Pidsus Tunggu Wangsit Soal Rencana PK Djoko Tjandra
Berita

Pidsus Tunggu Wangsit Soal Rencana PK Djoko Tjandra

Bos PT Era Giat Prima DJoko S Tjandra menawarkan pengembalian uang cessie Bank Bali ke Kejaksaan Agung sebesar Rp546 miliar. Duit akan dikembalikan asal kejaksaan membatalkan rencana pengajuan permohonan peninjauan kembali.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit
Pidsus Tunggu Wangsit Soal Rencana PK Djoko Tjandra
Hukumonline

 

Marwan mengatakan, setelah mendapat surat dari Djoko itu, Pidsus memiliki dua opsi dan muncul  tiga kemungkinan. "Opsi pertama, PK tetap dilakukan dengan resiko ditolak atau dikabulkan," ujarnya. Jika PK nantinya ditolak, negara  tidak akan mendapatkan uang denda, uang perkara, dan Djoko Tjandra pun tidak dikenai hukuman badan. Kalau PK diterima, lanjut Marwan, Itulah yang diharapkan. Namun Pidsus juga tidak bisa menjamin PK mereka bisa dikabulkan MA alias belum optimis 100 persen.


Opsi lain adalah menerima tawaran  dengan konsekuensi membatalkan rencana PK. Kalau uang itu kami terima dan kami tidak mengajukan PK, kita akan hilang kesempatan dalam pidana, denda, dan uang perkara dari Djoko Tjandra. Kalau tidak PK dan tidak terima tawaran Djoko, kita rugi semuanya," ujarnya. Namun begitu, Marwan menyiratkan opsi pertama  yang menjadi pertimbangan dan secepatnya akan diputuskan. Pak Jaksa Agung sedang menunggu wangsit.

 

Kebingungan Kejaksaan atas tawaran negosiasi dalam penegakan hukum itu memang bisa dimaklumi. Siapa yang bisa jamin PK kita diterima, ujarnya. Kalau tawaran diterima, ia khawatir akan timbul kritikan-kritikan pada pihak Kejaksaan Agung atas keputusan itu.

 

Dimintai pendapatnya, Hasril Hertanto menilai Kejaksaan mesti secara rasional menentukan prioritas dalam perkara ini. Politik hukum harus dipilih oleh Kejaksaan. Jika prioritas pada hukum pidana sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) sebaiknya Kejaksaan lebih mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan bagi perekonomian negara.

 

Hasril adalah Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Universitas Indonesia.  Lembaga itu sering dilibatkan  dalam program pembaharuan  korps Adhyaksa. Dia mengatakan, jika tawaran itu diterima, maka duit masuk seratus persen ke kas negara. Sedangkan jika tetap mengupayakan penegakan hukum pidana, baik uang negara maupun menghukum pelaku bisa terlaksana. Tapi kemungkinannya tidak bisa dipatok seratus persen.

 

Meski persoalan ini menyangkut kerugian negara yang berhubungan dengan perekonomian negeri, secara pribadi, Hasril lebih setuju jika dua tujuan bisa dicapai. Namun jika dihadapkan dua pilihan yang membikin Kejaksaan dilematis, ia berharap Kejaksaan bisa memutuskan upaya terbaik. 'Tetap harus dipilih prioritas mana yang hendak dicapai oleh Kejaksaan, pungkasnya. Lagipula, mana mau  Djoko Tjandra kembalikan uang jika ia tetap terancam didekamkan di balik jeruji besi?

 

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy,  'surat negoisasi' itu dikirim Djoko beberapa hari lalu. Surat tersebut tengah dianalisis oleh tim kejaksaan untuk mempertimbangkan konsekuensi hukum dari pengembalian itu. "Jaksa Agung akan memutuskan apakah menerima atau menolak tawaran itu berdasarkan analisis tim," ujar Marwan di Kejaksaan Agung Pekan lalu.

 

Marwan menduga Djoko menawarkan pengembalian uang itu lantaran tak mau direpotkan dengan proses upaya hukum luar biasa yang bakal ditempuh kejaksaan. "Dia ingin PK kita dicabut," beber Marwan.

 

Putusan Kasasi Mahkamah Agung pada akhir Juni 2001 silam membebaskan Djoko dari keterlibatan kasus Bank Bali. Pengusaha itu dibebaskan dari dugaan melakukan suap dalam pencairan piutang Bank Bali. Dalam putusan itu, kejaksaan dihukum untuk mengembalikan barang bukti uang Rp546 miliar kepada Djoko dan PT Era Giat Prima. Dana itu tersimpan di rekening penampung Bank Bali. Setelah proses merger, kini Bank itu kini sudah berganti nama menjadi Bank Permata.

 

Atas putusan kasasi itu, Kejaksaan berniat mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Awal Juni lalu,  berkas permohonan sudah dikirim Pidsus Kejaksaan Agung ke Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk diteruskan ke PN Jakarta Selatan. Dalam memori PK itu, Kejaksaan menilai ada kekeliruan dalam putusan MA yang memerintahkan barang bukti  Rp546 miliar itu agar dikembalikan ke rekening penampungan Bank Bali. Sebab, Kejaksaan menganggap uang tersebut adalah dugaan kerugian negara yang mestinya dikembalikan kepada kas negara.

 

Jum'at pekan lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji belum mau berkomentar soal surat dari Djoko Tjandra itu. Ia masih menunggu hasil analisa tim dari Pidsus yang akan menggambarkan ilustrasi potensi kerugian dan keuntungan yang akan diraup oleh negara. Nanti dirapatkan dulu dengan Pidsus, ujarnya. Yang pasti Hendarman ingin keputusan yang diambil tidak merugikan negara. Jaksa  Agung juga mengatakan, dalam kasus menyangkut kerugian duit negara,  upaya pidana adalah ultimum remedium. Sepanjang masih ada upaya lain, akan ditempuh upaya itu sepanjang menguntungkan negara.

Tags: