Penggugat Minta Dokumen Lapindo Dibuka di Pengadilan
Berita

Penggugat Minta Dokumen Lapindo Dibuka di Pengadilan

Termasuk dokumen yang dibuat Medco Energy terkait hasil kajian teknis kecerobohan fatal dalam pengeboran.

Oleh:
CRN
Bacaan 2 Menit
Penggugat Minta Dokumen Lapindo Dibuka di Pengadilan
Hukumonline

 

Permintaan membuka dokumen penting itu juga dilakukan Tim Advokasi untuk mengantisipasi kemungkinan berlanjutnya pengalihan isu semburan lumpur Sidoarjo. Taufik menengarai sejumlah pihak berusaha mengalihkan kasus lumpur sebagai bencana alamiah. Sudah banyak pihak yang memanipulasi fakta. Tergugat juga mencoba membuat skenario agar publik mengira semburan lumpur adalah bencana alam. Gugatan ini diajukan guna mengajak publik mengetahui hal yang sebenarnya, jelasnya.  

 

Salah satu yang ditengarai Taufik sebagai upaya pengalihan adalah workshop dan pernyataan pers dari sejumlah ahli geologi yang antara lain menyatakan Lumpur Lapindo terjadi akibat lanjutan gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya. Salah seorang yang mengkritik workshop itu adalah Prof. R. P. Koesoemadinata. Mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu menyatakan penyelenggaraan workshop tersebut sangat disayangkan, karena tidak mengakomodir pembicara yang strategis dan ketidakterbukaan panitia terhadap perumusan dan bahan-bahan workshop. Selain itu, menurut Koesoemadinata, hasil workshop juga tidak dirumuskan dengan hati-hati, serta mengabaikan fakta dan temuan penting.

 

Tim Advokasi melayangkan gugatan terhadap Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Lingkungan Hidup, BP Migas, Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo dan Lapindo Brantas sendiri. Para pihak tergugat dinilai lalai yang mengakibatkan banyak warga masyarakat menjadi korban Lumpur Sidoarjo.

Berkaitan dengan kasus ini, Taufik juga mengkritisi kebijakan pemerintah terkait dengan kasus Lapindo yang justru menguntungkan pihak Lapindo. Kebijakan yang dimaksud Taufik adalah Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo.

 

Dalam Keppers tersebut ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo diberikan dalam bentuk jual beli terhadap tanah warga yang menjadi korban semburan lumpur. Konsep ganti rugi seharusnya tidak dalam bentuk jual beli, karena itu merugikan korban, ujar Taufik.

Tim Advokasi Korban Lumpur Sidoarjo meminta tergugat dan turut tergugat membuka semua dokumen terkait pengeboran sumur yang berakhir muncratnya Lumpur Sidoarjo. Dokumen-dokumen itu dinilai penggugat penting dibuka di depan persidangan agar jelas penyebab semburan lumpur panas yang hingga kini belum teratasi.

 

Taufik Basari, salah seorang kuasa hukum Tim Advokasi, menunjuk contoh dokumen yang dibuat Medco Energy, salah satu pemegang saham Lapindo. Dokumen dimaksud berkaitan dengan dugaan kecerobohan fatal pihak Lapindo Brantas Inc saat melakukan pengeboran. Taufik mengungkapkan bahwa pada 18 Mei 2006, Medco Energy melayangkan surat teguran pertama ke Lapindo berisi teguran karena pengeboran tidak menggunakan chasing. Teguran berikutnya, melalui surat tertanggal 8 Juni 2006, menyinggung dugaan kecerobohan yang fatal atau cross negligence.

 

Dokumen lain yang juga disinggung adalah Laporan Harian Pengeboran (Daily Drill Report) yang mengungkap proses terjadinya semburan lumpur panas sejak 27 Mei 2006 hingga 3 Juni 2006.  Meskipun tahap pembuktian masih beberapa lama lagi, tapi kami akan terus mengusahakan agar dokumen-dokumen tersebut dibuka di persidangan, tambah Taufik.

 

Menurut Wakil Direktur YLBHI itu, pembukaan dokumen-dokumen di persidangan bisa menunjukkan faktor pemicu semburan lumpur yang telah menyebabkan kerusakan kawasan Porong. Kami minta dokumen-dokumen tersebut dibuka, ujarnya dalam sidang lanjutan gugatan terhadap Pemerintah dan turut tergugat di PN Jakarta Pusat (21/5).

 

Sebelumnya, para tergugat menegaskan bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan ini. Kalaupun hendak digugat, seharusnya dibawa ke pengadilan hak asasi manusia (HAM) atau diselesaikan melalui rekomendasi DPR.

Tags: