Ketua DPR: Kebijakan Konversi Minyak Tanah-Gas Gagal
Berita

Ketua DPR: Kebijakan Konversi Minyak Tanah-Gas Gagal

Tujuannya dinilai positif tapi perencanaan yang kurang matang pada akhirnya berakibat pada pelaksanaan yang tidak mulus.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR: Kebijakan Konversi Minyak Tanah-Gas Gagal
Hukumonline

 

Review periodik

Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Huzna Gustiana Zahir berpendapat kegagalan kebijakan konversi minyak tanah ke gas disebabkan oleh proses perencanaan yang tidak matang. Pemerintah, lanjutnya, terlalu terbebani oleh target waktu yang telah ditetapkan sehingga pelaksanaannya terkesan dipaksakan. Yang kita lihat adalah mengejar target itu sehingga berbagai persiapan tidak dilakukan secara cermat, tukasnya.

 

Solusinya, menurut Huzna, pemerintah harus menata ulang kebijakan ini mulai dari tahap perencanaan. Pemerintah diharapkan jeli menyiapkan langkah-langkah antisipatif seperti sikap penolakan masyarakat. Pada tahap pelaksanaan, kebijakan ini juga harus dievaluasi secara periodik sehingga permasalahan-permasalahan yang muncul dapat segera diatasi. Pada dasarnya mengubah suatu hal yang sudah membudaya itu memang tidak mudah, perlu strategi perencanaan yang matang, ujar Huzna.

 

Target Konversi Minyak Tanah ke Gas 2007

Wilayah

Jumlah (KK)

Jabodetabek

3.802.000

Bandung

209.000

Cirebon

131.000

Semarang

244.000

Yogyakarta

39.000

Surabaya

621.000

Bali

313.000

             Sumber: Pertamina, 2007

 

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla sebagaimana dilansir situs Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dengan optimis menargetkan pada 2011, masyarakat sepenuhnya akan menggunakan bahan bakar gas. Wapres juga optimis kebijakan ini akan mampu menghemat subsidi BBM sebesar Rp22 trilyun rupiah per tahun, sedangkan konsumen atau rakyat akan ada penghematan sebesar Rp20 sampai Rp25 ribu per bulan per kepala keluarga.

Gebrakan pemerintah melalui kebijakan konversi penggunaan bahan bakar minyak tanah menjadi gas ternyata belum berjalan mulus. Sebagian masyarakat menunjukkan sikap resisten. Sebagian lainnya menerima dengan pasrah tetapi harus dipusingkan dengan peralatan yang tidak memadai. Persoalan semakin pelik karena resistensi masyarakat justru terjadi bersamaan dengan penarikan minyak tanah dari pasaran. Alhasil, masyarakat yang bersikukuh ingin menggunakan minyak tanah ‘dipaksa' mengantri di pusat-pusat penjualan minyak tanah.

 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agung Laksono pada kesempatan jumpa pers di kantornya (27/8), menilai pemerintah telah gagal. Pangkal persoalannya, menurut Agung, adalah ketidaksiapan pemerintah yang diperparah dengan sosialisasi yang belum optimal. Pemerintah dipandang tidak mampu mengantisipasi keterkejutan masyarakat karena minyak tanah yang telah membudaya sejak lama menjadi bahan bakar andalan akan tergantikan oleh gas.

 

Dia menambahkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas jangan dilaksanakan secara dramatis, tetapi harus bertahap. Langkah penting yang harus ditempuh pemerintah adalah mengoptimalkan sosialisasi secara terpadu. Keadaan seperti ini harus segera diperbaiki dengan mengambil langkah-langkah agar siap karena dengan kondisi yang ada sekarang pemerintah terlihat belum siap melakukan konversi bahan bakar yang sudah tradisional, kata Agung.

 

Ketidaksiapan dimaksud, misalnya, tergambar dari bermasalahnya alat-alat pendukung seperti kompor dan tabung, termasuk pendistribusiannya. Namun begitu, Agung berpendapat kebijakan ini jangan dihentikan karena dinilainya cukup bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk menekan pengeluaran rumah tangga. Untuk itu, Agung berharap pemerintah segera melakukan evaluasi agar kebijakan ini dapat berjalan sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan.

 

Selain itu, Agung juga meminta agar semua kalangan turut mendukung suksesnya kebijakan konversi ini. Dia menyayangkan adanya sejumlah oknum yang memanfaatkan situasi sulit seperti ini demi keuntungan pribadi. Misalnya dengan sengaja menimbun minyak tanah sehingga barangnya langka dan masyarakat tidak punya pilihan selain membelinya dengan harga tinggi. Saya kira itu biadab dan tidak berperasaan, tegasnya.

Tags: