Surat Kuasa, Konsep Amanah yang (Sering) Salah Kaprah
Berita

Surat Kuasa, Konsep Amanah yang (Sering) Salah Kaprah

Surat kuasa adalah satu aspek dalam hukum perdata yang dalam praktek selalu diperdebatkan. Beberapa edisi ke depan hukumonline akan mencoba mengulas mengenai hal ini, mulai dari teori hingga praktek.

Oleh:
Rzk/NNC
Bacaan 2 Menit
Surat Kuasa, Konsep Amanah yang (Sering) Salah Kaprah
Hukumonline

 

Ini salah kaprah, kewajiban itu muncul tiba-tiba pada tahun 80-an. Sebelum itu tidak pernah ada penerima kuasa harus tanda tangan, tambahnya. Selain sering berdebat, Trimoelja mengaku juga pernah mengirim surat ke Mahkamah Agung (MA) sebanyak dua kali tetapi tak pernah direspon.

 

Perdebatan antara Todung cs dan panitera MK mungkin hanyalah secuil contoh bahwa penerapan konsep surat kuasa di Indonesia masih simpang siur. Pengamatan hukumonline, kejadian yang dialami Trimoelja beberapa kali juga menimpa advokat-advokat lainnya. Sebagaian hakim masih menjalankan ‘rutinitas' mengecek kelengkapan surat kuasa advokat yang bersidang, sebagian lagi tidak.

 

Konsep hukum perdata

Selalu dipersoalkan, tetapi apa sih sebenarnya definisi surat kuasa? Seperti yang dikemukakan Trimoelja surat kuasa dalam hukum Indonesia diatur dalam KUHPerdata alias Burgerlijk Wetboek (BW). Sayangnya, walaupun disebut dalam banyak pasal BW, Pasal 1792 s/d 1819, tak satupun mencantumkan definisi surat kuasa.

 

Pasal 1792 sebagai pembuka hanya berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka, mendefinisikan surat kuasa Surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu. Sementara, dalam gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else. www.rentlaw.com/glossary/p.html).

 

Rachmad Setiawan dalam bukunya berjudul Hukum Perwakilan dan Kuasa, mengatakan pengaturan tentang surat kuasa di KUHPerdata, sebenarnya mengatur soal latsgeving yang terjemahan harfiahnya 'pemberian beban perintah'. Namun prakteknya, banyak sarjana hukum menerjemahkannya sebagai pemberian kuasa. Perkembangan hukum di negeri asal KUHPerdata, Belanda sendiri—melalui Nieuw BW, sebuah kitab revisi atas BW—telah membedakan antara Kuasa dan lastgeving.

 

Lastgeving-kuasa

Pada prinsipnya, lastgeving berbeda dengan pemberian kuasa. Lastgeving merupakan perjanjian pembebanan perintah yang menimbulkan kewajiban bagi si penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa. Sedangkan Kuasa merupakan kewenangan mewakili.

 

Umumnya, kuasa diberikan secara sepihak. Hanya menimbulkan wewenang bagi penerima kuasa (substitutor), tapi tidak menimbulkan kewajiban bagi penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa itu. Kuasa tidak memerlukan tindakan penerimaan dari penerima kuasa. Wilayah inilah yang diperdebatkan oleh Todung cs versus Panitera MK.

 

Pemberian kuasa (Power of Attorney) -sebagaimana praktek ini dimulai di negeri common law/anglo saxon adalah perbuatan sepihak. Ciri kuasa adalah penerima menyebut suatu nama pemberi kuasa pada waktu melakukan tindakan hukum. Inilah yang dinamakan perwakilan langsung. Begitu pula sebaliknya, jika penerima kuasa bertindak untuk dirinya sendiri, seperti makelar, maka bakal timbul yang disebut dengan perwakilan tidak langsung.

 

Cara pemberian kuasa ada tiga macam: pertama, kuasa diberikan kepada seorang bawahan. Kedua, kuasa diberikan sebagai bagian dari perjanjian lain (lastgeving) atau perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu lainnya (arsitek/konsultan hukum/medical advisor). Dan terakhir, kuasa terisolir.

 

Sebagai suatu tindakan hukum, pemberian kuasa tidak terikat pada suatu bentuk, bisa diberikan secara lisan atau tertulis (Pasal 1793 ayat 1 BW). Namun terdapat sejumlah ketentuan UU yang mewajibkan suatu kuasa terikat pada bentuk tertentu. Antara lain Pasal 1171 KUHPerdata menentukan Kuasa memberikan Hipotik harus dibuat dengan suatu akta otentik, Kuasa Untuk menghadiri RUPS harus secara tertulis dengan surat kuasa (UUPT),  Kuasa menerima hibah mesti dengan akta otentik (KUHPerdata 1683).

 

Wajah Todung Mulya Lubis tiba-tiba menegang. Raut mukanya seolah-olah menyiratkan ekspresi keberatan karena permohonan judicial review terhadap UU Pemilu Legislatif dinyatakan kurang ‘sempurna'. Dalam kasus ini, Todung bertindak selaku kuasa hukum para pemohon. Kepada Todung, Kepala Panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Fadlil Sumadi mengatakan surat kuasa yang dilampirkan bersama berkas permohonan tidak lengkap karena tidak tercantum tanda tangan beberapa penerima kuasa lainnya.

 

Todung yang didaulat sebagai pimpinan para penerima kuasa menjelaskan bahwa tidak ada teori maupun ketentuan yang mengharuskan penerima kuasa membubuhkan tanda tangan. Dalam surat kuasa itu kan yang penting ada surat kuasa diberikan kepada siapa kuasa itu. Tidak ada persyaratan mutlak bahwa yang menerima harus menandatangani. Jadi (surat kuasa) itu sah, jelasnya.

 

Saya tidak memeriksa substansi karena itu bagian hakim, saya hanya cek administrasi, ujar Ahmad Fadlil seraya merinci nama-nama penerima surat kuasa yang dimaksud. Ada Trimoelja D. Soerjadi, Maqdir Ismail, dan Bambang Widjojanto. Ahmad bersikukuh meminta Trimoelja dkk menandatangani surat kuasa itu. Kebetulan Trimoelja dan Maqdir hadir di forum itu, sedangkan Bambang berhalangan.

 

Selama beberapa menit, keduanya sempat berdebat sebelum akhirnya Todung ‘menyerah' dan mempersilahkan koleganya, Trimoelja memberikan penjelasan. Maaf, selama 40 tahun jadi advokat, saya jika menerima surat kuasa tidak pernah tanda tangan, paparnya. Kewajiban itu, menurut Trimoelja, hanya berlaku bagi pemberi surat kuasa.

 

Mengaku kerap kali berdebat dengan hakim ataupun ketua pengadilan atau bahkan beberapa diusir, Trimoelja mendasarkan argumennya pada Pasal 1793 KUHPerdata yang intinya menyatakan kuasa dapat diberikan secara lisan maupun tulisan, atau bahkan diam-diam yang disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu. Dia tidak memungkiri dalam prakteknya sebagian kalangan berpendapat surat kuasa itu harus ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Halaman Selanjutnya:
Tags: