Bolehkah melakukan aborsi terhadap kehamilan akibat incest? Apakah pelakunya dapat dipertanggungjawabkan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Incest adalah hubungan seks di antara pria dan wanita di dalam atau di luar ikatan perkawinan, di mana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali. Dalam hal suatu kehamilan terjadi karena incest akibat tindakan perkosaan pada dasarnya dapat dilakukan aborsi dengan beberapa persyaratan.
Lantas, bagaimana bunyi pasal selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Legalitas Aborsi Kehamilan Akibat Incest oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada 8 Mei 2013.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Incest
Pada dasarnya incest adalah hubungan seks di antara pria dan wanita di dalam atau di luar ikatan perkawinan, di mana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali.[1]
Berdasarkan pertanyaan Anda dalam hal ini, kami berasumsi bahwa incest ini dilakukan bukan atas dasar suka sama suka melainkan incest karena perkosaan. Sebab dalam praktiknya, istilah incest lebih sering digunakan untuk menyebut kekerasan seksual yang terjadi kepada anak di bawah umur dan balita. Di mana pelakunya rata-rata adalah orang dekat korban, bahkan punya hubungan darah seperti ayah kandung (incest).
Tindak Pidana Aborsi dalam KUHP
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan terlebih dahulu apa itu aborsi. Aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan abortus provocatus yang ditulis dalam bahasa Latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain.[2]
Aturan mengenai aborsi diatur di dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut.
Pasal 346 KUHP
Pasal 463 UU 1/2023
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Dalam hal ini, KUHP atau UU 1/2023 sebagai aturan yang bersifat lex generalis dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan aborsi adalah sesuatu yang dilarang sehingga dapat dijerat dengan Pasal 346 KUHP atau Pasal 463 UU 1/2023. Namun demikian, dalam Pasal 463 UU 1/2023 dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Tindak Pidana Aborsi dalam UU Kesehatan
Terkait aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan incest, Pasal 60 ayat (1) UU Kesehatan, mengatur bahwa pada dasarnya aborsi dilarang, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam KUHP atau UU 1/2023.
Pelaksanaan aborsi yang memenuhi kriteria yang diperbolehkan tersebut hanya dapat dilakukan:[4]
oleh tenaga medis dan dibantu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri; dan
dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.
Pada dasarnya, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang tindakan aborsi, berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023. Selain itu, juga berlaku asaslex posterior derogat legi priori di mana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama.
Adapun hukuman bagi setiap perempuan yang melakukan aborsi karena tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud Pasal 60 UU Kesehatan dipidana penjara paling lama 4 tahun.[5] Namun apabila kehamilan yang terjadi akibat perkosaan, baik itu incest atau bukan, dapat dilakukan aborsi.