BUMN Cuma Bisa Dipailitkan Menkeu, MA Batalkan Pailit PT DI
Utama

BUMN Cuma Bisa Dipailitkan Menkeu, MA Batalkan Pailit PT DI

Putusan ini dinilai menyimpang dari ketentuan UU Kepailitan. Pertimbangan MA akan memancing kembali perdebatan soal kedudukan BUMN dalam kekayan negara?

Oleh:
Kml/NNC
Bacaan 2 Menit
BUMN Cuma Bisa Dipailitkan Menkeu, MA Batalkan Pailit PT DI
Hukumonline

 

Meski mengacu pada ketentuan yang sama, MA mengenyampingkan kata-kata ‘tidak terbagi atas saham' dalam penjelasan pasal dari Undang-Undang. Pasal 2 Ayat (5) menyebutkan BUMN yang menjalankan kepentingan umum hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menkeu. Namun penjelasan pasal itu memberi pengertian yang masuk kategori BUMN menjalankan kepentingan publik ialah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.

UU Kepailitan

Pasal 2 Ayat 5

Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

 

Penjelasan

Yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.

 

Alasan majelis MA menyesampingkannya ketentuan ‘tidak terbagi atas saham', karena PT DI terpaksa menjadi membagi kepemilikannya atas saham untuk memenuhi syarat kepemilikan dari sebuah perseroan terbatas. Oleh karena untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Bahwa suatu perseroan hanya dimiliki oleh sekurang-kurangnya dua orang. Maka dibagilah atas saham. Tapi keseluruhan modal itu kan modal yang dimiliki oleh negara ujar Marianna.

 

Ia menambahkan, pembatalan ini dikuatkan dengan adanya lampiran keputusan Menteri Perindustrian yang menyebutkan beberapa BUMN, termasuk PT DI adalah obyek vital industri. Selain itu, PT DI juga dianggap  sebagai aset negara, sehingga tidak dapat disita.

 

Ingat Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara; di dalam putusan MA, meletakkan sita saja dilarang. Kepailitan itu sita umum, kan tentunya hanya dapat dilakukan kalau dimohonkan oleh Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara, demikian tutur Marianna.

 

Pandangan MA Inkonsisten

Diminta pendapatnya, praktisi Hukum Kepailitan Ricardo Simanjuntak menganggap putusan yang menyatakan PT DI hanya dapat dipalitkan Menkeu bertentangan dengan hukum. Menurutnya ketentuan tentang BUMN yang dapat dipailitkan diatur secar tegas. UU Kepailitan menetapkan bahwa meski milik pemerintah, apabila mereka terbagi atas saham, dalam hal ini berbentuk Persero, dapat dimohonkan pailit oleh siapa saja. Kalau dia bilang harus melalui menkeu padahal UU bilang bisa (selain Menkeu-red), pertimbangannya menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan hukum ujarnya.

 

Ketentuan tegas tidak dapat diinterpretasikan. Mungkin mereka perlu baca UU 19 Tahun 2003 tentang  BUMN. hanya ada dua (BUMN, red) Perum dan Persero. UU Kepailitan menjelaskan yang terbagi atas saham dan tidak terbagi atas saham tandas Ricardo.

 

 

UU No. 19/2003 tentang BUMN

Pasal 1 (2) Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

 

Pasal 1 (4) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 

Pendapat senada juga disampaikan praktisi lainnya Swandy Halim. Menurutnya, pengaturan penjelasan Pasal 2 Ayat 5 UU Kepailitan sifatnya kumulatif. Jadi, bukan hanya BUMN tersebut harus dimiliki negara tetapi kepemilikannya tidak boleh berbentuk saham. Kalau kita lihat UU-nya secara letterlijk memang bisa dipailitkan karena terbagi atas saham ujarnya.

 

Swandy juga memandang terdapat inkonsistensi dari MA dalam putusan ini dalam memandang status aset BUMN. Tahun lalu MA telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan piutang BUMN bukan piutang negara. Itu berarti ada kontradiksi. Disatu pihak menyatakan piutang bank-bank negara diselesaikan menurut UU PT karena bukan piutang negara, dan dipihak lain (lewat putusan ini-red) menganggap BUMN sebagai milik negara ujarnya.

 

Akhiri perdebatan

Swandy berpandangan masalah pokok terletak pada UU Kepailitan. Kalau kita melihat spirit pembatasan pemohon pailit dalam UU, itu sebenarnya untuk melindungi kepentingan umum. Dalam UU tersebut badan-badan yang tidak serta merta dapat dimohonkan palilit. Bank-bank, perusahaan efek dan bahkan perusahaan asuransi tidak begitu saja dapat dipailitkan. Kalau perusahaan asuransi dilindungi kenapa BUMN tidak? tanyanya.

 

Langkah terbaik menurut Swandy dan juga Ricardo ialah mengubah ketentuan dengan menghilangkan kata-kata terbagi atas saham. Apalagi sekarang ini lebih banyak BUMN yang berbentuk Persero. Bisa muncul PT DI-PT DI lain. Kita harus melihat sumber masalah dan memperbaikinya. Sumber masalahnya apa? tanya Swandy retorikal. Menurutnya, beberapa Undang-Undang terkait perlu disinkronisasi.

 

Yang saat ini dapat dilakukan untuk mengubah ketentuan ini ialah lewat amandemen UU atau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Swandy berpandangan kata-kata ‘tidak terbagi atas saham' sebaiknya dihapus, karena itu hanya memperumit. Atau sebut saja semua BUMN tidak dapat dipailitkan kenapa harus malu-malu. Atau dapat saja BUMN mengajukan judicial review ke MK untuk meminta kata-kata ‘tidak terbagi atas saham' dinyatakan tidak mengikat tambah Swandy.

 

Tidak ada gunanya ribut-ribut sebelum UU diamandemen. Kita tak mau memperbaiki sumber masalah tapi kemudian lari ke soal peripheral (pinggir, red) pungkasnya.

 

Peradilan cepat    

Sementara itu, mantan karyawan tetap berpegang teguh dengan dalil bahwa PT DI dapat dipalitkan karena berbentuk Persero dan terbagi atas saham. Mereka menyatakan akan mengajukan PK terhadap putusan ini. Kuasa hukum mantan karyawan DI Ratna Wening Purbawati juga menyatakan perkara ini sarat muatan politis dengan urun rembuknya pejabat teras negeri ini dalam perdebatan soal pailitnya DI.

 

Selain itu putusan juga sangat cepat keluar. Putusan pailit Pengadilan Niaga dibacakan 4 September. Berkas memori dan kontra memori para pihak dikirimkan oleh PN dan diterima oleh MA pada 25 September ujarnya. Kurang dari sebulan sejak berkas diterima MA memutus kasasi ujarnya. Padahal sesuai UU, jangka waktu memutus ialah 60 hari. Sementara cukup banyak perkara yang diputus MA lewat dari jangka waktu yang ditentukan. Wah, coba semua putusan keluar secepat itu! 

PT Dirgantara Indonesia (DI) akhirnya batal pailit setelah Mahkamah Agung menolak permohonan pailit mantan karyawan DI pada Senin (22/10) lalu. Pembatalan itu diputus oleh Majelis yang diketuai Wakil Ketua MA Marianna Sutadi beranggotakan Ketua Muda MA Perdata Niaga Abdul Kadir Mappong dan Atja Sondjaja. Permohonannya sendiri diajukan mantan karyawan terkait kekurangan pembayaran iuran pensiun setelah mereka di PHK.

 

MA berkesimpulan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum) atau Persero hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan (Menkeu). Demikian dinyatakan oleh Marianna Sutadi yang bertindak sebagai ketua majelis. BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara, yang melaksanakan kegiatan kepentingan publik hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan, ujarnya Rabu (24/10), di Gedung MA.

 

Sebelumnya Pengadilan Niaga menyatakan mantan karyawan PT DI berhak mengajukan permohonan pailit, karena DI merupakan persero yang terbagi atas saham. Memang, mengacu pada Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU beserta penjelasannya, hanya perusahaan yang tidak terbagi atas saham permohonan yang pailitnya hanya dapat diajukan oleh Menkeu. Sedangkan BUMN yang terbagi atas saham seharusnya dapat dipailitkan siapa saja. [Putusan ini sempat memunculkan perdebatan. Presiden dan Wakilnya pun sempat urun bicara.]

Tags: