Siapakah yang menerima sanksi akibat gratifikasi? Si penerima gratifikasi saja, pemberi gratifikasi atau keduanya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat/diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Lantas, apakah gratifikasi merupakan suatu tindak pidana? Jika termasuk dalam suatu tindak pidana, apakah pemberi dan penerima gratifikasi sama-sama dapat dijerat pidana?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ancaman Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 4 September 2012.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa itu Gratifikasi?
Secara bahasa, menurut KBBI disebutkangratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh.
Adapun secara yuridis, menurut Penjelasan Pasal 12B UU 20/2001gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat/diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Jika dicermati Penjelasan Pasal 12B UU 20/2001 tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas. Sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Sehingga, dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, tidak terdapat arti yang tercela atau negatif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur Pasal 12B UU 20/2001.[1] Lalu, bagaimana bunyi pasalnya?
Apakah Gratifikasi Bisa Dipidana?
Gratifikasi yang dapat dipidana adalah gratifikasi yang memenuhi unsur Pasal 12B UU 20/2001 yang menyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Adapun pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memenuhi kriteria di atas adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.[2]
Namun, apabila penerima gratifikasi melaporkannya kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima, maka ketentuan Pasal 12B UU 20/2001 tidak berlaku.[3] Namun demikian, terdapat jenis gratifikasi yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 2 Peraturan KPK 2/2019.
Apakah Pemberi Gratifikasi Diberi Sanksi?
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, suatu gratifikasi dapat dipidana apabila dianggap sebagai pemberian suap. Adapun, perbedaan suap dan gratifikasi dapat Anda simak selengkapnya dalam artikel Begini Perbedaan Suap dan Gratifikasi. Secara sederhana, dalam artikel tersebut diterangkan bahwa suap dapat berupa janji dan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji.
Lebih lanjut, pasal mengenai suap-menyuap diatur di dalam Pasal 5 UU 20/2001, Pasal 6 UU 20/2001, Pasal 11 UU 20/2001, Pasal 12 huruf a, b, c, d UU 20/2001, serta Pasal 13 UU 31/1999.[4]
Berdasarkan daftar pasal suap menyuap dan penjelasan mengenai perbedaan suap dengan gratifikasi tersebut, dapat Anda perhatikan misalnya ketentuan dalam Pasal 5 UU 20/2001 sebagai berikut:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta setiap orang yang:
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Contoh lainnya adalah dalam Pasal 6 UU 20/2001 yang menyatakan bahwa:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta setiap orang yang:
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dengan demikian, dapat kami sampaikan bahwa pemberi gratifikasi tidak dapat dikenai sanksi pidana kecuali apabila gratifikasi tersebut dianggap sebagai suap. Dalam kasus gratifikasi yang dianggap suap, pemberi dan penerima gratifikasi sama-sama dapat dikenai sanksi pidana. Hal ini karena dalam pasal suap, ancaman pidana dikenakan terhadap orang yang memberi dan orang yang menerima pemberian. Selain itu, secara logika, tidak mungkin dikatakan suatu perbuatan merupakan penyuapan apabila tidak ada pemberi dan penerima suap.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.