Hak Narapidana Kelas ‘Kakap' Dibatasi
Berita

Hak Narapidana Kelas ‘Kakap' Dibatasi

Surat Edaran Dirjen Permasyarakatan mempersempit ruang bagi napi tertentu untuk mendapatkan remisi. PP No. 28/2006 sudah mengatur pembatasan hak narapidana kelas ‘kakap'. Bahkan cuti mengunjungi keluarga dihapuskan.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Hak Narapidana Kelas ‘Kakap' Dibatasi
Hukumonline

 

Dalam penjelasan PP tersebut dipaparkan bahwa kejahatan tersebut dinilai mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu pemberian remisi perlu disesuaikan dengan dinamika dan rasa keadilan masyarakat. Begitu pula dengan pemberian hak asimilasi, cuti menjelang bebas (CMB) dan pembebasan bersyarat.

 

Pasal 42A PP ayat (3) PP No. 28/2006 menyebutkan bahwa terhadap narapidana ‘kakap' tersebut diatas, CMB bisa diberikan jika narapidana tersebut telah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidana. Asal masa pidana tersebut tidak kurang dari sembiilan bulan. Artinya setelah menjalani sembilan bulan penjara, masa duapertiganya baru dihitung.

 

Tidak hanya itu, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana juga menjadi persyaratan. CMB itu hanya diberikan paling lama tiga bulan jika mendapat pertimbangan dari Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM. Bagi narapidana biasa mendapat bonus CMB hingga enam bulan.

 

Hal yang sama juga berlaku bagi pemberian pembebasan bersyarat yang diatur dalam Pasal 43 ayat (4) PP ayat (3) PP No. 28/2006. Sementara menurut Pasal 38 ayat (4) PP No. 28/2006 asimilasi bisa diberikan kepada narapidana tersebut jika sudah menjalani masa duapertiga masa pidana. Padahal untun narapidana biasa dan anak pidana, asmiliasi diberikan jika sudah menjalani setengah masa pidana.

 

Selain mengatur tentang pembatasan hak narapidana ‘khusus' itu, PP tersebut juga menghilangkan hak yang biasa diberikan kepada narapidana lain. Dalam Pasal 41 ayat (3) disebutkan bahwa cuti mengunjungi keluarga tidak diberikan kepada narapidana tersebut.

 

Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalata menegaskan bahwa pembatasan remisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2006 hanya berlaku bagi narapida yang belum pernah mendapat remisi. Kalau sudah pernah mendapat remisi terus distop, melanggar HAM orang, terangnya beberapa waktu lalu.

 

PP tersebut menggantikan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Merujuk pada PP tersebut, pembatasan remisi atau pengurangan hukuman itu tidak berlaku terdahap terpidana korupsi, teroris, bandar atau produsen narkotika dan obat-obatan terlarang, pelaku makar, pembunuhan massal, penyiksaan, penghilangan orang, pembalakan liar, penjualan orang, kejahatan dunia maya, dan pencucian uang, dilakukan dengan lebih ketat.

 

Khusus bagi narapidana korupsi pembatasan itu hanya berlaku jika pelakunya adalah penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum dan penyelenggara negara. Selain itu, kasusnya juga mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat, serta menyangkut kerugian negara paling sedikit satu milyar rupiah.

 

Hal itu kemudian dikuatkan melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Untung Sugiyono yang dikeluarkan dan berlaku sejak  Oktober 2007.

 

Namun demikian, hak terpidana untuk mendapat remisi tidak hilang sama sekali. Mereka baru mendapat remisi kalau sudah menjalani sepertiga dan berkelakuan baik, terang Andi. Ia melanjutkan sebelumnya, walaupun belum sepertiga, sudah menjalani sembilan bulan sudah bisa mendapat remisi.

Tags: