 1332-1334 KUH Perdata tentang Piutang-Piutang yang diistimewakan pada umumnya.
Adapun definisi mengenai Hak Tanggungan sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 UU Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Lebih lanjut, hubungan hukum antara Bank selaku pemberi Kredit (Kreditor) dan Nasabah selaku peminjam dana (Debitor) akan dituangkan dalam suatu Perjanjian Kredit yang bersifat mengikat (Vide: Pasal 1338 KUH Perdata) dan wajib untuk dilaksanakan (Vide: Pasal 1234 jo. 1239 KUH Perdata).Sedangkan pemberian agunan oleh Anda selaku debitur kepada pihak Bank akan dituangkan dalam perjanjian pengikatan jaminan yang sifatnya accesoir (tambahan) dan mengikuti pada Perjanjian Kredit yang merupakan perjanjian utamanya (pokok).
Menjawab pertanyaan Anda, dalam Perjanjian Kredit biasanya terdapat klasula-klausula yang mengatur mengenai hak dan kewajiban Para Pihak.Misalnya kewajiban Anda untuk membayar cicilan kredit tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati dengan pihak Bank beserta bunga atau pinaltinya, dan juga dalam hal adanya cidera janji (wanprestasi) dari debitur serta bagaimana penyelesaian kredit yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditur.
Sebagai referensi untuk Anda, saya akan mengutip pendapat Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, penerbit PT Intermasa, halaman 45, Wanprestasi (kelalaian/kealpaan) seorang debitur dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dengan demikian, apabila cicilan yang Anda bayarkan adalah kurang dari yang sudah disepakati dalam Perjanjian Kredit, maka Bank sebelumnya dapat memberikan Surat Peringatan atau somasi (sebelum terjadinya wanprestasi) sesuai dengan Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu agar debitor melaksanakan kewajibannya. Apabila setelah diperingatkan dalam tenggat waktu yang wajar, Anda masih belum dapat memenuhi kewajiban Anda selaku debitur, maka Bank selaku pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut (Vide: Pasal 6 UU Hak Tanggungan)
Sebagai tambahan referensi untuk Anda dan para pembaca lainnya, Victor Hutabarat, SH selaku mantan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berpendapat bahwa pada umumya nilai jaminan akan selalu lebih besar dari nilai hutang, ini adalah perwujudan dari asas kehati-hatian (prudential) yang selama ini dipegang teguh oleh Bank selaku penyalur kredit.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga berguna dan memberikan pencerahan untuk Anda.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?