Pemerintah Indonesia Harus Bersikap Tegas
Insiden Pemukulan

Pemerintah Indonesia Harus Bersikap Tegas

Baik Indonesia maupun Malaysia memiliki kepentingan untuk menjaga agar hubungan bilateral antara keduanya tetap harmonis. Tindakan emosional justru akan kontra produktif. Meski demikian, pemerintah tetap harus bersikap tegas.

Oleh:
Rzk/Ycb
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Indonesia Harus Bersikap Tegas
Hukumonline

 

Permintaan Maaf

Dia menuntut Pemerintah Malaysia untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia. Lebih ekstrem, Yorris bahkan meminta Presiden SBY beserta pejabat pemerintah lainnya untuk menolak undangan menghadiri perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia yang jatuh pada 31 Agustus nanti. Apabila permintaan ini tidak dipenuhi, sekali lagi Yorris mengancam akan melakukan sweeping terhadap warga negara dan perusahaan milik Malaysia yang beroperasi di Indonesia.

 

Tidak kalah garang, Ketua Umum PP Japto S. Soemarjono meminta Pemerintah RI untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia, termasuk mengusir diplomatnya. Pemerintah RI juga diminta untuk menarik pulang semua diplomat Indonesia yang bertugas di Malaysia. Selain itu, PP meminta Pemerintah RI mengambil alih semua kegiatan usaha Malaysia di Indonesia.

 

Malaysia bukan pertama kalinya melakukan tindakan kejam terhadap warga negara Indonesia. Belum hilang dari ingatan kita, bagaimana nasib ribuan tenaga kerja kita mengalami penyiksaan oleh polisi dan petugas Malaysia, tambah Japto.     

Presiden SBY sendiri sebagaimana dilansir dalam situs www.presidenri.go.id, menyikapi dengan cukup diplomatis. Presiden SBY memandang kita tidak bisa memaksakan suatu bangsa untuk meminta maaf karena hal itu adalah bagian dari kepribadian. Presiden SBY membandingkan sikap Pemerintah Indonesia yang rela meminta maaf ketika asap kebakaran hutan Indonesia sampai ke Malaysia.

 

Bagi saya hukum dan keadilan ditegakkan dan tentunya semangat persahabatan harus kita pelihara, termasuk bagaimana kita mengelola masalah-masalah seperti ini dengan penuh pengertian sambil memahami perasaan kita, perasaan Indonesia, kata Presiden SBY.   

 

Hati-hati

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra mengingatkan agar kejadian ini jangan disikapi secara emosional. Baik Indonesia maupun Malaysia, menurut Yusron, memiliki kepentingan untuk menjaga agar hubungan bilateral antara keduanya tetap harmonis. Kita berharap hubungan Indonesia-Malaysia tidak serta-merta putus hanya karena masalah ini. Nanti kedua belah pihak yang rugi. Tetapi, kalau didiamkan juga tidak baik, tandasnya.

 

Yusron menyarankan agar Pemerintah RI jangan mengambil tindakan yang drastis seperti pemutusan hubungan, tetapi secara bertahap mulai dari penurunan status hubungan diplomatik. Dia berjanji, Komisi I akan segera menggelar rapat membahas persoalan ini untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah. Langkah lainnya, Komisi I juga akan mempertimbangkan pemanggilan Menlu Hassan Wirajuda dan Dubes Malaysia untuk Indonesia.

 

Kita akan memonitor terus proses hukum terhadap keempat pelaku pemukulan tersebut agar mereka mendapat sanksi yang setimpal, kata Abdillah Toha, anggota Komisi I lainnya.

 

Ketua DPR Agung Laksono menyatakan setuju atas usulan agar Presiden SBY ataupun pejabat pemerintah lainnya tidak memenuhi undangan perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia. Agung memandang Pemerintah RI sebagai negara yang berdaulat memang perlu menunjukkan sikap yang tegas agar di kemudian hari insiden yang sama tidak terjadi lagi. Kita harapkan ada suasana yang lebih baik, kalau ada permintaan maaf dari perwakilan negara, baik perdana menteri atau pejabat yang sepadan, ujarnya.

 

Sikap yang sama ditunjukkan oleh Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Meski secara resmi diundang oleh Pemerintah Malaysia untuk hadir dalam perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia. Namun, Hidayat menegaskan tidak akan hadir. "Kalau Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol negara akan hadir, saya persilahkan saja. Tapi, saya tidak akan hadir," tegasnya. "Saya lebih baik menjenguk Donald ketimbang hadir," tambahnya.

 

Kuncinya di Penyelidikan

Dihubungi via telepon, Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana memandang Pemerintah RI perlu segera mengambil langkah-langkah strategis agar tindakan-tindakan emosional tidak terjadi. Misalnya, dengan mengeluarkan pernyataan bahwa Pemerintah RI akan mengawal proses hukum terhadap oknum yang terlibat dijalankan sesuai prosedur yang berlaku.

 

Kalau tidak, dikhawatirkan akan terjadi tindakan dari sebagian kalangan seperti sweeping yang justru kontra produktif terhadap hubungan bilateral kedua negara, ujar Hikmahanto.

 

Dekan FHUI ini memaklumi apabila Pemerintah Malaysia belum mau meminta maaf karena duduk persoalannya sendiri belum begitu jelas. Untuk itu, dia berharap Kepolisian Malaysia segera melakukan penyelidikan yang transparan agar persoalannya menjadi jelas. Apabila hasil penyelidikan menyatakan keempat oknum polisi Malaysia yang melakukan kesalahan, maka tidak ada alasan lagi, Pemerintah Malaysia wajib menyampaikan permintaan maaf dan memberikan sanksi tegas.

 

Namun begitu, Hikmahanto berpendapat tuntutan pemutusan hubungan diplomatik yang disampaikan sejumlah pihak, dipandang sebagai langkah yang terlalu berlebihan. Dalam hubungan diplomatik kan bisa juga dilakukan pemulangan diplomat Malaysia yang ada di sini atau sebaliknya memanggil pulang diplomat kita yang ada di sana, pungkasnya.

Perayaan hari ulang tahun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (29/8), ternyata tidak hanya dimeriahkan oleh lantunan lagu dari biduanita organ tunggal. Gedung DPR juga dihangatkan dengan kedatangan beberapa organisasi, seperti Pemuda Pancasila (PP), Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI), dan Organisasi Pemuda Katolik. Mereka menyampaikan keprihatinan atas insiden pemukulan yang menimpa Ketua Juri Karate Indonesia, Donald Pieter Luther Kolopita pada Jumat lalu (24/8) di negara tetangga, Malaysia.

 

Donald yang diundang ke Negeri Jiran untuk menjadi wasit invitasi karate se-Asia, tiba-tiba diserang dan dipukul oleh empat oknum polisi saat keluar hotel untuk mencari makan. Karateka penyandang Dan 3 dan Dan 4 ini mencoba melakukan perlawanan. Namun, dalam keadaan tangan diborgol, Donald kewalahan sehingga tubuhnya babak-belur. Pemukulan itu berakhir dengan terbaringnya Donald di Rumah Sakit Tunku Jafaar, Negeri Sembilan.

 

Kejadian ini langsung mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Ketua DPR Agung Laksono dan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pihak Malaysia pun bereaksi cepat. Selasa (28/8), Menteri Luar Negeri (Menlu) Dato' Seri Syed Hamid Albar didampingi Duta Besar (Dubes) Malaysia untuk Indonesia Dato' Zainal Abidin dan Kepala Kepolisian Malaysia Tan Sri Musa Hassan bertemu Presiden SBY. Dalam pertemuan tersebut, Menlu Malaysia menjanjikan proses hukum yang transparan terhadap keempat oknum polisi yang terlibat. Tidak hanya itu, mereka bahkan sudah dikenai sanksi skorsing dan pemotongan gaji 50 persen. Sayangnya, para pejabat Malaysia ini tak sepatah pun menyampaikan permohonan maaf.

 

Sikap inilah yang memicu reaksi. Kami siap melakukan sweeping (penyapuan, red) dan memukuli warga negara Malaysia yang ada di Indonesia termasuk 14 perusahaan Malaysia yang berhasil kami data. Untuk itu, kami siap dipotong gaji 50 persen juga, kata Yorris TH Raweyai, anggota Komisi I DPR.

 

Ungkapan agak emosional yang disampaikan Yorris seolah ingin menegaskan bahwa pemberian sanksi tersebut tidak cukup. Politisi Partai Golkar yang juga sesepuh FORKI dan PP ini menegaskan, pemberian sanksi tidak ada artinya apabila tidak disertai permintaan maaf secara terbuka. Sikap tidak mau minta maaf yang ditunjukkan perwakilan Malaysia ketika bertemu Presiden SBY, menurut Yorris, adalah sikap arogansi kebangsaan yang berlebihan.

Tags: