Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?

Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?

PERTANYAAN

Ada seorang hansip yang menegur sekelompok pemuda yang bermain gitar pada malam hari yang mengganggu orang lain. Tetapi teguran hansip itu malah berlanjut ke perkelahian. Salah satu pemuda itu melawan dengan menggunakan celurit. Hansip itu kemudian membela diri dan akhirnya si pemuda tewas karena terkena celuritnya sendiri. Dengan kata lain, hansip itu berhasil membalikkan senjata celurit yang ditodongkan kepadanya. Menurut hansip, ia dalam keadaan terpaksa melakukannya karena jika tidak membela diri, dirinya pasti hansip itu akan mati. Hansip itu sekarang ditahan oleh polisi. Pertanyaan:

  1. Kenapa hansip itu yang ditahan padahal ia membela diri?
  2. Apa pengertian pembelaan diri menurut hukum kita?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Seseorang dijadikan sebagai tersangka karena berdasarkan perbuatannya atau keadaannya tersebut termasuk pada bukti permulaan sehingga patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Sehingga, pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan, jadi sangat dimungkinkan seorang tersangka kemudian ditahan untuk kepentingan penyidikan.

    Sedangkan mengenai perbuatan pembelaan terpaksa diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026. Bagaimana bunyinya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kenapa Orang yang Membunuh Karena Membela Diri Tetap Ditahan Polisi? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 27 Oktober 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Membantu Orang Lain Bunuh Diri

    Hukumnya Membantu Orang Lain Bunuh Diri

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Tindak Pidana Pembunuhan

    Pada dasarnya, sesuai dengan asas legalitas, setiap perbuatan tidak dapat dipidana kecuali ada peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya terlebih dahulu.[1] Secara a contrario dapat diartikan bahwa setiap perbuatan yang telah ditentukan merupakan perbuatan pidana dalam peraturan perundang-undangan, dapat dipidana.

    Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, telah diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026 yang berbunyi sebagai berikut.

    Pasal 338 KUHP

    Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023

    Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

    Setiap orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

    Pembunuhan selalu diartikan bahwa korban harus mati dan kematian ini dikehendaki oleh pelaku. Sehingga pengertian pembunuhan secara implisit mengandung unsur kesengajaan. Jika tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut mati, perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana pembunuhan.[2]

    Dalam ketentuan Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023 ini memang tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja", karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j UU 1/2023. Dengan demikian hakim akan lebih mengutamakan untuk mempertimbangkan motif, cara, sarana, atau upaya membunuh, serta akibat dan dampaknya suatu pembunuhan bagi masyarakat.[3]

     

    Membunuh karena Membela Diri

    Dari cerita Anda kita ketahui bahwa petugas hansip (satuan pertahanan sipil) tersebut membunuh karena membela diri, sehingga membunuh bukan dengan sengaja. Dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf:

    1. Alasan pembenar berarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan 'pencabutan nyawa' yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (Pasal 50 KUHP dan Pasal 31 UU 1/2023);
    2. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu atau mengalami keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum (Pasal 44 KUHP dan Pasal 43 UU 1/2023).

    Menjawab pertanyaan Anda, kenapa hansip itu yang ditahan padahal ia membela diri? Petugas hansip itu belum dapat dikatakan bersalah telah membunuh sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana, melainkan ia baru dijadikan tersangka yaitu seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.[4] Pada akhirnya mekanisme pembuktian di pengadilan yang akan membuktikan apakah petugas hansip tersebut bersalah atau tidak.

    Baca juga: Arti “Bukti Permulaan yang Cukup” dalam Hukum Acara Pidana

    Pada prinsipnya, hukum pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang sesungguhnya mengenai siapa pelaku tindak pidana yang sesungguhnya yang seharusnya dituntut dan didakwa. Untuk tujuan itulah pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jadi, sangat dimungkinkan seorang tersangka kemudian ditahan untuk kepentingan penyidikan.[5] 

    Pasal 49 ayat (1) KUHP dan Pasal 34 jo. Pasal 43 UU 1/2023 pun mengatur lebih lanjut rumusan mengenai perbuatan pembelaan terpaksa (noodweer) sebagai berikut.

    Pasal 49 KUHP

    UU 1/2023

    1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
    2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

    Pasal 34

    Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.

     

    Pasal 43

    Setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.

     

    Baca juga: Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa sebagai Alasan Penghapus Pidana

    Tentang Pasal 49 ayat (1) KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal berkomentar antara lain bahwa supaya orang dapat mengatakan dirinya dalam “pembelaaan terpaksa” dan tidak dapat dihukum harus dipenuhi tiga syarat (hal. 64-66):

    1.  
    2. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.
    3. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut pada Pasal 49 ayat (1) tersebut, yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.
    4. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu juga. Melawan hak artinya penyerang melakukan serangan itu melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu.

    Berdasarkan penjelasan di atas, dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023, pembelaan terpaksa diatur di dalam Pasal 34 UU 1/2023 dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas diatur dalam Pasal 43 UU 1/2023. Adapun Penjelasan Pasal 34 UU 1/2023 menentukan syarat pembelaan terpaksa adalah:

    1. harus ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum yang bersifat seketika;
    2. pembelaan dilakukan karena tidak ada jalan lain (subsidiaritas) untuk menghalau serangan;
    3. pembelaan hanya dapat dilakukan terhadap kepentingan yang ditentukan secara limitatif yaitu kepentingan hukum diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, harta benda; dan
    4. keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dan serangan yang diterima (proporsionalitas).

    Sedangkan syarat pembelaan terpaksa yang melampaui batas dalam Penjelasan Pasal 43 UU 1/2023 adalah:

    1. pembelaan melampaui batas atau tidak proporsional dengan serangan atau ancaman serangan seketika; dan
    2. yang disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena adanya serangan atau ancaman serangan seketika.

    Jika alasan penghapus pidana ini kemudian terbukti, maka hakim akan mengeluarkan putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Bukan putusan bebas alias vrijspraak.

    Jadi, sebagaimana diterangkan oleh R. Soesilo, hakimlah yang harus menguji dan memutuskan hal ini, sedangkan polisi hanya mengumpulkan bahan-bahannya untuk diajukan kepada hakim di persidangan (hal. 63).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991. 


    [1] Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Penjelasan Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023

    [3] Penjelasan Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023

    [4] Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [5] Pasal 20 KUHAP

    Tags

    hakim
    kuhp

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!