Majelis eksaminasi yang dibentuk oleh Koalisi Pemantau Peradilan terdiri dari Tomi Bustomi, Harkristuti Harkrisnowo, Achmad Ali, Adi Andojo, Arief Surowidjojo, Bambang Widjojanto, Kamal Firdaus, Kitty Soegondo, Komariah Emong, MH. Silaban, Trimoelja D. Soejadi, dan Iskandar Sonhadji. Majelis telah membuat hasil eksaminasi sementara yang sedang disosialisasikan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
Hasil eksaminasi menunjukkan bahwa dalam proses pemeriksaan PK dan pembentukan majelis hakim PK, terdapat beberapa kesalahan yang dibuat oleh majelis PK. Begitu pula dalam substansi perkara.
Pertama, pemeriksaan permohonan PK di pengadilan negeri tidak dihadiri oleh Tommy yang waktu itu sudah menjadi buron. Padahal Pasal 265 ayat 2 KUHAP menyatakan bahwa pemohon dan jaksa harus hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Menjadi pertanyaan besar, bagaimana mungkin jaksa penuntut umum dan hakim pengadilan negeri mau menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) padahal terpidana telah kabur. Bahkan, permohonan PK itu diajukan ke MA oleh PN Jakarta selatan.
Tindakan majelis PK yang sama sekali tidak memperhatikan berita acara pemeriksaan serta tidak mempertimbangkan pelanggaran hukum itu dan malah mengabulkan PK, jelas merupakan pelanggaran yang serius terhadap KUHAP.
Kedua, putusan PK telah bertentangan dan melanggar prosedur tetap yang ada di MA. Sesuai rapat pleno MA tanggal 9 Maret 1993, persetujuan majelis kasasi merupakan suatu keharusan. Sementara majelis PK perkara ini tidak pernah melakukan konsultasi dengan majelis kasasi.
Selain itu, karena Tommy tidak dalam keadaan menjalani hukuman, tidak ada kewajiban hukum bagi majelis hakim PK untuk memutus dengan segera permohonan PK tersebut. Apalagi terdakwa lain dalam perkara tukar guling (ruilslag) tersebut, yaitu Beddu Amang, masih diperiksa di pengadilan Negeri Jakarta Selatan.