Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah
Bacaan 4 Menit
PERTANYAAN
Apakah perbedaan di antara asas culpabilitas dan asas praduga tak bersalah?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 4 Menit
Apakah perbedaan di antara asas culpabilitas dan asas praduga tak bersalah?
Culpabilitas dan praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah dua asas yang dikenal dalam hukum pidana dan hukum acara pidana. Asas-asas ini biasanya berkaitan dengan tindak pidana atau perbuatan pidana dihubungkan dengan dapat tidaknya seseorang dipertanggungjawabkan. Unsur kesalahan dari si pelaku tindak pidana berupa kesengajaan (opzet) atau kelalaian (culpa). Baca misalnya artikel Kelalaian Tenaga Kesehatan Tak Bisa Dipidana.
Culpa dapat diartikan sebagai kesalahan pada umumnya. Kesalahan pelaku dalam konteks ini tidak seberat kesengajaan, yaitu timbul karena kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja, terjadi (Wirjono, 1989: 67).
Culpabilitas adalah sebutan lain terhadap asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straaf zonder schuld) yang dikenal dalam hukum pidana. Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) menyebutkan “Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.
Di sini, jelas tampak bahwa asas culpabilitas berbasis pada terbuktinya kesalahan (schuld) baik karena kesengajaan maupun karena kealpaan. Seseorang tak bisa dihukum jika kesalahannya tidak terbukti. Bambang Poernomo (1984: 137) menegaskan kesalahan adalah elemen subjektif dari strafbaarfeit.
Sementara, asas praduga tidak bersalah mengandung arti seseorang tidak bisa dianggap bersalah sebelum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Asas ini, oleh Andi Hamzah (2001: 12) dimasukkan sebagai salah satu asas penting dalam hukum acara pidana. Penjelasan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyebutkan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Mengenai asas ini baca artikel Tentang Asas Praduga Tak Bersalah.
Asas ini juga dikenal dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Coba simak rumusan Pasal 8 UU Kekuasaan Kehakiman: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Manifestasi asas praduga tak bersalah dalam praktik peradilan adalah selama proses peradilan masih berjalan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung), dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka terdakwa belum dapat dikategorikan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Sehingga, selama proses peradilan berjalan, ia harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur Undang-Undang (Lilik Mulyadi, 2007: 16).
Demikian penjelasan kami,mudah-mudahan sejalan dengan inti pertanyaan yang disampaikan. Untuk membahas lebih lanjut masalah ini, Anda dapat merujuk pada buku-buku referensi dan peraturan perundang-undangan.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
2. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
1. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi revisi). Jakarta: Sinar Grafika, 2001.
2. Bambang Poernomo. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
3. Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana, Suatu Tnjauan Hukum Terhadp Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.
4. Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Eresco, 1989.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?