Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berkedudukan sebagai kreditur yang telah mengambil alih piutang, masing-masing dari Bank BRI, Bank Exim (Bank Mandiri), dan Bank Dharmala kepada MAP. Total tagihan BPPN kepada MAP senilai Rp 17.729.567.330. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Diperoleh fakta bahwa pada 14 Juli 2000, MAP telah bubar berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam RUPS tersebut, juga ditunjuk Poltak Silaban, SH sebagai likuidator.
Syarat-syarat pembubaran PT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menurut bukti-bukti yang diajukan ke persidangan telah dipenuhi. Di antaranya, sebagaimana diatur dalam pasal 118 UUPT, pembubaran tersebut telah didaftarkan dalam daftar perusahaan serta diumumkan dalam berita negara dan 2 (dua) surat kabar harian.
Telah dihapus
Sejak 10 Agustus 2000, MAP telah dihapus dari Daftar Perusahaan Deperindag. Demikian halnya dengan pengumuman pembubaran MAP, telah dimuat dalam Berita Negara No.63, Agustus 2000 dan surat kabar Rakyat Merdeka pada 19 Juli 2000
Terhadap kreditur-kreditur, termasuk yang piutangnya diambil alih BPPN, juga telah diumumkan pembubaran MAP. Dengan demikian, tagihan-tagihan mereka terhadap MAP harus diajukan ke likuidator.
Yang menjadi permasalahan dalam kasus ini menurut majelis hakim yang dipimpin oleh Erwin Mangatas Malau, apakah benar MAP telah dibubarkan dan dilikuidasi, serta apakah terhadap perseroan yang telah bubar dapat diajukan pailit.
Syarat-syarat publisitas dalam pembubaran suatu Perseroan Terbatas yang diatur dalam UUPT menurut majelis hakim telah terpenuhi berdasarkan keterangan-keterangan di atas. Selanjutnya, majelis berpendapat bahwa secara de jure MAP telah bubar dan dilikuidasi.